Minggu, 06 Maret 2016

MENURUT MEREKA YANG KURANG PAHAM

href='http://a.tribalfusion.com/h.click/aDmPKtUAYTQEM2PcBOQWUMYHZboWPrM4sJ0YbUIVmqs4mraPmMC2Hrp0WUDnd2M46MW4GMgUVv8VsBgPP3yTtn5WbbX3FeuUaQvWaJcQaBZdQVJZdPF6vRd38WVv54r6rnteo0ayp2WbHQsfZa4PnZamdAyTdQe0bv6Xr7g1qAMRrYCTFMXTd3TmrjnRUrFtO5BaQ/http://ads.planet49.com/www/delivery/ck.php?n=a5fa0d04' target='_blank'><img src='http://ads.planet49.com/www/delivery/avw.php?zoneid=1724&amp;n=a5fa0d04&amp;ct0=http://a.tribalfusion.com/h.click/aDmPKtUAYTQEM2PcBOQWUMYHZboWPrM4sJ0YbUIVmqs4mraPmMC2Hrp0WUDnd2M46MW4GMgUVv8VsBgPP3yTtn5WbbX3FeuUaQvWaJcQaBZdQVJZdPF6vRd38WVv54r6rnteo0ayp2WbHQsfZa4PnZamdAyTdQe0bv6Xr7g1qAMRrYCTFMXTd3TmrjnRUrFtO5BaQ/' border='0' alt='' /></a>
http://id.shvoong.com/images/spacer.gif?s=summarizer&d=1359883399425&id=273206cf-974b-4c4a-9b0e-9e13b6659030

Kemelut perdebatan yang sering muncul terkait masalah politik Islam
telah bergaung dimana-mana, perdebatan antara Islamis (radikalisme) dan
sekularis (liberalisme) ini akan senantiasa menarik untuk dikaji, baik itu di
negara Mesir, Iran, Iraq, Pakistan dan belahan penjuru dunia termasuk
Indonesia. Dari perdebatan-perdebatan itu akan muncul klaim-klaim tentang
kebenaran masing-masing. Karena radikalisme dan liberalisme dalam konteks
ini telah menjadi suatu madzhab.
Sebelum membahas lebih jauh tentang karakteristik atau tipologi
pemikiran Islam, kiranya perlu penulis jabarkan tentang prinsip dasar teori
politik Islam, yaitu Iman terhadap ke-Esa-an dan kekuasaan Allah merupakan
landasan sistem sosial dan moral yang ditanamkan oleh para Rasul. Dari
sinilah filsafat politik Islam mengambil titik pijak. Prinsip dasar Islam adalah bahwa makhluk yang bernama manusia, baik secara individual maupun
kelompok, harus menyerahkan semua hak atas kekuasaan, legislasi serta
penguasaan atas semuanya. Tidak seorangpun yang akan diperkenankan
memberikan perintah atau aturan-aturan sekehendaknya sendiri dan tidak
seorangpun diperkenankan untuk mengakui kewajiban untuk melaksanakan
perintah atau aturan seperti ini. Tidak seorangpun yang diberi hak istimewa
untuk membuat undang-undang sekehendak hatinya sendiri dan tidak
seorangpun yang wajib mengingatkan dirinya kepada undang-undang yang
telah dibentuk dengan cara seperti ini. Hak ini hanya merupakan hak Allah.
Baik Islam liberal maupun Islam fundamental sebenarnya berakar pada
gerakan Islam revivalis (salafi) yang lahir sebelum periode modern (abad ke-
18), seperti Wahabi di Arab Saudi, al-Sanusiah di Afrika Utara, al-Mahdi di
Sudan, al-Dihlawi di India, Hassan al-Banna pendiri Ikhwanul Muslimin dari
Mesir dan kaum Paderi di Indonesia.
Gerakan revivalis mempunyai dua faksi. Pertama, revivalis-politik yang
cenderung bersifat lebih keras dan radikal seperti diwakili oleh Wahabi.
Kedua, revivalis-nonpolitik yang bersifat moderat dan lebih lunak dari yang
pertama, seperti yang diwakili oleh al-Dihwali dan Hassan al-Banna. Namun,
kedua faksi ini tetap setia pada pemikiran revivalisme, yaitu mempertahankan
kemurnian akidah, kesesuaian cara ibadat, serta moralitas sosial Islam.
Di dalam periode modern Islam (abad ke-19) dasar-dasar pemikiran
revivalisme diatas tetap dijadikan salah satu paradigma pembaharuan oleh
kelompok modernis seperti al-Afghani, Muhammad Abduh, Ahmad Khan,
Mohammad Iqbal, dan Ahmad Dahlan. Dasar pemikiran yang terpenting
adalah akidah Islam yang dijamin otentisitasnya. Maka dari sinilah, apa yang
disebut Islam liberal dan Islam radikal sebagai yang dimaksud sekarang,
mulai muncul benih-benihnya. Dan, disinilah letak kedua gerakan ini, yaitu
terlahir dari revivalisme. Hanya saja, Islam liberal mengembangkan dasardasar
revivalisme menjadi gaya modernisasi dunia Islam yang berbau barat
(western). Benih Islam liberal pada periode ini (abad ke-19) dipelopori oleh
murid-murid Muhammad Abduh seperti Ali Abd al-Raziq dan Thaha Hussein.
Sedangkan Islam fundamental mengembangkanya menjadi kekuatan
perlawanan terhadap modernisasi dalam arti westernisasi (pembaratan). Benih
Islam radikal dipelopori oleh Hassan al-Banna serta Sayyid Qutb.
Banyak konstruk pemikiran yang melahirkan berbagai pandangan
tentang bagaimana kita, sebagai kaum muslimin menyikapi politik. Tentang
bentuk kenegaraan yang seperti apa yang harus dipakai oleh suatu negara.
Dari beberapa pemikiran para tokoh itu semua yang ahirnya mengarah pada
karakter dan tipologi politik Islam itu sendiri. Namun secara umum para
pemikir membaginya dalam tripologi. Dalam pandangan A. Djazuli, beliau
membagi kerangka berfikir dunia Islam dewasa ini menjadi tiga tipe, pertama,
liberal (sekuler) yaitu negara menolak hukum Islam secara penuh, kedua,
fundamental (intergralistik) yaitu negara melaksanakan hukum Islam secara
penuh, ketiga, moderat (simbiotik) yaitu negara yang tidak menjadikan
sebagai suatu kekuatan struktural (dalam sektor politik), tetapi
menempatkannya sebagai kekuatan kultural, atau mencari kompromi.
Sedangkan menurut Din Syamsuddin, paradigma pemikiran politik Islam
modern dibagi atas "tradisionalis", "modernis", dan "fundamentalis".


Tidak ada komentar:

Posting Komentar