بسم الله الرحمن الرحيم
Sambutan Pembukaan
Segala puji hanya milik Allah. Shalawat dan salam, semoga senantiasa
tetap dilimpahkan kepada Rasulullah saw.; keluarga dan para Sahabat Beliau serta
siapa saja yang mengikutinya.
Saudara-saudara, Hadirin yang Mulia:
Assalamu'alaikum wa rahmatullahi wa barakatuh.
Sesungguhnya Allah SWT telah melebihkan manusia atas kebanyakan makhluk
yang telah Dia ciptakan. Allah berfirman:
] óOßg»uZù=Òsùur 4n?tã 9ÏV2 ô`£JÏiB $oYø)n=yz WxÅÒøÿs? [
Kami benar-benar telah melebihkan mereka atas kebanyakan makhluk yang
telah Kami ciptakan. (QS. Al-Isra’ [17]: 70).
Allah SWT telah memberi manusia kelebihan berupa akal dan aktivitas
berpikir. Dengan itu manusia bisa menyikapi berbagai peristiwa besar yang
terjadi, peristiwa baik dan buruk. Dengan itu pula manusia bisa mengambil
hikmah dan pelajaran dari setiap peristiwa yang terjadi. Kemudian dia hilangkan
sisi buruk peristiwa tersebut, dan menjernihkan sisi baiknya. Dia tidak akan melewati
peristiwa demi peristiwa begitu saja dengan sia-sia seolah-olah peristiwa itu
tidak pernah terjadi.
Sesungguhnya Allah SWT telah mengistimewakan sejumlah tempat dan waktu,
yang menyebabkan berbagai peristiwa yang terjadi di dalamnya layak untuk
disikapi melebihi terjadinya peristiwa yang sama, di tempat-tempat dan waktu-waktu
yang berbeda.
Kezaliman, misalnya, adalah perbuatan haram dan dosa, jika terjadi di
manapun. Namun, jika terjadi di Baitul Haram, maka kezaliman itu keharaman dan
dosanya tentu lebih besar. Allah berfirman:
] `tBur ÷Ìã ÏmÏù ¥$ysø9Î*Î/ 5Où=ÝàÎ/ çmø%ÉR ô`ÏB A>#xtã 5OÏ9r& [
Dan siapa yang bermaksud di dalamnya melakukan kejahatan secara zalim,
niscaya akan Kami timpakan kepadanya sebahagian siksa yang pedih. (QS. Al-Hajj [22]: 25).
Sepanjang zaman, kezaliman juga haram dan dosa. Namun, jika kezaliman
itu terjadi pada bulan-bulan haram (suci), maka keharaman dan dosanya lebih
besar:
] xsù (#qßJÎ=ôàs? £`ÍkÏù öNà6|¡àÿRr& 4 [
Maka janganlah kamu menganiaya diri kamu pada bulan yang empat itu.. (QS at-Taubah [9]: 36).
Demikianlah, sesungguhnya berbagai peristiwa yang terjadi pada
bulan-bulan haram (suci) itu, baik ataupun buruk, layak disikapi melebihi penyikapan
terhadap peristiwa yang sama jika terjadi pada bulan-bulan lainnya.
Pada hari ini, Anda semua sedang berkumpul di salah satu bulan suci,
yakni bulan Rajab yang tiada duanya; bulan Rajab yang terpuji; bulan yang telah
diagungkan dan disucikan oleh Allah. Karena itu, Rasulullah saw. dan para
Sahabat pun mengagungkan dan menyucikan bulan ini. Dalam hal ini, saya ingin
mengingatkan Anda semua akan tiga peristiwa penting di antara sekian peristiwa
yang ada. Dengan begitu, kita bisa menyikapinya; merenungkannya sejenak,
kemudian mengambil hikmah dan pelajaran darinya. Dengan cara seperti itu, melalui
kebaikan peristiwa-peristiwanya, kita bisa semakin menjernihkan kebaikannya, sekaligus
merealisasikan hal yang sama. Dengan itu pula, melalui keburukan
peristiwa-peristiwanya, kita bertekad untuk mencegah keburukannya, sekaligus
menjauhi hal yang sama. Artinya, kita menyikapi peristiwa-peristiwa tersebut
sekaligus merenungkannya demi satu upaya, sesuai dengan apa yang memang
dituntut oleh peristiwa-peristiwa tersebut. Dalam hal ini, kami tidak ingin
mengulangi sekali lagi pembacaan atas berbagai peristiwa, seolah seperti kita sedang
membaca kisah sekadar untuk menghilangkan kesepian, sekaligus mengisi waktu
luang tanpa ada suatu perenungan, pelajaran maupun aksi nyata sama sekali.
Peristiwa pertama yang ingin saya
ingatkan kepada Anda semua adalah Peristiwa Isra' Mikraj. Peristiwa ini menurut
pendapat yang paling masyhur terjadi pada pada tanggal 27 Rajab. Peristiwa Isra'
Mikraj ini sesungguhnya terjadi setelah Ummul Mukminin Khadijah ra. wafat, disusul
kemudian oleh Abu Thalib., setelah itu penderitaan Rasulullah saw. dan para
Sahabat Beliau—semoga Allah meridhai mereka--- pun semakin meningkat; sementara
masyarakat Makkah saat itu begitu keras hati dalam merespon seruan dakwah.
Allah pun kemudian memuliakan Beliau saw. dengan meng-isra'-kan Beliau dari
Masjid al-Haram menuju Majid al-Aqsha. Kemudian Allah me-mikraj-kan Beliau ke
langit tertinggi hingga Beliau menyaksikan sebagian tanda-tanda kekuasaan Allah
SWT. Karena itulah, Isra' Mikraj merupakan peristiwa agung, serta meningkatkan kedudukan
Islam dan Rasulnya. Isra' Mikraj juga untuk menenangkan hati Rasulullah, sekaligus
untuk memproklamirkan kedudukan kekufuran dan para pengusungnya, bahwa keduanya
benar-benar terperosok di dunia, dan sesungguhnya pertolongan Allah sudah dekat.
Saudaraku, di sini kita sedang menyikapi suatu perkara penting yang
sering dilupakan oleh banyak orang, padahal
mereka sama-sama menyaksikan Peristiwa Isra' Mikraj. Perkara ini memang patut kita
sikapi, kita perhatikan dan kita renungkan. Pasalnya, Peristiwa Isra' Mikraj ini
juga telah dibarengi dengan peristiwa penting lainnya, yakni thalab an-nushrah (upaya Rasul untuk mencari pertolongan bagi dakwah Beliau).
Allah SWT sesungguhnya telah memuliakan Rasul-Nya dengan dua hal, ketika
penderitaan yang menimpa Rasulullah saw. semakin meningkat. Dua hal itu adalah thalab an-nushrah dan Peristiwa Isra'
Mikraj. Begitulah, akhirnya Peristiwa Isra' Mikraj diikuti dengan Baiat 'Aqabah
dan berbagai upaya untuk mendapatkan pertolongan lainnya.
Itu patut kita renungkan, kita ambil pelajaran dan kita lakukan. Pada
memont, ketika kita memperingati Peristiwa Isra' Mikraj ini—kita pun tak lupa
memanjatkan puja dan puji kepada Allah atas kebaikan ini—pada saat yang sama,
kita harus mengkaitkan siang dan malam, sekaligus menyegerakan perjalanan ini. Karena
itu, kita harus mencari pertolongan dari para pemegang kekuatan dengan penuh kejujuran
dan keikhlasan, dimana kita yakin akan kemenangan agama ini melalui kaum Anshar
(para penolong) yang datang, sebagaimana orang-orang Mukmin kaum Anshar di masa
lalu. Setelah itu, Khilafah Rasyidah berdasarkan manhaj kenabian itu pun akan kembali, dan pada saat itulah kaum
Mukmin akan bergembira karena pertolongan Allah.
Peristiwa kedua yang perlu saya
ingatkan kepada Anda semua pada bulan Rajab ini adalah Pembebasan Baitul Maqdis,
yang terjadi pada tanggal 27 Rajab, tahun 583 Hijrah.
Sebagaimana dalam peristiwa
pertama, ada perkara penting yang sering dilupakan orang, padahal mereka selalu
membicarakan Isra' Mikraj, yakni masalah thalab
an-nushrah. Demikian halnya dalam Peristiwa Pembebasan Baitul Maqdis ini. Ada
juga perkara penting yang sering dilupakan orang, padahal mereka merayakan
Peringatan Pembebasan Masjid al-Aqsha dari tangan-tangan kotor kaum Salib.
Perkara penting ini, yakni Pembebasan Masjid al-Aqsha yang terjadi pada
bulan Rajab tahun 583 H, sebelumnya (567 H) telah diawali dengan berhasil
dikembalikannya wilayah Mesir ke pangkuan Khilafah, setelah Bani Fatimiyah sebelumnya
melakukan pemberontakan kepada Khilafah dan memisahkan Mesir dari Khilafah pada
tahun 359 H. Dengan kata lain, Shalahuddin, dan sebelumnya Nuruddin, keduanya
belum berhasil membebaskan Palestina dari tangan-tangan kotor kaum Salib,
kecuali setelah wilayah yang menjadi bagian Khilafah (yakni Mesir) itu berhasil
dikembalikan ke pangkuan Khilafah. Kemudian, pada masa Khalifah ‘Abbasiyah, an-Nashir,
yaitu ketika Shalahuddin menjadi wali Mesir dan Syam, Allah memberikan
pertolongan kepada kaum Muslim melalui kepemimpinan Shalahuddin, sehingga mereka
bisa membebaskan Masjid al-Aqsha. Shalahuddin kemudian mengirimkan kabar
gembira itu kepada Khalifah ‘Abbasiyah, an-Nashir. Kaum Muslim pun menggemakan
takbir dan tahlil atas kemenangan agung tersebut. Mereka juga memanjatkan puja
dan puji kepada Allah SWT atas semua karunia dan dan nikmat-Nya.
Yang harus disadari dan dipahami oleh akal dari Peristiwa Pembebasan
al-Quds dan al-Aqsha itu adalah, bahwa siapa saja yang mencintai al-Aqsha dan Pembebasan
al-Aqsha, maka dia wajib melakukan upaya yang serius dan sungguh-sungguh untuk
mendirikan satu negara bagi kaum Muslim, yakni Khilafah Rasyidah berdasarkan manhaj kenabian. Khilafah yang akan
mencabut entitas Yahudi hingga ke akar-akarnya, dan mengembalikan Palestina
secara menyeluruh ke pangkuan negeri-negeri Islam, tanpa harus kompromi atau berdamai
dengan Yahudi. Jika saat ini mereka belum mampu, paling tidak mereka harus tetap
mempertahankan kondisi perang dengan Negara Yahudi itu sampai lahir orang yang dimuliakan
oleh Allah untuk membebaskan Palestina. Dengan begitu, dia berhak mendapatkan
kemenangan yang agung.
Adapun peristiwa ketiga yang ---perlu
saya ingatkan kepada Anda semua--- juga terjadi pada bulan yang disucikan ini
adalah Tragedi Penghancuran Khilafah, manakala kaum Kafir penjajah, di bawah gembong
kekufuran kala itu, yakni Inggris, dengan bantuan pengkhianatan bangsa Arab dan
Turki telah berhasil melenyapkan identitas kemuliaan Islam dan kaum Muslim. Khilafah
pun dihancurkan pada tanggal 28 Rajab tahun 1342 H, bertepatan dengan 3 Maret
1924 M.
Setelah Peristiwa Penghancuran Khilafah yang menyakitkan ini terjadi, berbagai
tragedi silih berganti menimpa kaum
Muslim. Negeri mereka dipecahbelah menjadi lebih dari 50 pecahan. Kaum Kafir penjajah
pun mengangkat di masing-masing negeri tersebut orang yang kemudian disebut sebagai
penguasa. Keburukan mereka pun semakin dahsyat menimpa kaum Muslim. Mereka
tidak sepakat terhadap sedikit pun kebaikan untuk umat ini. Bahkan, jika pun
mereka sepakat, maka itu pun merupakan kebusukan yang disembunyikan. Berbagai Konferensi
Tingkat Tinggi (KTT) mereka nyata membuktikan bahaya mereka. Terakhir adalah KTT
Riyadh yang jelas mereka arahkan ---dengan kesepakatan bulat mereka--- untuk menjual
sebagian besar wilayah Palestina kepada Yahudi.
Kehinaan pun telah menimpa para penguasa itu sampai pada batas yang amat
buruk. Mereka berhasil digunakan oleh Amerika untuk dikorbankan demi
menyelamatkan Amerika dari kebuntuannya di Irak, sebagaimana yang terjadi pada
Konferensi Baghdad dan Konferensi Sharm as-Sheikh. Padahal bagaimana seharusnya
mereka membuat Amerika semakin tenggelam lebih dalam dan menghadapi kebuntuan. Sungguh,
betapa buruk apa yang mereka putuskan. Semuanya itu tidak lain, karena mereka
telah mencampakkan kewajiban dari Allah untuk menegakkan Khilafah di belakang
pungggung-punggung mereka. Karena itu, Allah telah timpakan kepada mereka kehinaan
dan kenistaan di manapun mereka berada.
Hari ini, Saudara-saudaraku, kita juga diperintahkan untuk menunaikan
kewajiban ini. Kita pun sama-sama berjuang untuk menjalankan kewajiban tersebut,
dan yakin akan kembalinya Khilafah Rasyidah sebagaimana yang tampak, dan
dipastikan melalui hadis Rasulullah saw.:
«ثُمَّ تَكُونُ خِلاَفَةً عَلَى مِنْهَاجِ
الـنُّـبُوَّةِ»
Selanjutnya akan datang suatu kekhilafahan yang berjalan di atas manhaj
kenabian. (HR Ahmad).
Dalam naungan Khilafah, kita akan
mendapatkan kemuliaan sebagaimana yang pernah dirasakan oleh generasi kaum
Mukmin sebelum kita. Kita pun akan meraih kemenangan sebagaimana mereka. Kita pun
kelak akan menghadap Allah, sementara Dia ridha kepada kita. Kita kelak akan mati,
sementara kita telah membaiat seorang khalifah yang memerintah dengan Islam. Sehingga
baiat yang ada di pundak kita itu akan menjadi saksi untuk kebaikan kita. Bukan
mati dengan kematian Jahiliah, jika kita tidak berjuang untuk memperjuangkan
Khilafah dengan serius dan sungguh-sungguh, dengan penuh kejujuran kepada Allah
dan Rasul-Nya.
Saudaraku, saya rasa cukup dengan tiga peristiwa pada bulan yang
disucikan ini, yakni bulan Rajab yang diagungkan ini:
Pertama, Peristiwa Isra' Mikraj dan keterkaitan
kedua peristiwa tersebut dengan thalab
an-nushrah (upaya Rasul mencari
pertolongan untuk dakwah Beliau).
Kedua, Pembebasan Baitul Maqdis dari kekuasan
kaum Salib setelah bagian wilayah Kekhilafahan Islam (Mesir) tersebut berhasil
dikembalikan ke pangkuan Khilafah.
Ketiga, Tragedi Penghancuran Khilafah
dan kewajiban untuk berjuang dengan sungguh-sungguh untuk mengembalikannya.
Terakhir, saya memohon kepada Allah SWT untuk pertemuan Anda ini, agar Dia
memberikan pandangan yang lurus, perjuangan yang tulus dan pengaruh yang luar
biasa. Semoga setelah konferensi ini, ada berkah taufik dari-Nya, kebaikan bagi
semua, serta pertolongan dan kemenangan yang besar.
Wassalamu'alikum wa rahmatullahi wa barakatuh. []
Tidak ada komentar:
Posting Komentar