Minggu, 17 Maret 2019

Kerancuan Paham Pihak Yang Menyangkal Keniscayaan Benturan Peradaban


Kerancuan Paham Pihak Yang Menyangkal Keniscayaan Benturan Peradaban



Demikianlah tadi telah disampaikan pernyataan dan tindakan para penganut peradaban kufur, yang menunjukkan kesesuaian antara keduanya. Namun demikian, masih ada kaum Muslim yang menyesatkan dan ada pula yang bersikap lugu (naif), yang selalu memaksakan diri berdialog serta menyangkal benturan dan pertarungan peradaban. Sebagian umat tetap melakukan dialog antar agama —khususnya dengan kaum Nasrani— dengan tujuan untuk mencari titik temu antara Islam dan Nasrani – sebagai sikap penentangan terhadap ateisme. Mereka lupa atau pura-pura lupa bahwa kekufuran adalah aqidah satu (al-kufru millah wahidah), sebagaimana firman Allah,

126      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

ﻢﹸﻜﻨﻳِﺩ ﻢﹸﻜﹶﻟ

Bagimu agamamu. (TQS. al-Kafirun [109]: 6)


Pada ayat sebelumnya, Allah menyeru kepada kaum kafir dengan bentuk jamak (al-kaafiruun),

ﻥﻭﺮِﻓﺎﹶﻜﹾﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎ ﻞﹸﻗﹾ

Katakanlah, hai orang-orang kafir. (TQS. al-Kafirun [109]: 1)


Kemudian Allah Swt. menjelaskan diin dalam bentuk tunggal (bukan jamak : adyaan),

ﻢﹸﻜﻨﻳِﺩ ﻢﹸﻜﹶﻟ

Bagimu agamamu. (TQS. al-Kafirun [109]: 6)


Demikian pula bila kita memahami masalah Palestina. Siapakah yang merekayasa pendirian negara Yahudi Israel, melindunginya, dan membantunya dengan uang, senjata, dan dukungan politik, selain negara-negara kafir yang tegak di atas peradaban kapitalisme?

Jadi, orang-orang yang menyesatkan umat mempunyai kewajiban untuk menghentikan seruan

721     KerancuanPaham...

kufur tersebut; karena dengan berpendapat seperti itu

mereka telah menjadi agen intelektual kaum kapitalis. Sedangkan kalangan Muslim yang bersikap lugu telah menganggap remeh dan menyibukkan dirinya dengan hal-hal yang tidak berguna, serta ikut serta menyesatkan masyarakat awam. Mereka ikut serta dalam berbagai pertemuan dan dialog yang diadakan kaum Yahudi dan Nasrani. Seruan mereka adalah seruan yang sangat meragukan, yang dikumandangkan oleh orang-orang yang berniat memisahkan kaum Muslim dari diinul Islam, dan hendak mencampuradukkan yang hak dan yang bathil.

ﻟﹶﻦ ﺗﺮﺿﻰ ﻋﻚ ﺍﻟﹾﻴﻻﹶ ﺍﻟﻨﺎﺭﻯ ﺣﺘﻰ ﺘﺒِﻊ ﻣِﻠﱠﺘ ﻗﹸﻞﹾ ﺇِﻥﱠ ﻫﻯ ﺍﷲِ ﻫ ﺍﻟﹾﻬﻯ ﻭﻟﹶﺌِــﻦِ ﺍﺗﺒﻌــ ﺃﹶﻫﺍﺀَﻫﺑﻌﺪ ﺍﻟﱠﺬِﻱ ﺟﺎﺀَﻙ ﻣِﻦ ﺍﻟﹾﻌِﻠﹾﻢ ﻣﺎ ﻟﹶﻚ ﻣِــ ﺍﷲِ ﻣِﻦﻟِﻲﻻﹶ ﻧﺼِﲑٍ
Orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada

kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah, ‘Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk yang benar.’ Dan sesungguhnya jika kamu

128      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu. (TQS. al-Baqarah [2]: 120)

Demikian juga firman-Nya,

ﻥﻮﻨِﻫﻴﹶﻓ ﻦِﻫﺪ ﻮﹶﻟ ﺍﻭﺩ

Maka mereka menginginkan supaya kamu bersikap lunak, lalu mereka bersikap lunak pula kepadamu. (TQS. al-Qalam [68]: 9)

Yang dimaksud bersikap lunak adalah cenderung kepada mereka. Ayat ini, sekalipun berbicara tentang kaum musyrik Makkah, namun dapat pula dialamatkan pada setiap orang kafir dan musyrik. Ayat-ayat yang qath’i (pasti) telah membuktikan; para sahabat pun bersepakat (ijma); dan Umat Islam juga tahu pasti, bahwa Ahli Kitab adalah orang-orang kafir. Karena itu tidak boleh berkompromi atau cenderung kepada mereka. Sebaliknya, kita harus menunjukkan kesalahan agama mereka, kekufuran mereka, dan kebatilan mereka, serta menyeru mereka untuk masuk ke dalam diin yang hak, yakni diinul Islam. Setelah Khilafah

921     KerancuanPaham...

berhasil ditegakkan nanti, mereka pun diseru untuk masuk Islam; bila menolak masuk Islam, mereka harus membayar jizyah; bila masih juga menolak, baru

kemudian mereka diperangi. Adalah suatu kesesatan bila berdalil dengan firman

Allah,

ﻻﹶ ﺗﺠﺎﺩِﻟﹸﻮﺍ ﺃﹶﻫﻞ ﺍﻟﹾﻜِﺘﺎﺏ ﺇِﻻﱠ ﺑِﺎﻟﱠﺘِﻲ ﻫِﻲ ﺃﹶﺣ

Dan janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling baik. (TQS. al-Ankabut [29]: 46),

namun menyembunyikan penggalan ayat berikutnya, yaitu:

ﺇِﻻﱠ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻇﹶﻠﹶﻤﻮﺍ ﻣِﻨﻢ ﻭﻗﹸﻮﻟﹸﻮﺍ ﺀَﺍﻣﻨﺎ ﺑِﺎﻟﱠﺬِﻱ ﺃﹸﻧﺰِﻝﹶ ﺇِﻟﹶﻴﻨﺎ ﻭﺃﹸﻧﺰِﻝﹶ ﺇِﻟﹶﻴﻜﹸﻢ ﻭﺇِﻟﹶﻬﻨﺎ ﻭﺇِﻟﹶﻬﻜﹸﻢﺍﺣِــﻧﺤــ ﻟﹶــﻠِﻤﻮﻥﹶ

kecuali dengan orang-orang zalim di antara mereka. Dan katakanlah, ‘Kami telah beriman kepada kitab-kitab yang diturunkan kepada kami dan yang diturunkan kepada kamu. Tuhan kami

130      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

dan Tuhanmu adalah satu, dan hanya kepada-Nya kami berserah diri.” (TQS. al-Ankabut [29]: 46)

Dengan demikian, menurut ayat ini, orang-orang yang berbuat zalim dikecualikan dari perintah untuk berdebat dengan cara yang paling baik. Mereka adalah orang-orang yang memerangi kaum Muslim dan tidak mau membayar jizyah. Maka yang harus dilakukan kepada orang-orang seperti itu adalah dengan mengalahkan mereka, bukan berdebat dengan mereka.

Demikian pula merupakan suatu kesalahan menjadikan firman Allah,

ــﻧِﺇ ﻢﹸﻜِﺘﻧﺎﹶﻜ ﻰﹶﻠﻋ ﺍﻮﹸﻠﻤﻋﺍ ﻥﻮﹶﻨِﻣﺆﻳ ﹶﻻ ﻦﻳِﺬﱠﻠِﻟ ﹾﻞﹸﻗﻭ ﹶﻥﻭﺮِﻈﻣ ﺎﻧِﺇ ﺍﻭﺮِﻈﻧﺍﻭ   ﹶﻥﻮﹸﻠِﻣﺎ

Dan katakanlah kepada orang-orang yang tidak beriman, ‘Berbuatlah menurut kemampuanmu, sesungguhnya kami pun berbuat pula. Dan tunggulah, sesungguhnya kami pun menunggu. (TQS. Huud [11]: 121-122)

sebagai dalil untuk “hidup berdampingan secara damai (peaceful co-existence) antara kami dan mereka”. Ayat

KerancuanPaham... 131

ini justru bermakna intimidasi (tahdid) dan ancaman (wa’id); yaitu bahwa kaum Muslim diperintahkan, tidak sekedar mengintimidasi atau mengancam mereka, namun untuk memerangi mereka bila tidak mau memeluk Islam atau membayar jizyah. Lalu di mana adanya ‘hidup berdampingan secara damai?’

Sementara itu, atas dasar firman Allah Swt.,

ﻯﺭﺎﺼﻨﻟﺍﻭ ﲔِﺌِﺑﺎﺼﻟﺍ ﺍﻭﺩﺎ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﱠﻥِﺇ ﻡﻮ ﻢﻬﻴﺑ ﹸﻞِﺼﹾﻔﻳ َﷲﺍ ﱠﻥِﺇ ﺍﻮﹸﻛﺮﺷﹶﺃ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍﻭ ﺱﻮﺠﻤﹾﻟﺍ ﺪﻴِﻬﺷٍﺷ ﱢﻞﹸﻛ ﻰﹶﻠﻋَﷲﺍ ﻥِﺇﱠ ﺔﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ
Sesungguhnya orang-orang yang beriman, orang-orang Yahudi, Shabi’in, orang-orang Nasrani, orang-orang Majusi, dan orang-orang musyrik, Allah akan memberi keputusan di antara mereka pada hari kiamat. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (TQS. al-Hajj [22]: 17)

beberapa kalangan menyerukan untuk “menyerahkan keputusan kepada Allah pada hari Kiamat atas segala perbedaan aqidah dan perbuatan antara kita dan mereka”. Bila makna yang dipahami adalah tidak

132      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

memaksa mereka masuk Islam, maka pemahaman itu tidaklah keliru. Bila dipahami bahwa Allah akan memberi keputusan pada hari Kiamat, tidak pula keliru. Tetapi bila ayat itu dipahami tidak usah menyeru mereka untuk masuk Islam, maka pemahaman itu keliru. Karena, kita diperintahkan untuk berdakwah kepada mereka, sampai mereka masuk Islam, atau membayar jizyah, atau diperangi. Bila yang dimaksud adalah tidak memerangi mereka, maka pemahaman ini juga tidak tepat; karena perang ofensif (qital ath-thalab) merupakan salah satu kewajiban dalam Islam sebagaimana akan dijelaskan kemudian.

Ada pula sebagian kalangan yang menjadikan ayat al-Quran berikut,

ﻦﻳِﺪــﻟﺍ ﻲِﻓ ﻢﹸﻛﻮﹸﻠِﺗﺎﹶﻘﻳ ﻢﹶﻟ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ُِﷲﺍ ﻢﹸﻛﺎﻨﻳ ﹶﻻ ﺍﻮﹸﻄــِﺴﹾﻘﺗﻫﻭ ﻥﹶﺃﹾ ﻢﹸﻛِﺭﺎﻳِﺩ ﻦِﻣ ﻢﹸﻛﻮﺟِﺮﺨﻳ ﻢﹶﻟ

ﻴِﻄِﺴﹾﻘﻤﹾﻟﺍ ﺐِﺤﷲﺍَ ﻥِﺇﱠ ﻢِﻬﻴﹶﻟِﺇ

Allah tidak melarang kamu untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu karena agama, dan tidak mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai

KerancuanPaham... 133

orang-orang yang berlaku adil. (TQS. al-Mumtahanah [60]: 8)


sebagai dalil “bolehnya berbuat baik, adil, dan memperlakukan kaum kafir dengan baik”. Padahal ayat ini ditujukan kepada orang-orang mukmin yang tinggal di Makkah dan tidak ikut hijrah, sehingga beristidlal dengan ayat ini tidaklah pada tempatnya. Bila dalil tersebut dimaknai bahwa setiap orang kafir boleh diperlakukan dengan baik, karena mereka tidak memerangi kaum Muslim karena agama tidak dan mengusir kaum Muslim, maka pemahaman itu memang benar. Tentu saja, dalil itu tidak bisa digunakan terhadap orang-orang yang memerangi kaum Muslim di Palestina, yang mengusir dan membantu pengusiran tersebut. Demikian pula, dalil itu tidak bisa ditujukan kepada orang-orang yang memerangi kaum Muslim Afghanistan, yang mengusir mereka, dan yang membantu pengusirannya. Begitu juga, dalil itu tidak bisa digunakan untuk orang-orang yang memerangi kaum Muslim di Irak pada Perang Teluk Kedua, di Kashmir, di Chechnya, dan sebagainya.

Bila mereka menjadikan firman Allah,

134      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

ﺎﻬﹶﻟ ﺢﻨﺟﺎﹶﻓ ﻢﹾﻠﺴﻠِﻟ ﺍﻮﺤ ﻥِﺇﹾﻭ

Dan jika mereka condong kepada perdamaian, maka condonglah kepadanya . (TQS. al-Anfaal [8]: 61)

sebagai dalil untuk mengatakan bahwa “Islam adalah agama perdamaian, dan bahwa perdamaian (as-salaam) adalah prinsip dasar [hubungan dengan non-muslim]”, maka ayat ini harus dipahami bersama dengan firman-Nya,

ﷲﺍُﻭ ﻥﹶﻮــﹶﻠﻋَﻷﺍ ﻢﺘﻧﹶﺃ ﻢﹾﻠِﺴﻟﺍ ﻰﹶﻟِﺇ ﺍﻮﻋﺗﻭ ﺍﻮﻨِﻬ ﻼﹶﻓ ﻢﹸﻜﹶﻟﺎﻤﻋﹶﺃ ﻢﹸﻛﺮِﺘﻳ ﻦﹶﻟ ﻢﹸﻜ

Janganlah kamu bersikap lemah dan menyerukan perdamaian, padahal kamulah yang berada di atas (menang). (TQS. Muhammad [47]: 35)

Dengan demikian, bila kaum Muslim hidup dalam keadaan bermartabat, kuat, berkuasa, dan sebagai satu jamaah, maka tidak ada istilah “perdamaian”. Pertimbangan untuk menentukan manfaat atau mudharat dari sebuah perdamaian diserahkan sepenuhnya kepada Khalifah, dan tidak perlu ada

KerancuanPaham... 135

pertimbangan dari orang lain kecuali yang mendapat amanat darinya.

Bila mereka berhujjah dengan firman Allah Swt.,

ﻻﹶﻭـﱠﻓﺎﹶﻛﹰ ﻢﹾﻠـِﺴﻟﺍ ﻲِﻓ ﺍﻮﹸﻠﺧﺩﺍ ﺍﻮﻨﻣﺍَﺀ ﻦﻳِﺬﱠﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃﺎــِﺒﻣ ﻢﹸﻜﹶﻟﻧِﺇ ﻥﺎﹶﻄِﻴﺸﻟﺍ ﺕﺍِﻮﹸﻄ ﺍﻮﻌِﺒ

Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam (as-silm) secara kaaffah, dan janganlah kamu turuti langkah-langkah syaitan. Sesungguhnya syaitan itu musuh yang nyata bagimu. (TQS. al-Baqarah [2]: 208)

Maka di sini perlu dipahami mengenai siapa saja yang diseru oleh ayat ini, serta apa yang dimaksud dengan as-silm. ‘Orang-orang yang beriman’ dalam ayat ini kemungkinan bermakna kaum Muslim, dan kemungkinan juga berarti orang-orang yang beriman terhadap nabi-nabi sebelum Nabi Muhammad saw. Sedangkan as-silm bisa berarti Islam, tetapi bisa pula bermakna perdamaian (sulh).

Bila yang diseru adalah kaum Muslim, maka tidak ada artinya memerintahkan mereka “masuk ke dalam perdamaian dengan kaum mukmin lainnya”, karena

136      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

yang diseru bukanlah orang muharibin (yang memerangi) tetapi sesama kaum mukmin juga. Makna yang lebih tepat adalah “masuklah ke dalam Islam secara keseluruhan, yaitu dengan menaati seluruh syariat Allah Swt.., menegakkan aturan-aturan dan hukum-hukum-Nya, bukan dengan berusaha mengambil sebagian dan meninggalkan sebagian yang lain.”

Sementara itu, bila yang diseru adalah orang-orang yang beriman sebelum Nabi Muhammad saw., tidak ada artinya juga menyerukan mereka untuk “masuklah ke dalam perdamaian.” Makna seperti itu tidak ada dalam al-Quran. Imam at-Thabari mengatakan, “Sedangkan bila yang dimaksud adalah menyeru mereka ke dalam perdamaian untuk pertama kali, maka makna ini tidak ada dalam al-Quran.” Dengan demikian, makna ayat tersebut adalah menyeru orang-orang mukmin kepada Islam dan untuk masuk Islam secara keseluruhan. Jadi, siapa pun yang diseru ayat itu, tidak ada seruan bagi kaum Muslim untuk ikut serta ke dalam suatu perjanjian perdamaian dengan kaum kafir atau perdamaian bersama (muwada’ah).

Sebagian kalangan ada pula yang menggunakan firman Allah Swt..,

KerancuanPaham... 137

ﻢﹶﻠـﺴﻟﺍ ﻢﹸﻜﻴﹶﻟِﺇ ﺍﻮﹶﻘﹾﻟﹶﺃ ﻢﹸﻛﻮﹸﻠِﺗﺎﹶﻘ ﻢﹶﻠﹶﻓ ﻢﹸﻛﻮﹸﻟﺰﻋﺍ ﻥِﺈﹶﻓ ﻼﻴِﺒﹰﺳ ﻢِﻬﻴﹶﻠ ﻢﹸﻜﹶﻟ ﷲﺍُ ﻞﹶﻌ ﺎﻤﹶﻓ

Tetapi jika mereka membiarkan kamu dan tidak memerangi kamu serta menyerukan perdamaian kepadamu, maka Allah tidak memberi jalan bagimu untuk memerangi mereka. (TQS. An-Nisa’ [4]: 90)

untuk melarang kaum Muslim memulai perang terhadap kaum kafir yang berdamai dan membiarkan kaum Muslim. Padahal ayat ini sebenarnya berkaitan dengan orang-orang munafik yang minta perlindungan kepada kaum yang mempunyai perjanjian dengan kaum Muslim, dan mereka mengikuti aturan dan hukum kaum tersebut. Ayat ini berbicara tentang orang-orang munafik yang keluar bersama orang-orang kafir untuk memerangi kaum Muslim karena dipaksa, tetapi kemudian mundur dari peperangan, sebagaimana para munafik yang ikut bersama kaum musyrik Quraisy pada Perang Badar. Maka bagi mereka yang mundur dan minta perlindungan kepada kaum yang punya perjanjian dengan kaum Muslim, tidak ada alasan untuk dibunuh.
Mereka berhujjah dengan firman Allah :

138                                  BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

ﻗﹶﺎﺗِﻠﹸﻮﺍ ﻓِﻲ ﺳﺒِﻴﻞ ﺍﷲِ ﺍﻟﱠﺬِﻳﻦ ﻳﻘﹶﺎﺗِﻠﹸﻮﻧﻜﹸﻢﻻﹶ ﺗﻌﺘﺪﻭﺍ ﺇِﻥﱠ ﺍﷲَ ﻻﹶ ﻳﺤِﺐ ﺍﻟﹾﻤﺘﺪِﻳﻦ

Dan perangilah di jalan Allah orang-orang yang memerangimu, tapi janganlah kamu melampaui batas, karena sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang ang melampaui batas . (TQS. al-Baqarah [2]: 190)

untuk menyatakan, bahwa memulai perang terhadap kaum kafir adalah hal yang melampaui batas dan merupakan kezaliman, sehingga kita dilarang memulai perang terhadap kaum kafir. Padahal, topik ayat di atas adalah orang-orang yang berperang tidak boleh melampaui batas dengan membunuh orang-orang yang tidak ikut memerangi kaum

Muslim, seperti wanita dan anak-anak. Bila mereka mengajukan firman Allah Swt.,

ﺃﹸﺫِﻥﹶ ﻟِﻠﱠﺬِﻳﻦ ﻳﻘﹶﺎﺗﻠﹸﻮﻥ ﺑِﺄﹶﻧ ﻇﹸﻠِﻤــﻮﺍ ﻭﺇِﻥﱠ ﺍﷲَ ﻋﻠﹶــﻧﺼﺮِﻫِﻢ ﻟﹶﻘﹶﺪِﻳﺮ

Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah

KerancuanPaham... 139

dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (TQS. al-Hajj [22]: 39)

untuk mendukung pendapat mereka, bahwa “izin berperang hanya diberikan kepada kaum yang teraniaya yang diperangi lebih dulu oleh orang-orang yang memeranginya”. Maka ayat ini sebenarnya merupakan perintah untuk berperang secara mutlak, tanpa ada syarat berupa penganiayaan. Alasannya adalah bahwa penggalan ayat “karena sesungguhnya mereka telah dianiaya” bukan menjadi ‘illat (alasan) hukum peperangan, namun hanya merupakan penjelasan fakta (wasf waqi’). Sebab ketika kaum musyrik Quraisy menganiaya kaum Muslim, mereka mendatangi Rasulullah saw.. Kaum Muslim itu ada yang dipukuli dan terluka. Maka kaum Muslim mengadu kepada Rasulullah saw.. Namun ternyata Rasulullah saw. bersabda kepada mereka, “Bersabarlah, karena aku belum mendapat perintah untuk berperang” sampai Rasulullah berhijrah. Kemudian turunlah ayat ini, di mana Allah memerintahkan kaum Muslim berperang setelah sekian lama Allah mencegahnya. Adh-Dhahhak berkata, “Para sahabat Rasulullah saw. meminta izin untuk memerangi orang-orang kafir ketika orang-orang

140      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

kafir itu menganiaya kaum Muslim, namun Allah berfirman,

ﺭﻮﹸﻔﹶﻛٍ ﻥﺍٍﻮ ﻞﹸﻛﱠ ﺐِﺤ ﻻﹶ ﷲﺍَ ﻥِﺇﱠ

Sesungguhnya Allah tidak menyukai tiap-tiap orang yang berkhianat lagi mengingkari nikmat. (TQS. al-Hajj: 38)

Tetapi setelah berhijrah, Allah menurunkan firman-Nya,

ــﹶﻠﻋ ﷲﺍَ ﻥِﺇﱠﻭ ﺍﻮــﻤِﻠﹸﻇﻧﹶﺄِﺑ ﻥﻮﹸﻠﺗﺎﹶﻘ ﻦﻳِﺬﱠﻠِﻟ ﻥِﺫﹸﺃﹶ ﺮﻳِﺪﹶﻘﹶﻟ ﻢِﻫِﺮﺼ

Telah diizinkan berperang bagi orang-orang yang diperangi, karena sesungguhnya mereka telah dianiaya. Dan sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kuasa menolong mereka. (TQS. al-Hajj [22]: 39) [Selesai perkataan Adh Dhahhak].

Dengan demikian, ayat ini diturunkan untuk mencabut larangan bagi kaum Muslim dalam memerangi orang-orang kafir. Oleh sebab itu, ayat ini menggambarkan suatu situasi yang spesifik, sekalipun mengandung perintah

KerancuanPaham... 141

untuk berperang melalui makna isyarat (dalalat al-isyarah). Jadi, ayat ini menjelaskan pencabutan larangan berperang dan pemberian izin untuk menolak penganiayaan dengan berperang. Walhasil ayat itu tidak menjelaskan pensyariatan berperang di jalan Allah secara umum, tetapi pensyariatan berperang untuk menjauhkan mara bahaya. Karena itu tidak ada kontradiksi antara ayat ini dan ayat-ayat dalam Surat At-Taubah. Selain itu, ayat-ayat dalam Surat At-Taubah diturunkan belakangan, jadi tidak ada kemungkinan untuk dinasakh (dihapus), ditakhsis (dikhususkan), atau ditaqyid (dibatasi).

Bila mereka merujuk pada hadits dari Ibnu Abi Awfa, bahwa Rasulullah saw. bersabda,

ﺔﹶﻴِﻓﺎﻌﹾﻟﺍ ﷲﺍَ ﺍﻮﹸﻠﺳﻌﹾﻟﺍ ﺀﺎﹶﻘِﻟَ ﺍﻮ ﻻﹶ ﺱﺎﻨﻟﺍ ﺎﻬﻳﹶﺃ»ــ ﺔﹶﻨﺠﹾﻟﺍ ﻥﹶﺃﱠ ﺍﻮﻤﹶﻠﻋﺍ ﺍﻭﺮِﺒﺻﺎﹶﻓ ﻢﻫﻮﺘﻴِﻘﹶﻟ ﺍﹶﺫِﺈﹶﻓ «ﻑﻮِﻴﺴﻟﺍ ﻝﹶﻼِﻇ

Hai manusia, janganlah berharap bertemu dengan musuh dan berdoalah kepada Allah agar mendapat keselamatan. Apabila engkau bertemu mereka, bersabarlah dan ketahuilah bahwa sesungguhnya surga itu ada di bawah bayangan pedang. (Muttafaq ‘alaih)

142      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

Maka ketahuilah, bahwa hadits tersebut tidak berkaitan dengan perjanjian damai, karena isinya adalah tentang larangan untuk berharap bertemu musuh, bukan larangan untuk memerangi mereka atau perintah untuk membuat perjanjian damai dengannya . Para ulama mengatakan bahwa pelarangan itu berkaitan dengan perkara yang ada di balik harapan itu, yaitu kebanggaan (ujub). Jadi beristidlal dengan hadits ini sebagai dalil perjanjian damai dengan kaum kafir adalah tidak tepat.

Ada pula berbagai upaya pengambilan kesimpulan dari ayat-ayat al-Quran atau hadits yang tampaknya tidak perlu dibantah dan tidak perlu dijelaskan lebih lanjut. Namun demikian, kami akan menunjukkan di sini dengan maksud untuk membuktikan bahwa ada beberapa di antara penyeru dialog yang berusaha dengan segala cara mencari dalil untuk mendukung pendapat mereka. Tujuan utama mereka adalah untuk membuktikan bahwa Islam adalah agama perdamaian dan bukan agama perjuangan, pertarungan, dan jihad . Sebaliknya, dalam pandangan mereka, Islam adalah agama keamanan, perdamaian, dan toleransi. Beberapa nash yang mereka klaim

341     KerancuanPaham...

sebagai dalil bagi pandangan mereka adalah sebagai berikut:

ﺀَﺍﻣﻨﻬ ﻣِﻦﻑٍ

Dan mengamankan mereka dari ketakutan. (TQS. Quraisy [106]: 4)

ﺎ ﺀَﺍﻣِﻨ

. . . tanah suci yang aman . (TQS. al-Ankabut [29]: 67)

ﺬﹶﺍ ﺍﻟﹾﺒﻠﹶﺪِ ﺍﻷَﻣِﲔ

Dan demi kota ini yang aman. (TQS. at -Tin [95]: 3)

ﻟﹶﻴﺒﺪﻟﹶﻨ ﻣِﻦ ﺑﻌﺪِ ﺧﻓِﻬِﻢ ﺃﹶﻣﻨﺎ

Dan Dia benar-benar akan menukar keadaan mereka, sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. (TQS. an-Nuur [24]: 55)

Demikian pula sabda Rasulullah saw.,


» ﺃﹶﺻﺒﺢ ﻣِﻨﻜﹸﻢ ﺁﻣِﻨﺎ ﻓِﻲ ﺳِﺮﺑِﻪ«

144      BenturanPeradabanSebuahKeniscayaan

Siapa pun di antara kalian bangun dalam keadaan aman dalam kelompoknya (sirb).

Jelas bahwa menjadikan nash-nash di atas sebagai dalil bagi pendapat kufur mereka merupakan bentuk pelecehan terhadap syariat dan juga pelecehan terhadap akal pikiran umat.


***

Tidak ada komentar:

Posting Komentar