TUGAS PENGELOLAAN DAN
PENGOLAHAN PERSAMPAHAN
Menurut Undang-Undang Nomor 1
Tahun 2011 : “Permukiman adalah bagian dari lingkungan hunian yang terdiri atas
lebih dari satu satuan perumahan yang mempunyai prasarana, sarana, utilitas
umum, serta mempunyai penunjang kegiatan fungsi lain di kawasan perkotaan atau
kawasan perdesaan.”
Elemen permukiman
Permukiman terbentuk atas kesatuan antara manusia dan lingkungan sdi
sekitarnya. Permukiman merupakan suatu sistem yang terdiri dari beberapa elemen
yaitu (Suparno Sastra M. dan Endi Marlina, Perencanaan dan Pengembangan
Perumahan, 2006:39):
- Alam.
- Manusia. Di dalam suatu wilayah permukiman, manusia
merupakan pelaku utama kehidupan, disamping makhluk hidup seperti hewan,
tumbuhan dan lainnya. sebagai makhluk yang paling sempurna, dalam
kehidupannya manusia membutuhkan berbagai hal yang dapat menunjang
kelangsungan hidupnya, baik itu kebutuhan biologis (ruang, udara,
temperatur, dan lain-lain), perasaan dan persepsi, kebutuhan emosional dan
kebutuhan akan nilai-nilai moral.
- Masyarakat. Masyarakat merupakan kesatuan kelompok
orang (keluarga) dalam suatu permukiman yang membentuk suatu komunitas
tertentu. Hal-hal yang berkaitan dengan permasalahan yang terjadi dalam
masyarakat yang mendiami suatu wilayah permukiman adalah:
- Kepadatan dan komposisi penduduk
- Kelompok sosial
- Adat dan kebudayaan
- Pengembangan ekonomi
- Pendidikan
- Kesehatan
- Hukum dan administrasi
- Bangunan atau rumah. Bangunan atau rumah merupakan
wadah bagi manusia. Pada prinsipnya bangunan yang dapat digunakan
sepanjang operasional kehidupan manusia bisa dikategorikan sesuai dengan
fungsi masing-masing, yaitu:
- Rumah pelayanan masyarakat (sekolah, rumah sakit,
dan lain-lain)
- Fasilitas rekreasi atau hiburan
- Pusat perbelanjaan
- Industri
- Pusat transportasi
- Networks. Networks merupakan sistem buatan
maupun alami yang menyediakan fasilitas untuk operasional suatu wilayah
permukiman. Untuk sistem buatan, tingkat pemenuhannya bersifat relatif,
dimana antara wilayah permukimansatu dengan yang lainnya tidak sama.
Sistem buatan yang yang keberadaannya diperlukan dalam suatu wilayah
antara lain:
- Sistem jaringan air bersih
- Sistem jaringan listrik
- Sistem transportasi
- Sistem komunikasi
- Drainase dan air kotor
- Tata letak fisik
Tipe dan Jenis Rumah
Kriteria rumah berdasarkan konstruksinya dibedakan menjadi :
Tabel 1.
Kriteria Rumah
Berdasar Konstruksi
|
Kriteria
|
Permanen
|
Semi
Permanen
|
Non
Permanen
|
|
Pondasi
|
Ada
|
Ada
|
Tidak
|
|
Dinding
|
Batu-bata/ batako
|
Setengah tembok & setengah kayu/ bambu
|
Bambu/ kayu
|
|
Atap
|
Genteng
|
Genteng
|
Genteng/ selain genteng
|
|
Lantai
|
Plester/ keramik
|
Plester/ keramik
|
Tanah
|
Jika dilihat berdasarkan ukuranya, standar perbandingan jumlah rumah besar,
rumah sedang dan rumah kecil yaitu 1:3:6
- Luas kapling rumah besar : 120 m² – 600 m² (tipe 70)
- Luas kapling rumah sedang : 70 m² – 100 m² (tipe
45-54)
- Luas kapling rumah kecil : 21 m² – 54 m² (tipe
21-36)
Untuk menentukan luas minimum rata-rata dari perpetakan tanah harus
mempertimbangkan faktor-faktor kehidupan manusianya, faktor alamnya dan
pengaturan bangunan setempat.
Kondisi Fisik Bangunan
Berdasarkan kondisi fisik bangunannya, rumah di Kelurahan Bandulan dapat
digolongkan menjadi 3 golongan, yaitu:
- Rumah permanen, memiliki ciri dinding bangunannya
dari tembok, berlantai semen atau keramik, dan atapnya berbahan genteng.
- Rumah semi-permanen, memiliki ciri dindingnya
setengah tembok dan setengah bambu, atapnya terbuat dari genteng maupun
seng atau asbes, banyak dijumpai pada gang-gang kecil.
- Rumah non-permanen, ciri rumahnya berdinding kayu,
bambu atau gedek, dan tidak berlantai (lantai tanah), atap rumahnya dari
seng maupun asbes.
KLASIFIKASI
KOTA
Ada
2 macam klasifikasi Kota:
1.Klasifikasi
Kwalitatif
2.Klasifikasi
Kwantitatif
Klasifikasi
Kwalitatif, sifatnya SUBYEKTIF:
1.TOWER (1905)
-Kota
dagang
-Kota
industri
-Kota
politik
-Pusat
kegiatan sosial/tempat peristirahatan
2.
AUROSEAU
-Kota
Administrasi
-Kota
Pertahanan
-Kota
Budaya
-Kota
Industri
-Kota
komunikasi
-Kota
rekreasi
3.
GRIFFITH TAYLOR.
Disebut
Antropogeografi
-tahap
bayi, belum memiliki aturan tata guna tanah. penduduk 5000 orang
-tahap
kanak-kanak, sudah memiliki tata guna tanah penduduk 5000 sampai 20.000 orang
-tahap
remaja, sudah ada pabrik, aktivitas kota mulai di desentralisasi
-tahap
dewasa awal, ada pemisahan pemukiman penduduk kota.
-tahap
dewasa, sudah ada pembagian zona pemukiman, industri, perdagangan, dan
lain-lain.
Penduduk
50.000 orang.
Dasar klasifikasi bukan fungsi
tetapi perkembangan kota. Pendekatan yang menghubungkan tata guna tanah dengan
besar kota (evolusioner)
Klasifikasi
Kuantitatif
Kota
diklasifikasi atas dasar lapangan kerja di kota. Fungsi dominan kota akan bisa
ditetapkan
Desa dapat diklasifikasikan menurut:
Menurut aktivitasnya
- Desa
agraris, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di
bidang pertanian dan perkebunanan.
- Desa
industri, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di
bidang industri kecil rumah tangga.
- Desa
nelayan, adalah desa yang mata pencaharian utama penduduknya adalah di
bidang perikanan dan pertambakan.
Menurut tingkat perkembangannya
- Desa
Swadaya
- Daerahnya
terisolir dengan daerah lainnya.
- Penduduknya
jarang.
- Mata
pencaharian homogen yang bersifat agraris.
- Bersifat
tertutup.
- Masyarakat
memegang teguh adat.
- Teknologi
masih rendah.
- Sarana dan
prasarana sangat kurang.
- Hubungan antarmanusia
sangat erat.
- Pengawasan
sosial dilakukan oleh keluarga.
- Desa
Swakarya
- Kebiasaan
atau adat istiadat sudah tidak mengikat penuh.
- Sudah
mulai menpergunakan alat-alat dan teknologi
- Desa
swakarya sudah tidak terisolasi lagi walau letaknya jauh dari pusat
perekonomian.
- Telah
memiliki tingkat perekonomian, pendidikan, jalur lalu lintas dan prasarana
lain.
- Jalur
lalu lintas antara desa dan kota sudah agak lancar.
- Desa
Swasembada
- kebanyakan
berlokasi di ibukota kecamatan.
- penduduknya
padat-padat.
- tidak
terikat dengan adat istiadat
- telah
memiliki fasilitas-fasilitas yang memadai dan labih maju dari desa lain.
- partisipasi
masyarakatnya sudah lebih efektif.
3 R (
Reduce,Reuse,Recyle )

3R adalah singkatan dari Reduce, Reuse dan
Recycle. 3R adalah prinsip utama mengelola sampah mulai dari sumbernya, melalui
berbagai langkah yang mampu mengurangi jumlah sampah yang dibuang ke TPST
(Tempat Pengolahan Sampah Terpadu). Langkah utama adalah pemilahan sejak dari
sumber.
Reduce
artinya mengurangi. Kurangilah jumlah sampah dan hematlah pemakaian barang.
Misalnya dengan membawa tas belanja saat ke pasar sehingga dapat mengurangi
sampah plastik dan mencegah pemakaian styrofoam.
Reuse
artinya pakai ulang. Barang yang masih dapat digunakan jangan langsung dibuang,
tetapi sebisa mungkin gunakanlah kembali berulang-ulang. Misalnya menulis pada
kedua sisi kertas dan menggunakan gelas beling/ gelas kaca.
Recycle artinya
daur ulang. Sampah kertas dapat dibuat hasta karya, demikian pula dengan sampah
kemasan plastik mie instan, sabun, minyak, dll. Sampah organik dapat dibuat
kompos dan digunakan sebagai penyubur tanaman maupun penghijauan.
Penanganan dan pengolahan sampah dapat dilakukan
sejak dari sumbernya melalui pemilahan sampah seperti organik dan
anorganik. Berdasarkan sifatnya, sampah dapat dibedakan menjadi sampah organik
dan anorganik. Sampah organik mengandung senyawa organik atau tersusun atas
unsur karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, dan sedikit fosfat. Sampah organic
terdiri dari daun-daunan, sayur-sayuran dan buah buahan serta sampah dari bekas
makanan. Sedangkan sampah anorganik mengandung senyawa anorganik, sehingga
tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme. Bentuknya seperti plastik, kaca,
besi dan sebagian jenis kertas. Penanganan dan pengolahan sampah organik, dapat
dilakukan melalui pengomposan. Pengomposan sampah organik menghasilkan humus
atau kompos yang dapat dimanfaatkan sebagai pupuk untuk meningkatkan
kesuburan tanah. Proses pengomposan dapat dibantu oleh beberapa proses
yaitu rasio C / N dalam sampah, kelembaban atau kadar air sampah,
aerasi, temperatur, tingkat kesamaan (ph) serta faktor lainnya. Sementara
itu pengolahan sampah anorganik yang tidak dapat terurai di alam dapat dilakukan
dengan pengurangan pemakaian, penggunaan kembali dan penambahan nilai sehingga
dapat dimanfaatkan dalam bentuk lain. Di antaranya menjadikan sampah anorganik
berupa plastik kemasan produk sebagai tas atau hasil kerajinan lain.
APA ITU BANK SAMPAH?
Bank Sampah merupakan
konsep pengumpulan sampah kering dan dipilah serta memiliki manajemen layaknya
perbankan tapi yang ditabung bukan uang melainkan sampah. Warga yang menabung
yang juga disebut nasabah memiliki buku tabungan dan dapat meminjam uang yang nantinya
dikembalikan dengan sampah seharga uang yang dipinjam. Sampah yang ditabung
ditimbang dan dihargai dengan sejumlah uang nantinya akan dijual di pabrik yang
sudah bekerja sama. Sedangkan plastik kemasan dibeli ibu-ibu PKK setempat untuk
didaur ulang menjadi barang-barang kerajinan.
TUJUAN DAN MANFAAT BANK SAMPAH.
Tujuan
dibangunnya bank sampah sebenarnya bukan bank sampah itu sendiri. Bank sampah
adalah strategi untuk membangun kepedulian masyarakat agar dapat ‘berkawan’
dengan sampah untuk mendapatkan manfaat ekonomi langsung dari sampah. Jadi,
bank sampah tidak dapat berdiri sendiri melainkan harus diintegrasikan dengan
gerakan 3R sehingga manfaat langsung yang dirasakan tidak hanya ekonomi, namun
pembangunan lingkungan yang bersih, hijau dan sehat.
Bank sampah juga dapat dijadikan solusi untuk
mencapai pemukiman yang bersih dan nyaman bagi warganya. Dengan pola ini maka
warga selain menjadi disiplin dalam mengelola sampah juga mendapatkan tambahan
pemasukan dari sampah-sampah yang mereka kumpulkan. Tampaknya pemikiran seperti
itu pula yang ditangkap oleh Kementerian Lingkungan Hidup. September lalu
instansi pemerintah ini menargetkan membangun bank sampah di 250 kota di
seluruh Indonesia. Menteri Negara Lingkungan
Hidup Balthasar Kambuaya mengatakan sampah sudah menjadi ancaman yang serius,
bila tidak dikelola dengan baik. Bukan tidak mungkin beberapa tahun mendatang
sekitar 250 juta rakyat Indonesia akan hidup bersama tumpukan sampah di
lingkungannya.
BAGAIMANAKAH PROSES DAN CARA KERJANYA?
Sama seperti di bank-bank penyimpanan uang, para
nasabah dalam hal ini masyarakat bisa langsung datang ke bank untuk menyetor.
Bukan uang yang di setor, namun sampah yang mereka setorkan. Sampah tersebut di
timbang dan di catat di buku rekening oleh petugas bank sampah. Dalam bank
sampah, ada yang di sebut dengan tabungan sampah.
Hal ini adalah cara untuk menyulap sampah menjadi
uang sekaligus menjaga kebersihan lingkungan dari sampah khususnya plastik
sekaligus bisa dimanfaatkan kembali (reuse). Biasanya akan dimanfaatkan
kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu, dan lain-lain.
Syarat sampah yang dapat di tabung adalah yang rapi dalam hal pemotongan.
Maksudnya adalah ketika ingin membuka kemasannya, menggunakan alat dan rapi
dalam pemotongannya. Kemudian sudah di bersihkan atau di cuci.
Yang terakhir, harus menyetorkan minimal 1 kg. Ada
dua bentuk tabungan di bank sampah. Yang pertama yaitu tabungan rupiah di mana
tabungan ini di khususkan untuk masyarakat perorangan. Dengan membawa sampah
kemudian di tukar dengan sejumlah uang dalam bentuk tabungan.
Beberapa contoh kemasan plastik yang dapat di tukar
yaitu menurut kualitas plastiknya. Kualitas ke 1 yaitu plastik yang sedikit
lebar dan tebal (karung beras, detergen, pewangi pakaian, dan pembersih
lantai). Kualitas ke 2 yaitu plastik dari minuman instan dan ukurannya agak
kecil (kopi instan, suplemen, minuman anak-anak, dan lain-lain). Kualitas ke 3
yaitu plastik mie instan. Kemudian kualitas ke 4 yaitu botol plastik air
mineral. Yang paling rendah yaitu kualitas 0 adalah bungkus plastik yang sudah
sobek atau tidak rapi dalam membuka kemasannya. Karena akan susah untuk di
gunakan kembali dalam berbagai bentuk seperti tas, dompet, tempat tisu, dan
lain-lain. Untuk kualitas yang terakhir, harus di setor dalam bentuk guntingan
kecil-kecil (di cacah).
Bentuk tabungan sampah yang kedua di sebut tabungan
lingkungan. Tabungan lingkungan adalah partisipasi perusahaan dan kalangan
bisnis untuk pelestarian lingkungan. Tabungan ini tidak dapat di uangkan,
tetapi nasabahnya akan di publish ke media sebagai perusahaan atau
kalangan bisnis yang melestarikan lingkungan. Lebih lanjut akan di berikan
piagam BUMI setiap hari lingkungan hidup.
Inilah salah satu alternatif untuk memecahkan
masalah sampah dan ikut berpartisipasi melestarikan lingkungan. Yang pada
akhirnya berdampak baik untuk bumi ini. Sekecil apa pun yang kita lakukan untuk
bumi ini, pasti akan berdampak besar bagi kelangsungan bumi itu sendiri.
Bank Sampah di
Indonesia: Menabung, Mengubah Perilaku

Bicara soal sampah: kecenderungannya adalah kita tidak terlalu memikirkan apakah sampah yang kita hasilkan itu organik atau non-organik. Kita mungkin juga tidak terlalu peduli ke mana larinya sampah itu. Sementara kenyataannya: di Indonesia, sampah rumah tangga kita akan bercampur dengan sampah jutaan rumah tangga lainnya, hingga terbentuklah gunung-gunung sampah yang tak semestinya di Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST).
Bicara soal pengelolaan sampah yang ideal, para pakar akan mengatakan bahwa tanggungjawabnya bukanlah milik pemerintah kota semata, tetapi milik bersama.
Jumlah penduduk terus meningkat, begitu pula pola konsumsi. Volume sampah pun kian meluap di berbagai TPST.
Lantas apa yang bisa dilakukan? Saat ini di Indonesia, Bank Dunia tengah mengkaji berbagai cara untuk memperbaiki sistem pengelolaan sampah. Salah satu pilihannya adalah memperbanyak jumlah bank sampah.
Apa yang dimaksud dengan ‘bank
sampah’? Bank sampah sudah ada di berbagai kelurahan di seluruh tanah air,
antara lain di Sulawesi Utara, Kalimantan Timur dan Daerah Istimewa Yogyakarta.
Di sinilah sampah rumahtangga dipilah ke dua kelompok: sampah organik dan
sampah non-organik. Sampah organik diolah menjadi kompos, sementara sampah
non-organik kemudian dipilah lebih lanjut ke tiga sub-kelompok: plastik,
kertas, serta botol dan logam.
Sebagian besar rumahtangga ramah lingkungan di Indonesia menyimpan tiga tong sampah atau kantong sampah besar. Begitu ketiga tong sampah tersebut sudah penuh, isinya lalu bisa “ditabung” di sebuah bank sampah. Seperti halnya sebuah bank komersil, kita bisa membuka rekening di sebuah bank sampah. Secara berkala, kita bisa mengisi tabungan kita dengan sampah non-organik yang ditimbang dan diberi nilai moneter, sesuai harga yang sudah ditentukan oleh para pengepul. Nilai moneter ini ditabung, dan sama halnya sebuah bank komersil, isi tabungan tersebut bisa ditarik sewaktu-waktu. Di manapun tempatnya, prinsip-prinsip dasar bank sampah tetap sama: untuk menyimpan sampah, untuk menabung, untuk menghasilkan uang, untuk mengubah perilaku dan menjaga kebersihan.
Prinsip-prinsip kebersihan dan pengelolaan sampah ramah lingkungan diterapkan sejak dini di sebuah sekolah menengah atas di Manado, Sulawesi Utara. Para siswa SMA 7 mulai menerapkan pola hidup ramah lingkungan di lingkungan sekolahnya sejak tahun 2007, dengan membuat kompos dari sampah organik dari kantinnya. Beberapa tahun kemudian, sebuah bank sampah resmi didirikan di SMA 7 dan para siswa mulai menyadari untungnya menyimpan botol dan bungkus makanan plastik. Hasil tabungan mereka di bank sampah diakui sejumlah siswa cukup membantu untuk membayar kebutuhan-kebutuhan sekolah. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pun memberi penghargaan khusus bagi SMA 7 karena dianggap sangat berprestasi dalam menerapkan jiwa ramah lingkungan di kalangan siswanya.

Di kota Balikpapan, seorang mantan anggota DPRD mendirikan sebuah bank sampah yang lebih konvensional. “’Sampah adalah teman kita. Sampah adalah uang. Itu yang selalu saya tekankan pada warga,” ujar Sobirin, pendiri bank sampah di kelurahan Gunung Samarinda. Sejak pertama berdiri tahun 2010 lalu, sampah non-organik yang terkumpul di bank sampah Sobirin bisa mencapai 2-3 ton per bulan.
“Di bank sampah ini, tiap rumahtangga rata-rata menabung sekitar 50 ribu rupiah per bulan. Lama kelamaan, jumlah yang terkumpul lumayan membantu buat membaya keperluan rumah tangga dan sekolah,” tambah Sobirin.
Tentunya bank sampah Sobirin takkan sukses tanpa partisipasi sejumlah relawan. Selain ketiga relawan yang menangani operasional harian bank sampah, Sobirin juga didukung relawan di 29 titik pengumpulan sampah. Salah satunya, Ibu Mimin, bahkan membuat teroboson sendiri: sampah non-organik yang dikumpulkan di rumahnya bisa ditukar dengan sembako yang tesedia di warung miliknya.
“Tiap minggu saya selalu mengingatkan ibu-ibu lain saat pertemuan PKK bahwa merea bisa menukar sampah menjadi sembako, sesuai dengan berat sampah non-organik yang mereka setor,” kata Ibu Mimin.
Sementara di Sukunan – sebuah desa kecil di kabupaten Sleman, DIY – Iswanto, seorang pakar pengelolaan sampah memperkenalkan konsep ‘bank sampah shodaqoh’, dimana warga bersedekah kepada komunitasnya dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan sampah non-organik. Sekitar 230 dari 300 rumah tangga di Desa Sukunan ikut terlibat dalam program shodaqoh sampah
ini, dan mengumpulkan sekitar 2 ton sampah non-organik per bulan. Hasil penjualan sampah yang terkumpul kemudian digunakan untuk keperluan komunitas – seperti taman bermain contohnya – yang ditentukan langsung oleh warga setempat.
Telusuri Desa Sukunan dan kita takkan melihat sampah berserakan di jalan atau mencium aroma sampah terbakar. Menurut Iswanto, ”Warga disini sudah terlalu malu untuk bakar sampah di pekarangan rumah – tetangga-tetangga mereka sendiri yang bakal menegur.”
Bank sampah juga bisa ditemukan di berbagai negara lain selain Indonesia. Kami di Indonesia sangat tertarik untuk belajar tentang pengalaman mengelola bank sampah di negara-negara lain.
Sebagian besar rumahtangga ramah lingkungan di Indonesia menyimpan tiga tong sampah atau kantong sampah besar. Begitu ketiga tong sampah tersebut sudah penuh, isinya lalu bisa “ditabung” di sebuah bank sampah. Seperti halnya sebuah bank komersil, kita bisa membuka rekening di sebuah bank sampah. Secara berkala, kita bisa mengisi tabungan kita dengan sampah non-organik yang ditimbang dan diberi nilai moneter, sesuai harga yang sudah ditentukan oleh para pengepul. Nilai moneter ini ditabung, dan sama halnya sebuah bank komersil, isi tabungan tersebut bisa ditarik sewaktu-waktu. Di manapun tempatnya, prinsip-prinsip dasar bank sampah tetap sama: untuk menyimpan sampah, untuk menabung, untuk menghasilkan uang, untuk mengubah perilaku dan menjaga kebersihan.
Prinsip-prinsip kebersihan dan pengelolaan sampah ramah lingkungan diterapkan sejak dini di sebuah sekolah menengah atas di Manado, Sulawesi Utara. Para siswa SMA 7 mulai menerapkan pola hidup ramah lingkungan di lingkungan sekolahnya sejak tahun 2007, dengan membuat kompos dari sampah organik dari kantinnya. Beberapa tahun kemudian, sebuah bank sampah resmi didirikan di SMA 7 dan para siswa mulai menyadari untungnya menyimpan botol dan bungkus makanan plastik. Hasil tabungan mereka di bank sampah diakui sejumlah siswa cukup membantu untuk membayar kebutuhan-kebutuhan sekolah. Kementerian Lingkungan Hidup Republik Indonesia pun memberi penghargaan khusus bagi SMA 7 karena dianggap sangat berprestasi dalam menerapkan jiwa ramah lingkungan di kalangan siswanya.
Di kota Balikpapan, seorang mantan anggota DPRD mendirikan sebuah bank sampah yang lebih konvensional. “’Sampah adalah teman kita. Sampah adalah uang. Itu yang selalu saya tekankan pada warga,” ujar Sobirin, pendiri bank sampah di kelurahan Gunung Samarinda. Sejak pertama berdiri tahun 2010 lalu, sampah non-organik yang terkumpul di bank sampah Sobirin bisa mencapai 2-3 ton per bulan.
“Di bank sampah ini, tiap rumahtangga rata-rata menabung sekitar 50 ribu rupiah per bulan. Lama kelamaan, jumlah yang terkumpul lumayan membantu buat membaya keperluan rumah tangga dan sekolah,” tambah Sobirin.
Tentunya bank sampah Sobirin takkan sukses tanpa partisipasi sejumlah relawan. Selain ketiga relawan yang menangani operasional harian bank sampah, Sobirin juga didukung relawan di 29 titik pengumpulan sampah. Salah satunya, Ibu Mimin, bahkan membuat teroboson sendiri: sampah non-organik yang dikumpulkan di rumahnya bisa ditukar dengan sembako yang tesedia di warung miliknya.
“Tiap minggu saya selalu mengingatkan ibu-ibu lain saat pertemuan PKK bahwa merea bisa menukar sampah menjadi sembako, sesuai dengan berat sampah non-organik yang mereka setor,” kata Ibu Mimin.
Sementara di Sukunan – sebuah desa kecil di kabupaten Sleman, DIY – Iswanto, seorang pakar pengelolaan sampah memperkenalkan konsep ‘bank sampah shodaqoh’, dimana warga bersedekah kepada komunitasnya dengan penghasilan yang diperoleh dari penjualan sampah non-organik. Sekitar 230 dari 300 rumah tangga di Desa Sukunan ikut terlibat dalam program shodaqoh sampah
ini, dan mengumpulkan sekitar 2 ton sampah non-organik per bulan. Hasil penjualan sampah yang terkumpul kemudian digunakan untuk keperluan komunitas – seperti taman bermain contohnya – yang ditentukan langsung oleh warga setempat.
Telusuri Desa Sukunan dan kita takkan melihat sampah berserakan di jalan atau mencium aroma sampah terbakar. Menurut Iswanto, ”Warga disini sudah terlalu malu untuk bakar sampah di pekarangan rumah – tetangga-tetangga mereka sendiri yang bakal menegur.”
Bank sampah juga bisa ditemukan di berbagai negara lain selain Indonesia. Kami di Indonesia sangat tertarik untuk belajar tentang pengalaman mengelola bank sampah di negara-negara lain.
Penanganan Sampah dengan Peran Aktif Masyarakat
Masalah sampah di berbagai kota di
Indonesia dapat dipecahkan dengan baik apabila peran aktif masyarakat
meningkat. Pada umumnya proses pengelolaan sampah dengan basis komunal dari
beberapa tahapan proses, antara lain :
1. Mengupayakan agar sampah
dikelola, dipilah dan diproses tahap awal mulai dari tempat timbulan sampah itu
sendiri (dalam hal ini mayoritas adalah lingkungan rumah tangga). Upaya ini
setidaknya dapat mengurangi timbulan sampah yang harus dikumpulkan dan diangkut
ke TPS sehingga bebannya menjadi berkurang.
2. Pada fase awal di tingkat rumah
tangga setidaknya diupayakan untuk mengolah sampah organik menjadi kompos dan
sampah anorganik dipilah serta dikumpul menurut jenisnya sehingga memungkinkan
untuk di daur-ulang. Pemberdayaan TPS perlu ditingkatkan dengan pembuatan IPSO
disana untuk mendampingi pengelolaan di tiap rumah tangga. Hasil pengamatan
kondisi TPS di beberapa kab/kota di Indonesia diketahui bahwa masing-masing
sampah anorganik sangat memiliki nilai ekonomi.
3. Tahapan selanjutnya adalah
pengolahan sampah yang tidak memungkinkan untuk diolah di setiap lingkungan
rumah tangga yang mempunyai TPS. TPS yang ada dengan menggunakan pendekatan ini
kemudian diubah fungsinya menjadi semacam pabrik pengolahan sampah terpadu,
yang produk hasil olahnya adalah kompos, bahan daur ulang dan sampah yang tidak
dapat diolah lagi.
4. Tahapan akhir adalah pengangkutan
sisa akhir sampah, sampah yang tidak dapat didaur ulang atau tidak dapat
dimanfaatkan lagi di TPS sekitar 10-20% sampah menuju TPST. Pada fase ini
barulah proses penimbunan atau pembakaran sampah akhir dapat dilakukan dengan
menggunakan incinerator.
Berdasarkan tahapan proses di atas
kunci penanganan sampah berbasis masyarakat (komunal) ini sebenarnya terletak
pada rantai proses di tingkat rumah tangga dan di tingkat kelurahan/desa (yaitu
di TPS). Yang melibatkan langsung masyarakat sebagai pengelola plus (pemilik
home industri). Tanpa system komunal ini mustahil sampah dapat diatasi dengan
tuntas atau berkelanjutan (sustainable). Cara penanganan seperti ini sebenarnya
bertujuan untuk :
1. Membudayakan cara pembuangan
sampah yang baik mulai dari lingkungan rumah tangga hingga ke TPS dengan
menggunakan kresek/box sampah.
2. Menata TPS menjadi pusat
pemanfaatan sampah organik dan anorganik secara maksimal.
3. Menjadikan sampah organik dan
anorganik yang tersisa dari pengelolaan di tingkat komunal menjadi bahan baku
bahan pembangkit listrik dan biogas berbasis sampah kota.
4. Program pengelolaan sampah
berbasis komunal ini secara pasti akan memotong mata rantai distribusi sampah
dari TPS ke TPST.
5. Menciptakan usaha baru di tingkat
masyarakat, yang akhirnya akan memandirikan masyarakat dalam mengelola sampahnya
sendiri.
Substansi Program Pro Green
Secara holistic dalam mensukseskan
program progreen, haruslah dimulai dengan program bersih lingkungan dengan
mengelola sampah dengan bijaksana. Sesungguhnya inilah inti dari program
progreen. Bukan hanya menanam pohon saja, seperti selama ini yang dilakukan
pemerintah (akan terjadi pemubadziran anggaran saja) tapi dengan mengelola
kebersihan untuk dijadikan sarana dan prasarana pupuk dan pemupukan agar
tanaman menjadi hijau, tentu didalanmnya akan tercipta sebuah proses
kreatifitas dan aktivitas di tingkat masyarakat komunal (tercipta kemandirian).
Diharapkan dengan pola komunal ini, masyarakat tentu akan peduli menanam pohon
dan tidak terlalu susah memeliharanya, karena pupuknya yang berbasis sampah
kota dapat dengan mudah diperoleh (sustainable).
Implementasi model ini tergantung
sikap dan kemauan keras pemerintah untuk meninggalkan cara lama dalam menangani
persampahan di kab/kota di Indonesia serta dukungan serius dari masyarakat
selaku produsen sampah dalam memperlakukan sampahnya sendiri. Semakin sadar
masyarakat dan pemerintah akan pentingnya kebersihan lingkungan akan semakin
mudah proses ini dapat dilaksanakan. Untuk itu peran pemerintah, LSM serta
peran dunia usaha dalam mensosialisasikan hal ini serta harus didukung dengan
penerapan dengan tegas dan bijak UU. 18 Tahun 2008 Tentang Pengelolaan Sampah
serta UU.No.32 Tahun 2009 Tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan
Hidup. Disamping itu, pemerintah Kab/Kota harus mengikutinya dengan jalan membuat
atau merevisi perda tentang pengelolaan sampah ini yang sifatnya lebih tegas
dengan bernapas pada kedua undang-undang tersebut diatas, juga didalamnya akan
tercipta sumber PAD baru bagi daerah itu sendiri, pada akhirnya akan menentukan
keberhasilan dalam penanggulangan masalah sampah khususnya di perkotaan dan
termasuk pula mengantisipasi limbah pertanian dipedesaan, demi menuju hijaunya
Indonesia. Sukses program progreen Indonesia.
KOPERASI “SAMPAH”
Koperasi merupakan Soko Guru Perekonomian bangsa
ini. Dalam suatu desa bisa dibikin sebuah koperasi atau mengikuti sistem sebuah
koperasi. selayaknya sebuah koperasi, ada simpanan pokok , simpanan wajib,
dan Simpan Sukarela. Nah biasanya ini yang paling berat buat masyarakat desa
kalau diminta mengumpulkan uang, apalagi untuk mengumpulkan uang, untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari saja mereka mungkin belum terpenuhi 100%.
Maka dari itu untuk simpanan nya kita ganti
dengan “sampah”. Anggota di wajibkan setiap bulan untuk menyetor sampahnya ke
koperasi. Tentunya tidak begitu susah untuk mengumpulkan sampah dari mereka
sendiri, dibandingkan untuk mengumpulkan uang. sampah yang akan di setorkan ke
koperasi tentunya harus dipisah-pisahkan dulu oleh anggota koperasi tersebut.
sampah yang dikumpulkan adalah sampah anorganik, seperti plastik, botol
minuman, dan barang-barang rumah tangga yang sekiranya sudah tidak terpakai
lagi. Sampah-sampah yang dikumpulkan tersebut oleh pengurus koperasi akan di pilih
dan dikelompokkan untuk bisa di jual kembali atau koperasi bisa melakukan daur
ulang sendiri, agar menghasilkan nilai jual kembali dan bisa juga berupa hasil
kerajinan tangan sehingga koperasi ini bisa menghasilkan pendapatan dari sampah
yang setiap hari dihasilkan oleh para anggotanya yaitu warga desa itu sendiri.
Dan pada akhir tahun koperasi tersebut bisa
menghasilkan Sisa Hasil Usaha (SHU) yang akan dibagikan ke anggotanya.
Shodaqoh Sampah
MENGAPA HARUS ADA GERAKAN SHODAQOH
SAMPAH
MAKNA SHODAQOH
<!--Secara
bahasa shodaqoh berasal dari kata shodaqo yang berarti benar.
Seakar kata dengan shodiqa-shiddiiqo yang berarti
pertemanan/persahabatan.
<!-Shodaqoh
sebuah tindakan yang bisa menjadi bukti akan kebenaran iman seseorang (Yusuf
al-Qardlawi). Shodaqoh dapat menimbulkan persahabatan yang benar/jujur.
<!-Shodaqoh
juga berarti harta yang dikeluarkan oleh seseorang dalam rangka mendekatkan
diri kepada Allah.
HUKUM DAN BENTUK SHODAQOH
<!-Hukum
Shadaqoh ada yang wajib dan sunnah. Yang wajib dinamakan zakat (Q.S. At-Taubah:
60 dan 130). Yang sunnah adalah segala kebajikan untuk mendekatkan diri kepada
Allah.
<!-Bentuknya
bisa bersifat materi dan non materi.
JENIS DAN SIAPA PEMBERI SHODAQOH
<!-Tidak ada ketentuan khusus terkait jenis shodaqoh ini.
Secara ideal memang barang yang terbaik (Q.S. Ali Imran: 92), namun juga
dikatakan Nabi bahwa memberikan senyum dan menyingkirkan duri dari jalan juga
termasuk bagian shodaqoh. Sehingga mengelola sampah agar sampah tidak merugikan
kehidupan manusia jelas merupakan sebuah KEBAJIKAN dan karenanya SAMPAH dapat
dijadikan media shodaqoh.
PERUNTUKAN SHODAQOH
<!-Shodaqoh
diperuntukkan kegiatan amal shaleh, seperti santunan bea siswa, dana pengajian,
dana pendidikan, santunan fakir miskin dan lain-lain. Termasuk di dalamnya
adalah biaya pengelolaan gerakan shodaqoh sampah itu sendiri.
<!-Shodaqoh
sampah berbeda dengan BANK SAMPAH di mana sampah yang diserahkan didata dan
hasilnya merupakan investasi pengumpul sampah, tetapi dalam shodaqoh semua yang
terkumpul menjadi investasi bersama dan bersifat ukhrowi (shodaqoh jariyah).
Pendataan diperlukan sebatas untuk administrasi, transparansi dan
akuntabilitas.
Shodaqoh sampah adalah modifikasi ulang dari
pengelolaan sampah berbasis 3R (Reuse, Reduce, Recycle) dengan memberikan
sentuhan teologi didalamnya. Shodaqoh sampah adalah konsep dan gagasan yang
dikembangkan oleh Majelis Lingkungan Hidup Muhammadiyah (MLH).
Di Dusun Salakan, Desa Potorono, Kab. Sleman Daerah
Istimewa Yogyakarta muncul berupa berubahnya paradigma masyarakat tentang
sampah, yang awalnya sampah dianggap sebagai barang yang remeh dan tak berguna
kemudian dengan adanya gerakan shodaqoh sampah paradigma masyarakat mulai
berubah dan sudah melihat sampah sebagai komoditas yang mempunyai nilai
ekonomi. Terbentuknya kepengurusan shodaqoh sampah di tingkat RT yang disebut
sebagai BMS (Bersih Menuju Sehat), diikuti dengan adanya sarana prasaran
termasuk sak untuk pewadahan dan LuASS (lumbung amal shodaqoh sampah).
Manajemen pemilahan, penjualan, dan pelaporan shodaqoh sampah berjalan cukup
baik meskipun ada kendala teknis dilapangan seperti tidak maksimalnya
masyarakat dalam memanfaatkan wadah sak yang telah disediakan pangurus dan
masih agak enggannya masyarakat untuk memilah sampah dari sumbernya, sehingga petugas
pengambil sampah harus memilah ulang karena sampah yang tercampur. Angka
partisipasi masyarakat yang cukup tinggi, berdasarkan data dari BMS mencapai
angka 93 KK dari RT 05 dan beberapa dari tetangga RT dan desa lain.


Tidak ada komentar:
Posting Komentar