Politik Luar
Negeri
Daulah Islam
Politik
luar negeri adalah hubungan negara dengan negara-negara, bangsa-bangsa,
dan umat-umat lain. Hubungan ini adalah bentuk pemeliharaan urusan-urusan umat
di luar negeri. Politik luar negeri Daulah Islam adalah bentuk hubungannya
dengan negara, bangsa dan umat lain. Politik luar negeri ini berdiri di atas
pemikiran yang tetap dan tidak akan berubah, yaitu penyebarluasan Islam ke
seluruh dunia pada setiap umat dan bangsa. Inilah asas yang di atasnya dibangun
politik luar negeri Daulah Islam. Asas ini tidak berubah selamanya. Juga tidak
berbeda-beda meski para pemegang kekuasaannya berbeda-beda. Asas ini senantiasa
ada dan tetap sepanjang masa semenjak Rasul saw menetap di Madinah Munawarah
hingga negara Utsmaniyah sebagai Daulah Islam paling akhir telah berakhir. Asas
ini tidak pernah mengalami perubahan sama sekali. Semenjak Rasul saw mendirikan
negara di Madinah, beliau mulai mengadakan hubungan Daulah Islam dengan negara
lain dengan asas penyebaran Islam. Beliau menjalin hubungan perjanjian dengan
Yahudi agar punya kesempatan menyebarkan dakwah di Hijaz. Kemudian beliau
menjalin perjanjian Hudaibiyah dengan kafir Quraisy agar bisa memantapkan
penyebaran dakwah di Jazirah Arab. Kemudian beliau mengirim surat-surat ke
negara-negara yang ada di luar dan di dalam Jazirah Arab untuk
Politik Luar Negeri Daulah Islam 205
mengadakan
hubungan dengan mereka dengan asas penyebaran Islam untuk mengajak mereka masuk
ke dalamnya.
Kemudian datang para khalifah setelah beliau dan
mereka pun menyelenggarakan hubungannya dengan negara-negara lain seluruhnya
berlandaskan asas penyebaran Islam dan mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Para penguasa yang menjalankan pemerintahan berbeda-beda dalam penyebaran
Islam. Para penguasa Daulah Islam dari Dinasti Umayah lebih banyak malakukan
pembebasan dan penyebarluasan Islam di luar negeri dibandingkan dengan para
penguasa Dinasti ‘Abbasiyah. Para penguasa Dinasti Utsmaniyah lebih banyak
malakukan pembebasan negeri-negeri sekaligus penyebaran Islam ke luar negeri dibandingkan
Dinasti Mamalik. Akan tetapi, perbedaan-perbedaan ini sebatas perbedaan maksud
negara dalam menjalankan politik luar negerinya. Sedangkan penyebaran Islam
tetap menjadi asas yang mendasari hubungan Daulah Islam dengan negara-negara,
bangsa-bangsa, dan umat-umat lainnya; dan tidak pernah mengalami perubahan di
tangan khalifah manapun. Adanya negara semata-mata untuk menerapkan Islam di
dalam dan mengemban dakwahnya ke luar, di seluruh penjuru alam. Karena itu,
urgensi Daulah Islam di luar negeri adalah pengembanan dakwah Islam.
Adapun yang menjadikan penyebaran Islam sebagai
landasan politik luar negeri negara adalah karena risalah Muhammad saw datang
untuk seluruh manusia. Allah berfirman:
>>cªm5WTXk<m°nR‘¥ˆ‰°L<<ŠRÙ Y¯\›R<Ú\y×UqW%XT@
“Dan Kami tidak mengutus kamu melainkan kepada
umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan peringatan keras” (TQS. Saba’ [34]:
28).
30
×1ÁˆqC% RÀÃV ×S‰%1Ù"ÄX\ B iV
ˆ‰= MiS U
›‘ cW@
“Hai manusia, sesungguhnya telah datang kepadamu
pelajaran dari Tuhanmu” (TQS. Yunus [10]: 57).
32
Daulah
Islam
>˜Èj°+VF ×1Á× kV¯ Ä$SÀ yqX
r¯Q7¯ »=‰=I\vcU ‘›Wc@
“Wahai manusia,
sesungguhnya aku adalah utusan Allah kepada kalian semua” (TQS. al-A’raaf
[7]: 158).
>
×[Q
W C %W
TX O° ¯
1ÅqXkª 57 ] DÄÄX×mÁÙ
k[ ›F\
†rQ¯
³]T¨TÊ
TX @
“Dan al-Quran ini diwahyukan kepadaku supaya
dengannya aku memberi peringatan kepadamu dan kepada orang-orang yang al-Quran
telah sampai (kepadanya)” (QS. al-An’aam [6]: 19).
\-ÙV #×È\ ÙÝV" Ô2Š D¯XT
\¯Kƒq C%°
|^ÙkV ¯
$Ws5Ê
W% Ö×M°
W Ä$SÀyˆm
SM{iU‘›cW @
>
œÈO*W Vy\®q 0ÙÓ
W
“Hai Rasul sampaikanlah apa yang diturunkan
kepadamu dari Tuhanmu. Dan jika tidak kamu kerjakan (apa yang diperintahkan
itu, berarti) kamu tidak menyampaikan risalah-Nya” (TQS.
al-Maaidah [5]: 67).
Rasul telah melaksnakan penyampaian
risalah tersebut ke seluruh umat manusia. Ketika beliau sudah wafat, kaum
Muslim melanjutkan penyampaian risalah tersebut kepada seluruh umat manusia.
Dengan demikian, pengembanan dakwah Islam ke seluruh dunia tetap berlanjut
berdasarkan perbuatan Rasul saw. Kaum Muslim telah melaksanakan hal tersebut
dan melanjutkan pengembanan dakwah Islam. Beliau saw bersabda saat melaksanakan
haji wada:
«ٍﻊِﻣﺎﺳ� �ﻦِﻣ ﻰﻋ��ﻭﹶﺃ
ﻎٍ�ﻠﺒ��ﻣ ﱠﺏﺮﹶ�ﻓ
�ﺐِﺋﺎﻐﹾ�ﻟﺍ
�ﺪِﻫﺎﱠﺸﻟﺍ ﹾﻎ�ﻠﺒ��ﻴِﻟ»
“Agar orang yang hadir menyampaikan kepada yang
tidak hadir. Banyak kejadian orang yang menerima (namun tidak hadir) lebih
memahami daripada yang mendengarnya langsung.”
Politik Luar Negeri Daulah Islam
207
Beliau juga bersabda:
«ﺎﻬ��ﻌﻤ�ﺴ�ﻳ�
�ﻢﹶﻟ �ﻦ�ﻣ ﻰﹶﻟِﺇ ﺎﻫﺍﱠﺩﹶﺃ�
ﱠﻢﹸﺛ ﺎﻫﺎ��ﻋ�ﻮﹶﻓ ﻲِﺘﹶﻟﺎﹶﻘﻣ� �ﻊِﻤ�ﺳ ﺍﺪ��ﺒ�ﻋ ُﷲﺍ
�ﺮﱠﻀ�ﻧ»
“Allah sangat menghargai seseorang yang
mendengar ucapanku, lalu dia memahaminya, kemudian menyampaikannya kepada siapa
pun yang belum pernah mendengarnya.”
Demikianlah pengembanan dakwah Islam yang
dijadikan landasan pembentukan jalinan hubungan antara Daulah Islam dengan
negara-negara, bangsa-bangsa, dan umat-umat lainnya di masa Rasul saw dan para
khalifah beliau setelahnya. Ini adalah hukum syara’ yang ditetapkan berdasarkan
al-Quran, as-Sunah dan Ijma’ Sahabat. Karena itu, politik luar negeri Daulah
Islam adalah mengemban dakwah Islam ke seluruh dunia.
Politik luar negeri tersebut dijalankan dengan
metode yang tetap dan tidak pernah berubah yaitu jihad, walaupun para pemegang
kekuasaan berbeda-beda. Metode ini tetap berlaku di sepanjang masa semenjak
Rasul saw menetap di Madinah hingga berakhirnya Daulah Islam yang terakhir.
Sekali lagi, metode tersebut sama sekali tidak penah mengalami perubahan. Hal
ini karena Rasul saw semenjak berhasil mendirikan negara di Madinah, beliau
telah menyiapkan pasukan dan memulai jihad untuk menghilangkan rintangan-rintangan
fisik yang menghalangi dakwah. Kafir Quraisy adalah rintangan fisik yang
menghadang di jalan dakwah Islam, sehingga beliau bertekad untuk
menghilangkannya. Kemudian beliau berhasil menyingkirkan kafir Quraisy sebagai
institusi yang menghalangi dakwah, seperti halnya institusi-institusi lainnya.
hal itu terus dilakukan hingga Islam menyebar luas di seluruh Jazirah Arab.
Kemudian Daulah Islam mulai mengetuk pintu-pintu umat-umat lain agar Islam
tersebar pula di tengah-tengah mereka. Setiap penguasa muslim yang sedang
berdakwah ke umat yang lain pasti menemukan rintangan fisik, sehingga dia
dituntut harus menghilangkannya dari hadapan dakwah dan mengajak mereka
:
Daulah
Islam
dengan bijak hingga mereka bisa melihat dan
merasakan langsung keadilan Islam, kesejahteraan, dan ketemtraman hidup di
bawah naungan Rayyahnya. Mereka diajak kepada Islam dengan cara yang
terbaik tanpa pemaksaan dan tekanan. Begitulah, jihad terus berlangsung sebagi
metode penyebaran Islam. Dengan jihad itu pula telah dibebaskan berbagai negeri
dan wilayah, juga berbagai kerajaan dan negara. Jihad pun telah menjadikan
bangsa-bangsa dan umat-umat menerapkan Islam serta memfasilitasi penyebaran
Islam, sehingga ratusan juta umat manusia memeluknya setelah mereka hidup dalam
pemerintahan Islam. Sehingga metode yang digunakan dalam pelaksanaan politik
luar negeri adalah jihad yang bersifat tetap tidak berubah dan tidak akan
pernah berubah untuk selamanya.
Jihad adalah ajakan kepada Islam dan
perang di jalan Allah secara langsung atau bantuan berupa harta, pikiran, atau
dengan memperbanyak logistik. Jihad hukumnya wajib yang ditetapkan oleh nahs
al-Quran dan Hadits. Kaum Muslim tidak boleh memulai permusuhan dengan
peperangan hingga mereka menawarkan Islam pada musuh atau membayar jizyah.
Hukum syara’ dalam jihad memberi aturan bahwa jika kita mengepung musuh dari
kalangan orang kafir, maka kita terlebih dahulu mengajak mereka kepada Islam.
Jika mereka masuk Islam, maka mereka menjadi bagian dari umat Islam dan haram
diperangi. Jika menolak, maka mereka dituntut membayar jizyah. Jika mereka
membayarnya, maka darah dan harta mereka terpelihara dan jadilah negeri mereka
bagian dari Daulah Islam yang berhukum dengan Islam. Mereka juga memperoleh hak
sebagaimana yang didapat kaum Muslim, seperti keadilan, kesepadanan,
perlindungan, pemeliharaan, penjagaan, dan pemenuhan semua kebutuhan mereka
seperti halnya mengurus kaum Muslim dengan menjamin seluruh urusan yang harus
mereka jalani dalam kehidupannya. Mereka juga mempunyai kewajiban sebagaimana
kewajiban kaum Muslim, yaitu memberikan loyalitas kepada negara dan aturan.
Akan tetapi, jika kaum kafir menolak Islam dan menolak membayar jizyah, maka
seketika itu juga mereka
Politik Luar Negeri Daulah Islam 209
halal
diperangi. Karena itu, peperangan tidak dihalalkan kecuali setelah menawarkan
dakwah Islam ke penduduk suatu negeri. Fuqaha telah menetapakan bahwa kita
tidak dihalalkan memerangi orang yang belum menerima dakwah Islam. Karena itu,
sebelum melakukan perang harus didahului upaya mewujudkan opini umum tentang
Islam, memberikan pikiran yang benar tentang dakwah Islam, dan berupaya untuk
menyampaikan hukum-hukum Islam kepada seluruh manusia; sehingga mereka punya
kesempatan untuk memperoleh pemahaman yang di dalamnya ada jaminan hukum yang
dapat menyelamatkan mereka, walaupun dalam bentuk global. Daulah Islam wajib
menjalankan tugas-tugas politik yang di antaranya berkaitan dengan pemberian
informasi yang jelas tentang Islam, menyebarkan pikiran-pikiran Islam dan
berdakwah serta mempropagandakan Islam. Di antaranya adalah yang berkaitan
dengan menampakkan kekuatan dan kemampuan Daulah Islam serta keberanian dan
keperkasaan kaum Muslim.
Rasul saw pernah melakukan sejumlah aktivitas
dalam hal tersebut. Di antaranya dengan mengirim para propagandis untuk Islam
di jantung negeri-negeri kaum Musyrikin. Beliau pernah mengutus 40 orang ke
penduduk Najd untuk menyampaikan Islam pada mereka. Beliau juga melakukan aksi
unjuk kekuatan negara seperti yang terjadi dalam inspeksi beliau terhadap
pasukan kaum Muslim di Madinah saat perang Tabuk sebelum menuju ke medan
perang. Karena itu, Rasul saw bersabda:
«ﺮٍ�ﻬ�ﺷ ِﺓ�ﲑِﺴ�ﻣ ﻦِﻣ�
ﺐِﻋﱡﺮﻟﺎِﺑ�
�ﺕﺮِﺼ��ﻧ »
“Aku ditolong
dengan rasa ketakutan (yang bisa dirasakan musuh) dari jarak satu bulan
perjalanan”.
Pasukan kaum Muslim dalam Daulah Islam di
berbagai masa senantiasa menggetarkan tetangga-tetangganya. Karena itu,
negara-negara Eropa memiliki pemikiran tentang pasukan Islam, bahwa pasukan
Islam tidak pernah terkalahkan selamanya.
34
Daulah
Islam
Mereka tetap membawa pemikiran tersebut hingga
beberapa abad lamanya. Karena itu, harus melaksanakan aktivitas politik yang
berkaitan dengan penyebarluasan pemikiran Islam dan unjuk kekuatan negara
terlebih dahulu baru kemudian berperang. Jihad, walaupun merupakan metode yang
tetap dan tidak akan berubah dalam penyebaran Islam, namun aktivitas politik
dan gerakan terencana harus terlebih dulu dilakukan sebelum memulai perang. Ini
adalah persoalan mendasar dalam mengokohkan hubungan antara Daulah Islam dengan
negara-negara, bangsa-bangsa, dan umat-umat lainnya dengan bentuk yang khusus,
yaitu bertetangga baik, hubungan ekonomi, dan sebagainya yang akan memudahkan
aktivitas penyebaran Islam.
Dengan demikian, konsep politik yang
mendasari hubungan Daulah Islam dengan negara-negara, bangsa-bangsa, dan
umat-umat lainnya adalah penyebaran Islam di tengah-tengah mereka dan
pengembanan dakwah kepada mereka dengan metode jihad. Hanya saja, harus ada
strategi dan uslub-uslub yang ditetapkan oleh negara sekaligus menetapkan
sarana-sarana dan peralatan untuk pelaksanaannya, seperti membuat perjanjian
bertetangga baik sampai batas waktu tertentu dengan sebagian negara musuh,
sambil memerangi yang lainnya. Sebagaimana yang telah dilukan Rasulullah saw
pada awal beliau di Madinah. Bisa juga dengan cara mengumumkan perang kepada
semua musuh negara, seperti yang telah dilakukan Abubakar saat mengirimkan
pasukan ke Irak dan Syam. Pilihan lainnya adalah membentuk
perjanjian-perjanjian dengan batas waktu tertentu, sehingga memberikan peluang
yang besar untuk mewujudkan opini umum terhadap dakwah. Hal ini seperti yang
telah dilakukan Rasul saw pada perjanjian Hudaibiyah. Kadang-kadang pertempuran
lokal bisa menjadi sarana untuk menggentarkan musuh, seperti yang terjadi dalam
berbagai ekspedisi yang dikirim Rasul saw, sebelum perang Badar. Ide ini juga
pernah dilakukan di jaman Umaiyah ketika menyerang perbatasan Romawi di daerah
Shawaif dan Syawati. Negara terkadang membuat perjanjian-perjanjian dagang
dengan sebagian negara dan tidak
Politik Luar Negeri Daulah Islam 211
mengikat
perjanjian yang sama dengan negara-negara lain. Semua strategi dan operasi
politik luar negeri ini dilakukan dengan tetap mengacu pada asas kepentingan
dakwah. Bahkan, terkadang politik ini dilakukan dengan membentuk
hubungan-hubungan tertentu dengan negara-negara tertentu, sementara dengan
negara-negara lain tidak dibentuk, sesuai dengan langkah yang telah ditetapkan
untuk kepentingan dakwah. Rumusan kebijakan ini terkadang mengikuti uslub-uslub
dakwah dan propaganda bersama sebagian negara; dan di waktu yang sama mengikuti
uslub-uslub yang menyingkap garis kebijakan negara dan melancarkan perang cepat
pada sebagian negara yang lain.
Seperti inilah Daulah Islam meletakkan strategi
kebijakan politik luar negerinya dan menjalankan uslub-uslubnya sesuai dengan
tuntutan aksi tertentu dan kemaslahatan dakwah. Strategi dan uslub-uslub
tersebut mempermudah penyebaran Islam sebagaimana mempermudah urusan jihad.
Karena itu, strategi dan uslub-uslub tersebut sangat mendesak ada dalam politik
luar negeri. Mewujudkan opini umum tentang Islam dan negara di seluruh dunia
juga termasuk perkara yang sangat mendesak dilakukan. Akan tetapi, seluruhnya
dilakukan hanya untuk penyebaran Islam melalui metode penyebaran yaitu jihad di
jalan Allah.[]
36
Daulah
Islam
Pembebasan
Islam
Dilakukan untuk
Penyebaran Islam
Karena
umat Islam diberi kewajiban mengemban dakwah Islam ke seluruh manusia,
maka wajib bagi kaum Muslim untuk senantiasa berinteraksi dengan dunia.
Demikian juga wajib bagi Daulah Islam untuk mengadakan hubungan tersebut dalam
rangka menyampaikan dakwah dan menggunakan metode yang telah ditetapkan Islam
untuk penyebaran dakwah tersebut. Karena itu, merupakan keharusan bagi Daulah
Islam untuk membebaskan
berbagai negeri dan harus dilakukan
secara besar-besaran. Berbagai pembebasan tersebut tidak lain merupakan bentuk
pelaksanaan dari kewajiban kaum Muslim, yaitu
menyampaikan Islam ke seluruh umat manusia dengan cara yang sangat menarik
perhatian yaitu dengan menegakkan hukum-hukum Islam kepada mereka dan
menyebarkan pemikiran-pemikiran Islam di tengah kehidupannya. Karena itu,
berbagai pembebasan Islam tidak dimaksudkan untuk mengeksploitasi dan menjajah
bangsa-bangsa yang dibebasakan. Bukan pula demi mengeruk kekayaan negeri
mereka. Tujuannya hanya satu, yaitu mengemban dakwah Islam kepada seluruh umat
manusia, untuk menyelamatkan mereka dari kehidupan yang menyengsarakan dan dari
sistem yang rusak. Kenyataan ini tampak dalam fakta sejarah perkembangan Daulah
Islam, perjalanan pembebasan-pembebasannya dan dalam
Pembebasan Islam Dilakukan Untuk ... 213
kewajiban
jihad.
Daulah Islam tumbuh dengan kuat, solid, meluas,
berkembang, menyebar dan terus melakukan pembebasan. Benihnya memiliki potensi
untuk tumbuh menjadi negara yang mendunia, bukan negara lokal atau regional.
Sebab, akidahnya adalah akidah universal yaitu akidah bagi seluruh manusia. Dan
sistemnya adalah sistem mendunia, yaitu sistem untuk seluruh manusia. Karena
itu, merupakan hal yang wajar jika Daulah Islam selalu menyebar dan membebaskan
negeri-negeri. Sebab, sifat alami pembentukkannya mengharuskan hal tersebut dan
menganggapnya sebagai sebuah keniscayaan. Rasul saw saat dibai’at kaum Muslim
pada bai’at Aqabah kedua, mereka membai’at beliau untuk memerangi seluruh
manusia, baik yang berkulit putih maupun hitam. Hal tersebut akan mereka
lakukan meski akan mengantarkan kepada kemusnahan harta dan gugurnya para
tokoh. Mereka membai’at beliau untuk selalu mendengar dan menaati, baik dalam
keadaaan susah, mudah, suka maupun benci. Mereka pun akan mengucapkan kebenaran
di manapun berada dan mereka tidak takut di jalan Allah terhadap celaan orang-orang
tukang mencela. Mereka juga membai’at beliau untuk siap mati demi melindungi
dakwah Islam, yang tidak ada balasan lain kecuali surga. Mereka itulah cikal
bakal pasukan Daulah Islam yang mengemban Islam. Mengapa pasukan itu
mengucapkan bai’at tersebut? Mengapa pasukan ini dibentuk? Apa urgensi
peperangan yang tampak dalam bai’at tersebut? Bukankah itu berarti betapa
pentingnya pengembanan dakwah Islam? Itulah satu-satunya yang menjadi alasan
mereka dibentuk lalu mereka berbai’at dan siap mati di jalannya.
Beliau saw sebelum wafatnya telah meletakkan
strategi futuhat. Setelah beliau saw mendirikan Daulah Islam di Jazirah, beliau
meletakkan strategi penyebaran dakwah Islam ke luar Jazirah dengan cara
mengirim berbagai surat, pada tahun ke-7 H, yang ditujukan kepada Kisra, Kaisar
dan selain mereka dari kalangan para raja maupun para penguasa. Isinya mengajak
mereka semua ke dalam Islam. Beliau juga menempuh dua cara lain, yaitu (1)
38
Daulah
Islam
Melancarkan perang Mu’tah dan Tabuk, (2)
Menyiapkan pasukan Usamah. Para Khalifah sesudahnya juga menjalankan strategi
tersebut ketika berhasil membebaskan negeri-negeri yang sebelumya telah diseru
dengan Islam oleh Rasul saw. Kemudian pembebasan Islam terus berlanjut dengan
asas ini. Karena itu, Daulah Islam tidak melakukan pembedaan dalam melakukan
pembebasan terhadap dunia. Misalnya, tidak membedakan pembebasan ke Mesir, yang
memiliki kekayaan dan dapat dibebaskan dengan mudah; dengan saat membebaskan
Afrika Utara yang berupa padang pasir gersang, miskin dan sulit dibebaskan,
serta menyusahkan penyebaran Islam di dalamnya. Hal itu karena negeri-negeri
tersebut dibebaskan demi penyebaran Islam dan mengemban dakwahnya. Yang
demikian ini mengharuskan Daulah Islam memasuki setiap negeri, baik yang miskin
maupun kaya. Juga tetap menghadapi bangsa apa saja, baik yang menyerah begitu
saja maupun yang memberikan perlawanan. Sebab, penyebaran Islam dan dakwah ke
seluruh umat manusia, tidak mengenal kaya atau miskinnya suatu negara. Juga
tidak mempedulikan apakah penduduknya menerima atau menolaknya. Negara hanya
mengenal satu prinsip, yaitu mengemban dakwah Islam sebagai kepemimpinan
ideologis yang memancarkan sistem kehidupan, serta menjadikan pengembanan
dakwah tersebut ditujukan kepada semua umat manusia di seluruh negeri.
Al-Quran yang mulia telah menerangkan
pada kaum Muslim tentang sebab-sebab peperangan dan keharusan jihad, yaitu agar
perang dan jihad tersebut bukan untuk kepentingan lain selain di jalan Islam
dan pengembanan risalahnya ke seluruh dunia. Banyak ayat yang memerintahkan
mereka berperang demi Islam. Allah SWT berfirman:
> œÄxÁ À°GCcWDSÁWcXT¸X=ØR|ES*°ÙÅ"YV
³O/\
×1ÉFSɰVXT*›@
“Dan perangilah
mereka supaya jangan ada fitnah (kekufuran) dan supaya agama itu semata-mata
bagi Allah” (TQS. al-Anfaal [8]: 39).
Pembebasan Islam Dilakukan Untuk ... 215
ZVÙ ×SMSW-5
©D¯VÙ
ÀÛϰG WDSÅWcXT ¸R<Ø)°Ù WDSÅV " Y ³/O\
×1ÉFSÉ
°*›V XT@
>§ª²¬¨ WÛܰ+®!›ŠÀ r"QÃW
Y¯ WDšXTÕiÄÃ
“Dan perangilah mereka sehingga tidak ada finah
(kekufuran) lagi dan (hingga) agama itu hanya untuk Allah semata. Jika mereka
berhenti (dari memusuhi kamu), maka tidak ada permusuhan (lagi) kecuali
terhadap orang-orang zalim” (TQS. al-Baqarah [2]: 193).
DSWÄ%JmVS Åf YTX
m¦\) [ °4×SkXÙ ¯ YTX
¯ ES|Ä =°%ØUÄc Y
ÚÏ| °Š SÉ
°*›V @
SÉ"TÊ
|ÚÏ
°Š ]C°%
©F \U Ù
WÛϰj
|ESÄ<c °iWc YXT
œÄ ÉS ÀyqXXT
Œ W3
ˆmO\
W%
>§«²¨
|ET
ÄmªÓ›™
×1ÉFTX i Wc CWÃ VRWcØsªHÙ
SżØÈÄc ³/
\O
› W)¦Ù
“Perangilah orang-orang yang tidak beriman
kepada Allah dan tidak (pula) kepada hari kemdian dan mereka tidak mengharamkan
apa yang telah diharamkan Allah dan Rasul-Nya dan tidak beragama dengan agama
yang benar, (yaitu orang-orang) yang diberikan al-Kitab kepada mereka sampai
mereka membayar jizyah dengan patuh sedang mereka dalam keadaan tunduk” (TQS. al-Taubah
[9]: 29).
Ayat-ayat tersebut dan yang lainnya
memerintahkan kaum Muslim untuk berjihad sekaligus menetapkan tujuan dari
pembebasan, dan mendorong mereka untuk melakukan berbagai pembebasan.
Dengan demikian, mengemban dakwah Islam
merupakan dasar didirikannya Daulah Islam. Pasukan Islam juga dibangun demi
dakwah. Jihad diwajibkan untuk digunakan di jalan dakwah, dan seluruh
pembebasan berjalan demi kepentingan dakwah. Jadi, aktivitas mengemban dakwah
Islam merupakan perkara yang akan mengembalilkan Daulah Islam kepada kaum
Muslim.[]
40
Daulah
Islam
Pengintensifan
Pembebasan
Islam
Kaum Muslim telah membebaskan berbagai
negeri, lalu mereka memerintahnya dengan Islam. Islam telah
mewajibkan mereka untuk mengatur pemerintahan dan kepemimpinan. Mereka
tidak boleh diperintah oleh non-Muslim. Allah
SWT berfirman:
42
™Zk¯yÛÜW\ °°Ø=È5%Ú4Ur"QÃW ÛÏW
°›mVÝÚ°Œ #È\ÙfVICV TX @
“Dan Allah tidak akan pernah menjadikan satu
peluang pun bagi orang-orang kafir untuk mnguasai orang-orang Mukmin” (TQS. an-Nisaa’
[4]: 141).
Allah telah
menjadikan kemuliaan bagi kaum Mukmin. Allah SWT berfirman:
Y
ÚÜ| ª°›<RÝÀ-ÙC„¦V›TX |Úܰ°Ø=%U°ÀXT-Ú°¯SÀWmy°TX Qʼn°ÙsÈTX @ >§±¨ WDS-Q
ÈWc
“Padahal
kemuliaan itu hanyalah bagi Allah, bagi Rasul-Nya dan bagi orang-orang mukmin,
tetapi orang-orang munafik tidak mengetahui.”
(TQS. al-Munaafiquun [63]: 8).
Pengintensifan Pembebasan Islam 217
Akan tetapi, Allah tidak memberi kekuatan dan
tidak menguasakan pemerintahan serta kepemimpinan pada mereka, kecuali jika
mereka telah mampu mewujudkan jiwa Islam dalam dirinya. Jiwa inilah yang mampu
mewujudkan pemerintahan sebagai sarana untuk menerapkan Islam dan mengemban
dakwahnya, bukan sekadar ambisi pemerintahan dan kekuasaan. Ketika pada diri
mereka terwujud pola pikir Islami, maka mereka dapat memahami makna
pemerintahan dan mengetahui hakikat tanggungjawabnya di hadapan Allah. Cahaya
Islam tampak pada aktivitas-aktivitas dan ucapan-ucapan para penguasa itu,
sebagaimana cahaya ini tampak dalam penerapan hukum-hukum Islam pada masyarakat
yang mereka pimpin. Penerapan hukum-hukum Islam itulah yang menjadikan manusia
berbondong-bondong masuk agama Allah dan memeluk akidah Islam. Mereka menjadi
Muslim yang memiliki kemuliaan, kepemimpinan, dan pemerintahan. Negeri-negeri
mereka menjadi Negara Islam dan Negeri Islam. Pembebasan-pembebasan Islam
menjadi mantap dengan diterapkannya sitem Pemerintahan Islam. Kemudian
penduduknya memeluk agama baru tersebut sehingga pembebasan kaum Muslim di
negeri mana pun menjadi pembebasan abadi hingga hari Kiamat. Pembebasan Islam
berhasil mengubah suatu negeri dan penduduknya dari kondisi lama menjadi
kondisi baru, dan mengubah mereka dari orang-orang kafir menjadi kaum Muslim.
Seperti halnya telah mengubah negeri mereka dari negara kufur menjadi Negara
Islam dan tetap menjadi Negara Islam hingga masa runtuhnya Pemerintahan Islam,
meskipun penduduknya masih tetap muslim. Negerinya pun tetap sebagai Negeri
Islam hingga pemerintahan Islam sirna dan naungan negara tersingkap. Walaupun
Daulah Islam telah sirna, sebenarnya negeri-negeri yang telah dibebaskan kaum
Muslim tetap menjadi negeri Islam. Penduduknya tetap sebagai muslim dan tetap
layak untuk mengembalikan pemerintahan Islam di negeri tersebut, serta
menyebarluaskan kekuasaan Daulah Islam hingga ke seluruh dunia.
Ada beberapa hal yang menjadikan
pembebasan-pembebasan
44
Daulah
Islam
Islam tetap kokoh terus-menerus dan menjadikan
Islam tetap ada di dalamnya hingga hari Kiamat. Di antaranya adalah kemudahan
seluruh hukumnya sebagai perundang- undangan sejak awal kemunculannya. Juga
karena kesiapan penduduknya untuk memasuki Islam sebagai metode pemerintahan
dan asas tingkah laku para penguasa. Serta tertancapnya Islam secara abadi
dalam jiwa orang-orang yang memeluk Islam, sebagai akidah Islam dan pengadopsian
hukum-hukumnya. Secara garis besar persoalan-persoalan ini dapat disimpulkan
dalam beberapa point:
46
Islam adalah agama yang akidahnya
bersifat aqli. Ide-ide maupun hukum-hukumnya bersifat pemikiran. Islam
mewajibkan pemeluknya untuk beriman melalui proses berfikir dan memahami
hukum-hukumnya dengan proses berfikir pula. Karena itu, siapa saja yang
menerima Islam, dia akan menjadi seorang pemikir. Yaitu ketika dia berhasil
mengarahkan perhatiannya pada makhluk-makhluk Allah, untuk memahami wujud Penciptanya.
Juga ketika pemikirannya bisa dibangkitkan untuk membahas hukum-hukum syara’
untuk menggalinya dan menyelesaikan semua permasalahan yang bersangkutan dengan
hukum syara’. Dengan demikian, Islam telah mengkristal dalam dirinya untuk
selamanya, saat dia meyakininya secara pasti dan memahami hukum-hukumnya serta
menerapkannya.
47
Islam mengharuskan pemeluknya membaca
dan belajar. Untuk mempelajari dan memahami Islam, tidak cukup bagi seorang
Muslim mengucapkan dua kalimat syahadat saja; tetapi dia harus mempelajari dan
memahami Islam. Bahkan dia harus mengkaji dan memperkaya diri dengan tsaqofah
Islam secara mendalam, jernih, dan penuh kesadaran. Penelaahan ini akan
memperluas cakrawala pemikiran seorang Muslim, menumbuhkan
pengetahuan-pengetahuannya, menguatkan pola pikirnya, dan menjadikannya sebagai
pengajar bagi orang lain.
Pengintensifan Pembebasan Islam 219
48
Sifat alami Mabda Islam dan
hukum-hukumnya, mengharuskan adanya metode pembelajaran yang canggih dan
berpengaruh pada diri pelajar dan berpengaruh pada realitas kehidupan di mana
dia berada di dalamnya. Karena itu, kaum Muslim mempelajari Islam untuk
diamalkan. Mereka menermia hukum-hukumnya dengan bentuk penerimaan yang
melibatkan pemikiran, sehingga berpengaruh dalam perasaannya. Karena itu,
kesadaaran mereka terhadap kehidupan dan aspek-aspek alaminya merupakan
kesadaran yang muncul dari pemikiran yang membekas. Lalu muncul darinya
sifat-sifat yang dapat disaksikan dalam diri kaum Muslim, seperti gelora dan
semangat untuk Islam serta berpikir; perbendaharaan pengetahuan yang luar biasa
serta keluasan cakrawala. Ini terjadi karena akidah Islam telah meresap dan
terhujam dalam jiwa mereka. Ide-ide, pemikiran-pemikiran, dan hukum-hukum Islam
telah mereka peroleh setelah melakukan pengkajian dan penelaahan. Juga aspek
praktisnya senantiasa menonjol.
Mereka mempelajari Islam tidak semata-mata
karena ilmu. Sebab jika dikaji seperti itu, niscaya mereka hanya akan menjadi
buku-buku hidup yang mengandung berbagai informasi tentang Islam. Mereka juga
tidak mendengar Islam sekadar seperti mendengar wejangan dan arahan-arahan
saja. Jika demikian halnya, tentu mereka menjadi kaum yang pengetahuannya
dangkal dan tidak ada api yang menghangatkan keimanan pada diri mereka. Mereka
justru menyingkirkan dua sisi yang membahayakan ini, yaitu mempelajari Islam
sebagai sebuah hakikat untuk pengetahuan belaka dan menjadikan Islam sekadar
wejangan dan arahan-arahan saja. Mereka membatasi metode pengambilan pemahaman
dan hukum hanya dengan metode Islam, yaitu mengambil Islam secara mendalam,
disertai pemahaman dan kejelasan untuk diamalkan secara praktis dalam realitas
kehidupan.
49
Islam adalah agama yang maju. Dia dibawa oleh
pemeluknya
50
Daulah
Islam
berjalan dalam metode yang sempurna. Islam
mewajibkan perbuatan tertentu kepada seorang Muslim. Pelaksanaan perbuatan
tersebut akan menjadikan si pelaku (seorang Muslim) berjalan menuju
kesempurnaan sambil menikmati keluhuran ruhani, ketentraman jiwa, dan
kebahagiaan yang hakiki. Islam menjadikan manusia tetap di atas ketinggiannya
dan tidak pernah mengalami kemorosotan. Sesungguhnya untuk berjalan menuju
kesempurnaan, lalu menuju tingkat yang lebih tinggi lagi adalah sebuah
kesulitan; dan bahwasanya bertahan dalam posisi ketinggian untuk terus menuju
tingkat yang lebih tinggi lagi, hal itu jauh lebih sulit. Karena itu, perbuatan
tersebut harus dilakukan terus menerus bukan temporer, hingga manusia tetap
berada dalam kesempurnaan dan keluhurannya.
Perbuatan-perbuatan tersebut adalah ibadah. Di
antaranya ada yang wajib dan ada pula yang sunah. Pelaksanaan berbagai
kewajiban oleh semua manusia akan merealisir kebersamaan dalam keluhuran yang
harus dicapai. Pelaksanaan amalan-amalan sunah dapat mendorong manusia untuk
tetap bertahan di jalan kesempurnaan.
Pelaksanaan ibadah -ibadah ini tidak dengan
perintah yang memberatkan dan sulit, juga tidak dengan sesuatu yang merusak.
Dalam perintah-perintahnya tidak ada larangan untuk menikmati perhiasan dan
kelezatan dunia, tidak ada keharusan untuk berpaling dari hal-hal yang
menggembirakan dan menyenangkan. Tidak dengan cara mematikan naluri dan tidak
pula dengan menentang sifat-sifat bawaan. Sama sekali tidak demikian, bahkan
pelaksanaan ibadah- ibadah yang wajib tersebut merupakan perkara yang mudah
untuk setiap manusia, sekecil apa pun kekuatan dan keinginannya. Ibadah
tersebut tidak menghalangi dirinya dari perhiasan dunia, seperti halnya ibadah
yang sunah dilaksanakan oleh kaum Muslim dengan kerinduan dan suka cita. Mereka
menerimanya untuk dilaksanakan sebagai tambahan dari yang diwajibkan.
Pengintensifan Pembebasan Islam 221
Mereka
merasakannya dengan perasaan yang dalam, karena mereka sangat berharap
memperoleh keridhaan Allah.
94
Kaum Muslim membebaskan berbagai negeri
untuk mengemban dakwah Islam dan menyebarluaskannya di negeri tersebut. Karena
itu, mereka merasa sebagai duta-duta Allah yang membawa rahmat dan hidayah.
Mereka masuk ke suatu negeri dan memerintahnya dengan Pemerintahan Islam.
Dengan hanya masuknya penduduk negeri tersebut sebagai ahlu dzimmah,
maka hak dan kewajibannya sama dengan kaum Muslim. Negeri yang
dibebaskan tersebut juga memiliki hak dan kewajiban dalam negara yang sama
dengan negeri lainnya dari negeri-negeri kaum Muslim, bahkan menjadi bagian
darinya. Hal ini karena sistem pemerintahan dalam Islam adalah kesatuan. Dengan
demikian penduduk negeri yang dibebaskan tidak merasa bahwa mereka dijajah, dan
tidak sedikit pun mencium aroma penjajahan. Karena itu, tidak mengherankan
bahwa manusia menerima Islam setelah menyaksikan secara praktis hakikat Islam
dalam tatacara yang digunakan oleh kaum Muslim dalam menjalankan
pemerintahannya.
6. Sesungguhnya mabda
dan hukum-hukum Islam berlaku umum bagi seluruh manusia. Hukum- hukumnya boleh
diajarkan kepada seluruh manusia, bahkan Islam mewajibkan pembelajaran Islam
kepada seluruh manusia hingga mereka merasakan manisnya Islam dan mengetahui
hakikat-hakikatnya. Rasul saw mengutus para wali, penguasa, dan para pengajar
untuk mengatur urusan manusia dengan hukum Islam dan mengajarkan mereka
hukum-hukumnya. Demikian juga kaum Muslim setelah beliau. Mereka membebaskan
berbagai negeri, lalu para penguasa dan pengajar tinggal di sana dan memahamkan
manusia dengan Islam, serta mengajari mereka tentang hukum-hukum al-Quran.
Penduduk negeri-negeri yang dibebaskan itu menerima pengetahuan -pengetahuan
Islam hingga tsaqafah mereka menjadi tsaqafah Islam, bahkan
96
Daulah
Islam
yang tidak memeluk Islam pun bertsaqafah Islam.
98
Syari’at Islam adalah syari’at dunia
yang sempurna. Karena itu, ketika kaum Muslim berhasil membebaskan berbagai
negeri, mereka tidak membutuhkan pengetahuan syari’at dan perundang-undangan
penduduk negeri-negeri itu. Mereka juga tidak mengkompromikan antara
hukum-hukum yang mereka bawa untuk memecahkan problem-problem kehidupan dengan
perundang-undangan yang diberlakukan di negeri yang dibebaskan tersebut.
Bahkan, mereka membaskan berbagai negeri sambil membawa syari’at yang sempurna.
Mereka langsung menerapkan Islam sejak hari pertama pembebasannya. Metode
mereka dalam penerapan Islam bersifat revolusioner. Tidak ada penerapan yang
dilakukan secara bertahap atau periodik. Mereka tidak menjadikan
realitas-realitas yang ada di negeri yang dibebaskan sebagai sarana untuk
mengatur kehidupan. Sebab, mereka membebaskan negeri-negeri tersebut demi
menyampaikan Islam dan merubah realitas yang rusak dan kehidupan yang kacau
balau. Hal tersebut mengharuskan adanya penghapusan sistem yang lama dan menggantinya
dengan sistem yang baru secara menyeluruh. Dengan demikian akan memudahkan
mereka untuk memerintah negeri tersebut semenjak hari pertama. Pemerintahan
mereka dipusatkan secara sempurna. Oleh sebab itu, dalam operasinya mereka
tidak melestarikan undang-undang yang ada, juga tidak melakukan perubahan
secara evolutif. Mereka hanya membawa misi dakwah yaitu akidah, yang dari
dalamnya memancar sistem, undang-undang dan hukum-hukum, yaitu syari’at yang
diterapkan pada seluruh manusia di setiap zaman dan tempat.[]
Peleburan Bangsa-bangsa 223
Peleburan
Bangsa-Bangsa
Rasulullah saw
wafat setelah seluruh Jazirah Arab masuk Islam dan menghilangkan kemusyrikan yang ada di
dalamnya; setelah Daulah Islam memerintah dengan Islam, baik dari segi akidah
maupun aturan; setelah Allah menyempurnakan agama dan nikmat-Nya kepada kaum
Muslim dan meridhai Islam sebagai agama mereka. Juga, setelah beliau memulai
dakwahnya ke seluruh umat dan bangsa yang menjadi tetangganya dengan cara
mengirimkan surat kepada para raja dan para penguasanya dan dengan sejumlah
ekspedisi militer serta perang di perbatasan
Romawi
baik di Mu’tah maupun Tabuk.
Kemudian, setelah beliau wafat, datang para
Khulafa Rasyidun dan pembebasan pun terus berlanjut. Irak yang penduduknya
campuran dari Nasrani, Mazdak, dan Zoroaster baik dari etnis Arab maupun
Persia, berhasil dibebaskan. Persia yang penduduknya terdiri dari orang-orang ‘ajam
dan sedikit Yahudi serta Romawi dan seluruhnya beragama bangsa Persia, berhasil
dibebaskan. Syam yang merupakan wilayah bawahan Romawi yang berbudaya Romawi
dan beragama Nasrani dengan penduduknya yang terdiri dari bangsa Suriah, Armenia,
Yahudi, sebagian beretnis Romawi dan sebagian beretnis Arab, berhasil juga
dibebaskan. Mesir yang penduduknya adalah bangsa Mesir, sebagian Yahudi
100
Daulah
Islam
dan sebagian Romawi, berhasil dibebaskan. Afrika
Utara yang penduduknya bangsa Barbar dan di bawah kekuasaan Romawi juga dapat
dibebaskan.
Setelah masa Khulafa Rasyidun datang
masa Umayah. Mereka juga membebaskan Sind, Khawarizm, dan Samarkand; dan
menggabungkannya ke dalam wilayah Daulah Islam. Kemudian membebaskan Spanyol
dan jadilah Spayol bagian dari wilayah Daulah Islamiyah. Berbagai negeri itu
memiliki beragam suku bangsa, bahasa, agama, kebiasaan-kebiasaan,
adat-istiadat, undang-undang, dan kebudayaan; sehingga secara alami memiliki
beragam pola pikir (aqliyah) dan pola sikap (nafsiyah). Karena
itu, upaya peleburan antara yang satu dengan lainnya dan pembentukan umat yang
satu sehingga terjadi kesatuan agama, bahasa, tsaqafah, dan undang-undang
merupakan hal yang sangat sulit dan sebuah upaya yang melelahkan. Keberhasilan
upaya tersebut merupakan perkara yang luar biasa dan tidak pernah terjadi untuk
selain Islam, juga tidak pernah terealisir kecuali untuk Daulah Islam. Setelah
semua bangsa ini berada di bawah naungan rayah (panji) Islam dan Daulah
Islam memerintah mereka lalu mereka masuk ke dalam Islam, maka jadilah mereka
umat yang satu, yaitu umat Islam. Ini terjadi karena pengaruh pemerintahan
mereka yang menggunakan Islam dan karena mereka memeluk akidah Islam. Ada
sejumlah faktor yang berperan dalam proses peleburan bangsa-bangsa tersebut.
Yang paling penting adalah empat faktor, yaitu :
1. Perintah-perintah Islam.
148
Pembauran kaum Muslim yang melakukan
pembebasan dengan bangsa-bangsa yang dibebaskan di tempat tinggal mereka dan
kehidupan mereka.
149
Masuknya seluruh penduduk negeri yang
dibebaskan ke dalam Islam.
150
Proses revolutif yang terjadi terhadap
semua orang yang telah memeluk Islam dan peralihan mereka dari satu keadaan ke
keadaan lainnya.
Peleburan Bangsa-bangsa 225
Perintah-perintah Islam mengharuskan pemeluknya
untuk menyeru kepada Islam, mengemban dakwahnya, dan menyebarkan hidayahnya
sekuat kemampuannya. Hal ini mengharuskan adanya jihad dan pembebasan negeri-
negeri, sehingga memberikan kesempatan kepada manusia untuk memahami Islam dan
menyandar pada hakikat hukum-hukumnya. Juga menuntut adanya pemberian kebebasan
kepada manusia untuk memilih. Jika menghendaki Islam, mereka dapat memeluknya.
Jika tidak, mereka dapat tetap dalam agamanya dan cukup bagi mereka tunduk
kepada hukum-hukum Islam dalam urusan-urusan muamalah dan uqubat.
Semua itu agar tercapai keharmonisan dalam aktivitas manusia dengan kesatuan
peraturan yang memberikan solusi atas persoalan-persoalan hidup mereka dan
mengatur aktivitasnya. Di samping untuk menumbuhkan perasaan jiwa warga
non-Muslim bahwa kedudukan mereka di mata sistem Islam adalah sama dengan kaum
Muslim. Masyarakat bersama-sama menerapkan sistem yang diberlakukan di dalamnya
dan menikmati ketentraman serta berlindung di bawah naungan panji negara.
Perintah-perintah Islam mengharuskan agar
memandang orang- orang yang diperintah dengan pandangan kemanusiaan, bukan
pandangan sektarian, kelompok, atau madzhab. Karena itu, penerapan hukum-hukum
terhadap seluruh komponen masyarakat harus sama, tidak membedakan antara Muslim
dan non-Muslim. Allah Swt. berfirman:
½!mW ÙU
XSÉF
SŰ iÕÃ
SŰiØÈ"V
YU
rQ"WÃ $4×SV ÄDW‹R
<[‰ ×1Á ‰=%W mÕHWc YXT@
>§±¨ |ESÉ
\-ØÈ"V
\-¯
nm¯\ \ ‹ E¯
‹ SÁ‰" TX
sSX
Ù* °
Dan janganlah sekali-kali kebencianmu terhadap
suatu kaum mendorong kamu untuk berlaku tidak adil. Berlaku adillah karena adil
itu lebih dekat kepada taqwa. Dan bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah
Maha Mengetahui apa yang kamu kerjakan” (TQS. Al-Mâidah [5]: 8).
150
Daulah
Islam
Daulah Islam memberi perlakukan yang
sama terhadap semua manusia dalam aspek (pelayanan) pemerintah dan peradilan.
Seorang penguasa ketika memelihara urusan-urusan rakyat dan memerintah mereka,
demikian juga seorang qadhi saat memutuskan perkara di antara manusia, tidak
boleh memandang orang yang diperintah atau yang diputuskan perkaranya, dengan
suatu pandangan apa pun selain pandangan kepada manusia dalam rangka memelihara
urusannya dan menyelesaikan perselisihannya. Islam mengharuskan sistem
pemerintahan dalam Islam adalah kesatuan di antara bagian-bagian negara, juga
mengharuskan penjaminan kebutuhan setiap wilayah dengan mengeluarkan pendanaan
dari Baitul Mal negara, tanpa memperhatikan apakah pemasukan dari wilayah
tersebut sedikit ataukah banyak, apakah dapat mencukupi kebutuhan tersebut
ataukah tidak. Islam pun mengharuskan kesatuan pengelolaan harta dengan
berbagai pemasukannya untuk Baitul Mal yang berasal dari seluruh
wilayah. Dengan demikian, semua negeri yang dibebaskan menjadi wilayah
dalam negara yang satu, yang menjadikannya berada dalam pemerintahan yang
berjalan secara pasti dalam metode peleburan.
Adapun interaksi kaum Muslim sebagai pembebas
dengan penduduk yang dibebaskan, adalah faktor yang paling besar pengaruhnya
terhadap masuknya mereka ke dalam Islam dan peleburan mereka dengan seluruh
kaum Muslim. Hal itu karena kaum Muslim setelah membebaskan negeri -negeri,
mereka lalu tinggal di negeri yang dibebaskan itu dan mengajarkan Islam kepada
penduduknya serta membina mereka dengan tsaqafah Islam. Mereka tinggal bersama
penduduk setempat di rumah-rumah dengan bertetanggaan, hingga negeri tersebut
dihuni secara bersamaan oleh pihak yang membebaskan dan pihak yang dibebaskan.
Mereka bekerja sama dalam semua urusan kehidupan dan secara keseluruhan mereka
menjadi penduduk satu negeri yang diterapkan kepada mereka hukum-hukum yang
satu. Mereka tidak menjelma menjadi dua kelompok yang membebaskan dan yang
dibebaskan, yang menang dan yang kalah; melainkan menjadi satu,
Peleburan Bangsa-bangsa 227
sebagai
rakyat suatu negara yang orang-orangnya saling tolong-menolong dalam seluruh
urusan kehidupan. Mereka melihat sesuatu yang berbeda pada diri para penguasa,
yang belum pernah mereka kenal. Mereka melihat para penguasa itu menyejajarkan
diri dengan mereka dan melayani mereka dalam kepentingan-kepentingannya dan
pemenuhan kebutuhan-kebutuhannya. Mereka pun akhirnya menampakkan sifat-sifat
luhur yang menjadikannya dicintai oleh para penguasa dan Islam. Para penguasa
dan seluruh kaum Muslim (dibolehkan) menikah dengan Ahlul Kitab dan memakan
sembelihan dan makanan mereka. Pembauran ini tentunya menjadi pendorong bagi
mereka untuk memeluk Islam, karena mereka melihat pengaruh Islam dalam diri
para penguasa, sebagaimana mereka melihat cahayanya dalam penerapan semua
sistem. Dengan demikian, bangsa-bangsa ini saling meleburkan diri dan akhirnya
menjadi umat yang satu.
Adapun masuknya negeri yang dibebaskan ke dalam
Islam, hal itu terjadi secara umum. Penduduk tiap daerah yang dibebaskan
berbondong-bondong memeluk agama Allah, hingga sebagian besar dari penduduk
negeri tersebut masuk Islam. Orang-orang terus menerus masuk Islam secara
berkelompok, sehingga hampir seluruh manusia menjadi muslim; dan Islam tidak
lagi terbatas menjadi agama orang yang membebaskan. Dengan masuknya penduduk
suatu negeri dalam Islam, mereka melebur dengan bangsa yang membebaskan, lalu
menjadi satu umat.
Adapun proses revolutif yang dimunculkan Islam
dalam diri orang-orang yang masuk Islam, maksudnya adalah bahwa Islam
mengangkat akal mereka pada posisi yang tinggi dan mewujudkan akidah Islam
sebagai kaidah berpikir tempat dibangunnya seluruh pemikiran. Lalu kaidah
tersebut digunakan sebagai standar untuk menilai benar dan rusaknya suatu
pemikiran. Hal ini telah mengubah mereka, dari keimanan yang muncul secara
naluriah (al-wijdâniy) menuju keimanan yang muncul melalui proses
berfikir (al-‘aqliy); dari peribadatan penyembahan berhala, api,
trinitas, dan sebagainya —beserta konsekuensi yang dituntut oleh bentuk-
228
Daulah
Islam
bentuk ibadah seperti itu berupa pandangan yang
sempit dan pemikiran yang rendah,— menuju penyembahan kepada Allah —beserta
segala konsekuensinya berupa pemikiran yang cemerlang dan pandangan yang luas.
Islam menjadikan mereka membenarkan adanya kehidupan lain (akhirat) dan memberi
gambaran dengan gambaran seperti yang dijelaskan dalam al-Quran dan as-Sunah,
termasuk tentang adanya siksaan dan kenikmatan. Akhirnya, mereka dapat
menggambarkannya dan berpandangan bahwa kehidupan akhirat itu merupakan
kehidupan yang hakiki. Karena itulah kehidupan mereka (di dunia) menjadi
memiliki makna dan nilai. Sebab, kehidupan di dunia merupakan jalan menuju
kehidupan lain yang lebih bahagia dan lebih abadi. Karena itu, mereka menerima kehidupan
dunia ini dan tidak menyia-nyiakannya; bahkan mengambilnya dengan berbagai
sebabnya dan menikmati perhiasan dan rizki Allah yang baik, yang telah
diberikan kepada hamba-Nya; dan Islam menjadikan kehidupannya memiliki standar
yang benar dan gambaran yang hakiki.
Sebelumnya, tolok ukur (standar)
kehidupan mereka semata- mata adalah manfaat. Manfaat inilah yang mendorong
seluruh aktivitas mereka, bahkan yang menjadi tujuan dari seluruh aktivitasnya
dan menjadi nilai perbuatannya. Kemudian, tolok ukur kehidupan mereka berubah
manjadi halal dan haram. Gambaran kehidupan yang mereka miliki pun berubah
berdasarkan halal dan haram. Unsur yang mendorong mereka dalam beraktivitas
adalah perintah dan larangan Allah; dan tujuan mereka dalam menyesuaikan aktivitasnya
menurut perintah dan larangan Allah adalah meraih keridhaan Allah. Mereka juga
menjadikan nilai perbuatan sebagai sesuatu yang harus diraih dalam melaksanakan
setiap perbuatan. Nilai perbuatan itu bisa bersifat ruhiyah bila
aktivitasnya shalat, jihad, dan sebagainya. Bisa juga bersifat materi, bila
aktivitasnya jual-beli, sewa-menyewa, dan sebagainya. Bisa pula bersifat
akhlak, bila berbuat amanah, kasih-sayang dan sebagainya. Mereka kemudian
(dapat) membedakan antara tujuan perbuatan dan nilai perbuatan yang dijadikan
sebagai landasan dalam beramal.
Faktor-faktor Kelemahan Daulah Islam 229
Gambaran
kehidupan dalam diri mereka yang dulunya beragam pun akhirnya menjadi gambaran
kehidupan yang hakiki dengan tolok ukur baru yang dimilikinya, yaitu perintah
dan larangan Allah atau halal dan haram.
Islam telah menjadikan mereka memiliki pandangan
yang hakiki tentang kebahagiaan. Awalnya, kebahagiaan menurut mereka adalah
hilangnya rasa lapar setelah makan atau terpenuhinya kenikmatan jasmani.
Kemudian, mereka memandang kebahagiaan adalah menggapai keridhaan Allah. Sebab,
kebahagiaan adalah ketenangan abadi bagi manusia. Kebahagiaan seperti ini tidak
akan diperoleh dengan kelezatan-kelezatan dan pemenuhan syahwat, tetapi hanya
dengan memperoleh ridha Tuhan semesta alam.
Demikianlah, Islam telah berhasil mempengaruhi
pandangan hidup bangsa-bangsa yang memeluknya. Dan mempengaruhi pula pandangan
tentang perbuatan yang mereka lakukan dalam kehidupan. Islam telah mengubah
tingkatan (prioritas) suatu perkara. Ada sebagian perkara yang prioritasnya
meningkat, ada pula yang menurun. Awalnya, “kehidupan” memiliki tingkatan
prioritas yang tertinggi bagi manusia, sedangkan mabda memiliki
tingkatan yang lebih rendah. Islam kemudian membalikkan tingkatan-tingkatan
ini, dengan menjadikan mabda pada tingkatan yang tertinggi, sedangkan
“kehidupan” pada tingkatan yang lebih rendah. Hasilnya, seorang Muslim akan
mencurahkan hidupnya di jalan Islam. Sebab, hal itu merupakan nilai yang lebih
tinggi daripada kehidupan itu sendiri. Hal ini secara otomatis menjadikan
pemeluknya berani menanggung beban berat dan kesulitan-kesulitan di jalan
Islam. Berdasarkan hal ini, segala sesuatu dalam kehidupan diletakkan pada
tingkatan-tingkatan yang sesuai dengan porsinya. Dampaknya, kehidupan menjadi
luhur dan seorang Muslim dapat merasakan ketenangan yang abadi dalam kehidupan.
Dia telah merumuskan satu tujuan yang paling tinggi –tidak ada yang lain— bagi
dunia seluruhnya, yang bersifat tetap dan tidak berubah, yaitu keridhaan Allah
Swt. Karena itu, tujuan tertinggi pada diri manusia pun mengalami perubahan.
Sebelumnya bangsa-bangsa tersebut memiliki tujuan tertinggi yang
230
Daulah
Islam
bermacam-macam dan senantiasa berubah-ubah.
Namun, mereka akhirnya memiliki satu tujuan tertinggi yang tetap. Seiring
dengan perubahan tujuan tertinggi yang dimiliki bangsa dan umat-umat tersebut,
maka makna segala sesuatu di mata mereka menjadi berubah dan pemahaman mereka
tentang keutamaan yang akan dituju juga berubah. Sebelumnya mereka menganggap
keberanian, sikap kesatria, membela kelompok, bangga terhadap harta dan
jumlahnya, kedermawanan secara berlebihan, loyal terhadap kabilah atau kaum,
keras dalam permusuhan, menuntut balas, dan yang sejenisnya adalah pokok-pokok
keutamaan. Lalu Islam datang dan tidak menjadikan hal-hal tersebut sebagai
pokok-pokok keutamaan. Islam tidak membiarkan pokok-pokok keutamaan itu apa
adanya, tetapi menjadikannya sebagai sifat yang harus dimiliki manusia
berdasarkan perintah Allah, sebagai wujud pelaksanaan perintah-Nya; bukan
kerena nilai yang ada pada pokok-pokok keutamaan itu sendiri, juga bukan karena
di dalamnya terdapat manfaat-manfaat dan kebanggaan; juga bukan karena hal
tersebut merupakan adat-istiadat, kebiasaan-kebiasaan, atau warisan-warisan
yang harus dipelihara. Islam menjadikan ketundukkan kepada Allah, perintah dan
larangan-Nya sebagai sebuah kewajiban. Karena itu, manfaat-manfaat individu,
kesukuan, kebangsaan, dan umat wajib tunduk pada perintah-perintah Islam semata.
Demikianlah, Islam telah mengubah pola
pikir (aqliyah) bangsa-bangsa yang memeluknya, termasuk pola sikap (nafsiyah)
mereka. Akibatnya, setelah mereka masuk Islam berubahlah kepribadiannya dari
sebelumnya, juga pandangan mereka terhadap alam semesta, manusia dan kehidupan,
serta tolok ukurnya terhadap semua hal dalam kehidupan. Mereka menjadi paham
bahwa kehidupan ini memiliki makna khusus, yaitu keluhuran dan kesempurnaan.
Akhirnya mereka memiliki tujuan tertinggi yang tunggal dan tetap, yaitu keridhaan
Allah. Menggapai tujuan tertinggi tersebut yakni keridhaan Allah, merupakan
kebahagiaan yang mereka rindukan. Pada gilirannya, mereka menjadi makhluk baru
yang berbeda dengan sebelumnya.
Peleburan Bangsa-bangsa 231
Dengan keempat faktor ini, semua bangsa yang
tunduk pada Daulah Islamiyah melepaskan diri dari keadaannya semula. Keempat
faktor ini telah menyatukan pemikiran-pemikiran dan pandangan-pandangan mereka
tentang kehidupan, sehingga terwujudlah pemikiran dan pandangan yang satu. Juga
menyatukan (cara-cara) pemecahan masalah, dengan satu solusi; dan menyatukan
kemaslahatan mereka, sehingga kemaslahatan mereka satu, yaitu kemaslahatan
Islam. Keempat faktor tersebut telah menyatukan pula tujuan-tujuan mereka dalam
kehidupan menjadi tujuan yang satu, yakni meninggikan kalimat Allah. Jadi,
suatu keniscayaan jika seluruh bangsa-bangsa tersebut meleburkan diri ke dalam
haribaan Islam, sehingga menjadi umat yang satu, yaitu umat Islam.[]
232
Daulah
Islam
Faktor-Faktor
Kelemahan
Daulah Islam
Daulah
Islam berdiri di atas ideologi Islam. Di dalam ideologi itulah
kekuatannya. Dengan ideologi itu pula Daulah Islam kokoh dan mencapai
ketinggian martabatnya yaitu sebagai penopang eksistensinya. Dengan demikian
Daulah Islam berdiri dengan kuat karena kekuatan Islam. Daulah Islam berhasil
membebaskan negeri-negeri di dunia yang sangat luas hanya dalam kurun waktu
kurang dari satu abad. Padahal, sarana yang digunakan hanya kuda dan unta.
Semua bangsa dan umat yang dibebaskan tunduk kepada Islam dalam waktu yang
sangat singkat. Padahal alat-alat dan sarana penyebarannya sangat terbatas,
yakni hanya lidah dan pena. Harus diingat bahwa yang merealisir hal istu semua
dengan sangat cepat adalah Islam yang telah menjadikan negara memiliki
kekuatan tersebut.
Musuh -musuh Islam mengetahui hal itu.
Mereka sadar Daulah Islam tidak dapat dilemahkan selama Islam kuat dalam jiwa
kaum Muslim, dalam pemahamannya dan penerapannya. Dengan sadar, mereka berusaha
menciptakan sarana-sarana yang dapat memperlemah pemahaman kaum Muslim terhadap
Islam dan penerapan mereka terhadap hukum-hukumnya.
Sarana-sarana yang mereka gunakan untuk
melemahkan pemahaman Islam sangat banyak, di antaranya berkaitan dengan
Faktor-faktor Kelemahan Daulah Islam 233
nash-nash
Islam, bahasa yang digunakan, dan yang berkaitan dengan penuntasan fakta-fakta
kehidupan. Sasaran yang mereka tuju adalah hadits-hadits Nabi. Caranya dengan
menyusupkan hadits-hadits palsu yang tidak pernah Rasul saw. ucapkan. Akan
tetapi, mereka memalsukannya dan menyusupkan makna-makna yang tidak islami
serta pemahaman-pemahaman yang bertentangan dengan Islam, sehingga kaum Muslim
mengambil dan mengamalkannya. Akibatnya mereka terjauhkan dari Islam. Mereka
membuat kedustaan atas nama Rasul saw. dengan cara memalsukan hadits-hadits di
antara hadits-hadits yang asli, lalu menyebarkannya di tengah-tengah manusia.
Namun, kaum Muslim berhasil mendeteksi tipu daya orang-orang Zindiq tersebut
dan menghabisi persekongkolan mereka. Para ulama dan perawi hadits bangkit
untuk mengumpulkan hadits serta membuat silsilah para perawinya dan sifat-sifat
mereka, lalu menjelaskan mana hadits yang shahih, lemah, dan palsu. Sehingga
terpeliharalah hadits dan periwayatannya dibatasi mulai dari tabi’it tabi’in
yang memperolehnya dari tabi’in yang mendapatkannya dari
sahabat dan tidak periwayatan mana pun selain mereka. Para perawinya juga
dibatasi dan diidentifikasi setiap orang dari mereka. Kemudian disusun
tingkatan-tingkatan kitab-kitab hadits, sehingga seorang Muslim jika
mempelajari atau menelusuri sebuah hadits akan mengetahui mana yang shahih,
dha’if dan palsu, dengan cara mengetahui sanad dan matannya.
Di luar semua itu, Daulah Islam menghukum kaum
Zindiq dengan tangan besi. Sanksi paling berat yang mereka terima atas
pemalsuan hadits adalah hukuman mati. Akhirnya, komplotan yang hendak merusak
Islam dan negaranya tidak memiliki pengaruh yang berarti.
Kemudian sasaran perusakan berikutnya yang
dilancarkan musuh-musuh Islam adalah bahasa Arab, karena bahasa inilah yang
dipakai Islam. Mereka berusaha memisahkan bahasa Arab dari Islam. Pada mulanya
mereka tidak berhasil melakukannya karena kaum Muslim, pada saat membebaskan
negeri-negeri, membawa Kitabullah, Sunah Nabi, dan bahasa Arab. Mereka
mengajari
234
Daulah
Islam
manusia bahasa Arab sebagaimana mengajari
al-Quran dan Hadits. Orang-orang pun berbondong-bondong masuk Islam. Mereka
belajar bahasa Arab sampai mahir kemudian mematangkannya. Bahkan, di antara
kaum ‘ajam (orang-orang non-Arab, penj.) terdapat imam mujtahid, seperti
Abu Hanifah, juga ada penyair-penyair yang handal dan brilian, seperti Basyar
bin Bard, dan ada pula penulis yang sangat piawai, seperti Ibnu al-Muqaffa’.
Dalam menjaga kemurnian bahasa Arab,
kaum Muslim sangat ketat, sampai-sampai Imam Syafi’i tidak membolehkan
penerjemahan al-Quran dan melarang shalat dengan bahasa selain bahasa Arab.
Para ulama yang membolehkan penerjemahan al-Quran, seperti Abu Hanifah, tidak
menamakan tarjamahan itu sebagai al-Quran secara mutlak. Seperti itulah
pemeliharaan dan penjagaan dilakukan terhadap bahasa Arab. Bahasa Arab
diposisikan sebagai bahasa yang sangat penting karena kedudukannya merupakan
bagian dari permata Islam, dan syarat di antara syarat-syarat ijtihad.
Pemahaman Islam yang diambil dari sumber-sumbernya dan pengambilan istinbat
hukum, tidak mungkin diperoleh kecuali dengan bahasa Arab. Hanya saja,
pemeliharaan dan penjagaan ini telah hilang setelah abad keenam Hijriyah,
ketika yang berkuasa adalah orang yang tidak mengetahui nilai bahasa Arab.
Penguasa menyia-nyiakan urusan bahasa Arab. Karenanya ijtihad terhenti.
Orang-orang yang tidak mengetahui bahasa arab tidak mungkin mampu meng-istinbat
hukum. Bahasa Arab menjadi terpisah dari Islam. Akibatnya negara mengalami
kekacauan dalam memahami Islam, sehingga terjadi pula kekacauan dalam
penerapannya. Keadaan ini berpengaruh cukup besar bagi negara, yaitu lemahnya
negara dan pemahamannya terhadap peristiwa -peristiwa aktual. Akibatnya,
problem-problem yang muncul tidak terpecahkan, atau terpecahkan tetapi tidak
benar, sehingga menumpuk di hadapan negara. Pada gilirannya menyebabkan negara
terguncang dan akhirnya lenyap.
Ini yang berkaitan dengan nash -nash
Islam dan bahasa Arab. Adapun yang berkaitan dengan penerapan Islam dalam
Faktor-faktor Kelemahan Daulah Islam 235
realitas
kehidupan, maka musuh-musuh Islam sejak beberapa abad pertama berusaha
menyelaraskan antara filsafat India dan Islam. Zuhud dalam masalah-masalah
keduniaan dan pencarian akhirat, ditafsirkan dengan praktek hidup yang sengsara
dan penyiksaan badan. Akibatnya, banyak orang Islam yang menjauhkan diri dari
gemerlapan kehidupan dan menarik diri untuk tidak terjun ke dalam kenikmatan
hidup yang melimpah. Itulah yang menyebabkan mereka tidak bekerja di dalam
bangunan Daulah Islam dan dalam kancah kehidupan kaum Muslim. Negara banyak
kehilangan kerja keras dari anak-anak umat, yang sebenarnya sangat mungkin
menggunakannya dalam dakwah Islam. Kehilangan itu justru digantikan dengan
penyiksaan badan mereka.
Kemudian muncul perang pemikiran yang
dilancarkan Barat terhadap negara kaum Muslim. Barat membawa peradaban yang
bertentangan dengan peradaban Islam. Barat memberi gambaran (khayalan) pada
kaum Muslim bahwa peradaban yang dibawanya berasal dari kaum Muslim. Mereka
lalu mendatangkan sistem-sistem yang bertentangan dengan Islam. Barat juga
memberi gambaran pada kaum Muslim bahwa sistem-sistem yang dibawanya sesuai
dengan hukum-hukum Islam, lalu memberi mereka undang-undang yang bertentangan
dengan hukum-hukum syara’, kemudian menjelaskan kepada mereka bahwa undang-
undang itu tidak bertentangan dengan Islam. Hal ini membawa pengaruh besar
terhadap kaum Muslim. Akibat lebih lanjut, menyebabkan peradaban Barat
menguasai dan mendominasi kaum Muslim. Kaum Muslim mulai memandang kehidupan
dengan asas manfaat. Kemudian mereka mengambil sebagian sistem Barat untuk
diterapkan dalam negara Utsmaniyah, lalu mereaktualisasi hukum riba dan membuka
bank-bank. Langkah-langkah ini sampai pada kecerobohan mereka mengambil undang-
undang Barat, yang akhirnya mengabaikan ketentuan-ketentuan syara’, dan
menggantinya dengan undang-undang pidana Barat. Langkah ini merupakan bencana
terbesar yang menimpa Daulah Islam dan menjauhkannya dari penerapan hukum
dengan asas Islam, meski negara telah menggunakan fatwa-fatwa
236
Daulah
Islam
yang membolehkan perbuatan-perbuatan ini.
Jauhnya penerapan hukum Islam ini menyebabkan lemahnya gelora iman dalam
negara, dan otomatis menjadikan negara berjalan di luar cahaya petunjuk.
Selanjutnya negara terus melemah dan melemah.
Ini yang berkaitan dengan sisi lemahnya
pemahaman Islam. Sedangkan sisi penerapannya, ada beberapa faktor yang saling
berkait yang menjadikan penerapan Islam rusak. Di antara faktor-faktor itu
adalah keberadaan partai-partai politik. Kebanyakan partai- partai politik
pasca Khulafa ar-Rasyidin memandang bahwa hanya pendapat partainyalah yang
harus dilaksanakan. Partai-partai ini sering mengambil tindakan-tindakan
represif (secara militer) sebagai jalan untuk mengantarkan tujuannya pada
kekuasaan. Selanjutnya dipakai untuk sarana penerapan pendapatnya. Hampir tidak
ada partai yang memposisikan umat sebagai jalan untuk penerapan pendapatnya.
Akibatnya, muncul Kelompok ‘Abbasi. Mereka menguasai wilayah Persia dan Irak,
kemudian menjadikannya titik sentral gerakan. Mereka kemudian bergerak hingga
menguasai negara dan menjadikan pemerintahan berada di tangan bani Hasyim.
Muncul juga Kelompok Fathimiyin. Mereka berhasil menguasai Mesir dan mendirikan
negara di sana untuk dijadikan titik sentral gerakan partai. Dari Mesir, mereka
bergerak untuk menguasai Daulah Islam agar pemerintahan berdiri di atas pondasi
pemikiran-pemikiran aliran Ismailiyah (paham yang dianut bani Fathimiyyin) yang
bertentangan dengan syara’. Di awal perkembangannya, mereka berhasil
melancarkan pukulan yang mampu menghentikan pembebasan-pembebasan dan
menyebabkan negara disibukkan dengan urusan-urusan dalam negeri. Pada perkembangan
berikutnya, terjadilah pertarungan antara dua negara (Negara ‘Abbasiyah yang
berpusat di Baghdad dan Negara Fathimiyah yang berpusat di Mesir) yang
menyebabkan kaum Muslim hidup dalam dua negara di waktu yang sama, padahal kaum
Muslim tidak boleh memiliki lebih dari satu negara. Keadaan ini akhirnya juga
memperlemah Daulah Islam. Dampak berikutnya, pembebasan dan pengembangan dakwah
menjadi terhenti.
Faktor-faktor Kelemahan Daulah Islam 237
Adapun pihak yang menyebabkan partai-partai
politik mengambil cara ini adalah para Khalifah bani Umayah. Dalam
mendelegasikan jabatan Khalifah, mereka melakukannya dengan metoda pewarisan
kekuasaan (semacam pengangkatan putra mahkota, penj.). Kekuasaan
diwariskan oleh Khalifah sebelumnya kepada calon Khalifah, lalu dibai’at. Cara
ini cenderung tidak memperhatikan kedudukan bai’at, bahkan mengabaikannya.
Mu’awiyah mengamanatkan kekhilafahan pada putranya, Yazid, lalu bai’at
diberikan kepadanya. Kemudian Khalifah sesudahnya mengikuti jejaknya. Setiap
Khalifah mengamanatkan kekhalifahan kepada calon khalifah berikutnya, lalu
masyarakat pun membai’atnya. Hal ini menggiring kaum Muslim untuk hanya
membai’at orang yang telah diamanati kekhilafahan saja. Jarang sekali mereka
membai’at orang lain. Cara ini dipakai oleh partai-partai politik untuk
memperoleh kekuatan sebagai jalan yang dapat mengantarkannya pada kekuasaan.
Pengangkatan Khalifah dengan cara memberi amanat (menunjuk putra mahkota)
semacam ini sebenarnya pernah dilakukan Khalifah Abubakar ketika mengamanatkan
kekhilafahan kepada Umar. Karena adanya penerapan yang tidak sehat, maka
hasil-hasilnya tidak baik sebagaimana dijelaskan di muka. Abubakar meminta
pendapat kaum Muslim tentang orang yang akan menjadi Khalifah sesudahnya. Dari
hasil musyawarah, diperoleh calon Khalifah yang paling menonjol yaitu Ali dan
Umar. Kemudian amanat diberikan kepada Umar. Maka, Umar dipilih menjadi
Khalifah, dan setelah Abubakar wafat, bai’at secara otomatis diberikan
kepadanya. Ini adalah persoalan syara’. Akan tetapi, para Khalifah sesudahnya
merusak penerapan cara ini. Amanat kekhilafahan yang seharusnya diberikan untuk
umum, hanya mereka peruntukkan bagi anak-anak, saudara-saudara, atau keluarga
mereka sendiri. Kadang-kadang amanat diberikan kepada lebih dari satu calon.
Buruknya penerapan ini sudah tentu menyebabkan kaum Muslim kesulitan memberikan
bai’at kepada orang yang dikehendaki, dan hal itu menyebabkan Daulah Islam
melemah. Sebenarnya, cara ini tidak banyak memberi pengaruh
238
Daulah
Islam
negatif jika negara kuat. Namun, ketika negara
dalam keadaan lemah, pengaruhnya mulai tampak.
Persoalan yang melanda Daulah Islam
tidak terbatas pada masalah bai’at Khalifah saja, tetapi melebar hingga ke
masalah pengangkatan para penguasa daerah atau pejabat-pejabat tinggi negara.
Diamnya negara ‘Abbasiyah terhadap perilaku politik Abdurrahman yang berhasil
memasuki Spanyol dan membiarkannya menguasai Spanyol, menyebabkan Abdurrahman
memerintah Spanyol secara penuh, terpisah dari pusat Daulah Islam (Baghdad).
Abdurrahman memangkas sebagian wilayah Daulah Islam dan memerintah dengan
aturan tersendiri. Para penguasa sesudahnya yang menamakan diri dengan sebutan
Amirul Mukminin juga mengatur pemerintahannya dengan aturan sendiri. Meski
Spanyol sebenarnya tidak terpisah dari tubuh Daulah Islam dan kaum Muslim yang
tinggal di Spanyol juga tidak terpisah dari kaum Muslim lainnya yang tinggal di
wilayah negara ‘Abbasiyah. Pada dasarnya mereka tetap menjadi bagian dari
kesatuan umat Islam, akan tetapi mereka terpisah secara administratif (aturan
pemerintahan). Fakta ini menyebabkan kelemahan menyusup ke dalam tubuh negara.
Kelemahan itulah yang menjadikan kaum kafir mudah menguasai Spanyol. Padahal
Daulah Islam (Baghdad) pada waktu itu berada di puncak keagungan dan
kekuatannya. Sementara Baghdad tidak mampu memproteksi serangan musuh yang
melemahkan kondisi Spanyol.
Ini kondisi yang terjadi di wilayah
Barat. Adapun di wilayah Timur, pemerintahan daerah (propinsi) banyak diberikan
kepada para Wali secara umum. Tiap-tiap daerah diberi keleluasaan (otonomi)
secara luas. Otonomi (secara luas) ini memberi kesempatan para penguasa daerah
(wali) untuk menggerakkan perasaan ingin berkuasa yang membuat mereka memiliki
ambisi. Mereka memiliki kekuasaan otonom dalam bidang administrasi (mengatur
pemerintah daerah), sementara Khalifah merelakannya. Pengakuan atas legalitas
kekuasaan Khalifah cukup dilakukan di mimbar-mimbar, pengeluaran surat-surat
keputusan yang diambil
Faktor-faktor Kelemahan Daulah Islam 239
dari
lembaga Khilafah, pembuatan uang dengan namanya, dan penyetoran pajak.
Wilayah-wilayah propinsi yang memiliki kekuasaan otonom menjadikannya seperti
negara-negara federal, sebagaimana yang terjadi antara penguasa Bani Saljuq dan
Hamdani. Hal ini juga menyebabkan Daulah Islam melemah.
Semua persoalan di atas menjadi sebab yang
mengantarkan pada lemahnya Daulah Islam. Kondisi ini terus berlangsung hingga
negara Utsmaniyah datang dan menguasai kekhilafahan. Mereka kemudian menyatukan
hampir seluruh wilayah Daulah Islam di bawah kekuasaan mereka, kemudian
mengemban dakwah ke Eropa dan memulai pembebasan- pembebasan. Akan tetapi
sayang, kekuasaannya tidak bersandar pada dasar kekuatan iman seperti para
Khalifah pertama Bani ‘Utsman. Khalifah-khalifah sesudahnya justru hanya
bersandar pada kekuatan militer. Pemerintahannya tidak bersandar pada asas
pemahaman Islam yang benar dan penerapan yang sempurna. Karena itu, pembebasan-
pembebasan yang diraihnya tidak memperoleh hasil sebagaimana
pembebasan-pembebasan yang pertama. Di samping itu, dalam tubuh umat tidak ada
kekuatan yang mendasar. Karena itu, kondisi yang mendominasi ikut berperan
memperlemah negara, kemudian memudar, dan akhirnya Daulah Islam hilang.
Lenyapnya Daulah Islam dari permukaan bumi tidak lain karena pengaruh
faktor-faktor di atas, di samping karena berbagai macam tipudaya yang
dilancarkan oleh musuh-musuh Islam.
Faktor-faktor yang memperlemah negara yang pada
akhirnya menyebabkan hancurnya Daulah Islam, secara ringkas dapat dikelompokkan
menjadi dua faktor: (1) Lemahnya pemahaman Islam dan (2) Buruknya penerapan
Islam. Karena itu, yang dapat mengembalikan Daulah Islam adalah pemahaman Islam
yang benar. Yang dapat menjaga kekuatan negara adalah kelangsungan negara yang
terus-menerus dalam memahami Islam dengan benar, memperbaiki penerapannya di
dalam negeri, dan mengemban dakwahnya ke luar.[]
240
Daulah
Islam
Lemahnya Daulah
Islam
Lemahnya
aspek pemikiran dalam Daulah Islam muncul pertama kali sejak abad kelima H, yaitu ketika sebagian
ulama menyatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Ini adalah pernyataan yang
memperlemah negara. Padahal setelah itu masih banyak dijumpai
para mujtahid.
Lemahnya pemikiran itu telah
menciptakan kondisi kritis. Keadaan itu mempengaruhi institusi negara, sehingga
perpecahan menggerogoti tubuhnya dan kelemahan menimpanya. Kondisi ini terus
berlangsung hingga pecah Perang Salib. Pada waktu itu negara dalam kondisi
tidak berdaya menghadapi pasukan Salib. Kedudukan negara goyah dan dalam
kegoyahannya negara terlibat dalam serangkaian Perang Salib yang terjadi secara
berturut-turut. Kira-kira dua abad lamanya.
Kemenangan pertama diraih pasukan
gabungan Salib. Mereka berhasil menguasai sebagian wilayah negeri Islam. Namun
dalam peperangan berikutnya kaum Muslim berhasil membebaskan wilayah negeri
Islam yang dikuasai mereka. Sayangnya, semenjak pemerintahan Islam berpindah ke
tangan Disnasti Mamalik, bahasa Arab, aspek pemikiran dan penyusunan undang-undang
mulai disia-siakan. Berikutnya pintu ijtihad ditutup, yang akhirnya membawa
efek lemahnya pemahaman terhadap Islam. Para penguasa ini
Lemahnya Daulah Islam 241
mewajibkan
Ulama bertaklid dan itu berarti kelemahan semakin parah di tubuh negara.
Kemudian muncul serangan pasukan Tartar yang semakin memerosotkan dan
memperlemah negara. Keadaan ini hanya berpengaruh di dalam negeri dan tidak
mempengaruhi aspek luar negeri. Kedudukan Daulah Islam dalam percaturan antar
negara juga tidak melemah dan negara Islam tetap memiliki harga diri yang kuat
dan menggentarkan negara lain. Daulah Islam masih menempati posisi adidaya di
dunia, bahkan negara Utsmaniyah berhasil mengambil alih permerintahan sebagian
besar dunia Islam pada abad ke-9 H bertepatan dengan abad ke-15 M. Pada abad
ke-10 H bertepatan dengan abad ke-16 M, kekuasaan baru ini cukup berhasil
menggabungkan negeri Arab ke dalam wilayahnya, lalu kekuasaannya meluas dan
melebar. Pemerintahannya memiliki kewibawaan, didukung dengan kekuasaan yang
kuat, pengaturan pasukan yang sistematis dan disiplin. Dalam perkembangan
berikutnya, negara Utsmaniyah bergerak keluar dan sibuk dengan berbagai
pembebasan, sementara bahasa Arab diabaikan. Padahal, bahasa Arab merupakan
kebutuhan dasar untuk memahami Islam dan menjadi salah satu syarat ijtihad.
Sungguh sayang, Daulah Utsmaniyah yang kuat tidak serius mengurusi Islam dalam
aspek pemikiran dan pembuatan perundang-undangan. Akibatnya, tingkat pemikiran
dan perundang-undangan merosot tajam. Saat itu, negara memang kuat secara kasat
mata, namun pada hakikatnya benar-benar lemah. Kelemahan itu dikarenakan
lemahnya pemikiran dan pembuatan perundang-undangan. Hanya saja, kelemahan tersebut
belum terdeteksi oleh Daulah Islam saat itu, karena sedang berada di puncak
kemuliaan, keagungan, dan kekuatan militernya. Juga karena dikiaskan pemikiran,
perundang-undangan, dan peradabannya kepada pemikiran, perundang-undangan, dan
peradaban Eropa, sehingga mereka mendapati dirinya memiliki pemikiran,
perundang-undangan, dan peradaban yang lebih baik dari Eropa. Kenyataan ini
membuat mereka senang sehingga rela dengan kelemahan ini. Perbandingan semacam
itu jelas tidak proporsional karena Eropa ketika itu masih terpuruk dalam
kegelapan, kebodohan,
242
Daulah
Islam
kekacauan dan kegoncangan; tertatih-tatih dalam
upaya-upaya kebangkitan dan gagal dalam setiap perbaikan yang dilakukan. Karena
itu, membandingkan keadaan Daulah Utsmaniyah dengan keadaan Eropa yang
dilihatnya seperti ini, sudah tentu Daulah Utsmaniyah dalam posisi yang lebih
baik, memiliki sistem yang handal dan peradaban yang lebih tinggi. Sementara di
sisi lain, negara tidak mampu melihat kondisi internal, yang sebenarnya sedang
mengalami goncangan yang sangat kuat; tidak mampu menyadari kebekuan pemikiran,
kebekuan perundang-undangan dan terpecahnya kesatuan umat. Kemenangannya atas
Eropa dan keberhasilannya menguasai sebagian tenggara wilayah Balkan menyilaukan
pandangannya sehingga tidak mampu menyaksikan kelemahan di dalam negerinya. Hal
itu memang memunculkan ketakutan seluruh negara Eropa terhadap Daulah
Utsmaniyah pada posisinya sebagai Daulah Islam. Akibatnya di dalam benak mereka
terbentuk persepsi bahwa pasukan Islam tidak bisa dikalahkan. Mereka yakin
bahwa tidak ada satu pun pasukan yang mampu menghadapi kaum Muslim.
Kemudian muncul masalah ketimuran.
Ketika itu maknanya diartikan sebagai ketakutan Eropa terhadap serangan pasukan
besar Utsmaniyah yang terus merayap di bawah kendali Muhammad al-Fatih pada
abad ke-9 H (abad ke-15 M), juga para Sultan sesudahnya. Ekspansi besar-besaran
terus berlangsung hingga akhir abad ke-11 H di tangan Sulaiman al-Qanuniy. Dia
berhasil mengokohkan kekuatan hingga pertengahan abad ke-12 H bertepatan dengan
abad ke-18 M. Pada periode ini, potensi keberlangsungan di dalam negara Islam
menjadi faktor dominan dalam memberikan kekuatan negara. Kekuatan akidah pada
diri kaum muslimin dan keberadaan pemahaman mereka yang khas terhadap kehidupan
yang belum begitu berkembang dalam benak mereka serta keberadaan sistem Islam
dalam kehidupan yang penerapannya buruk, seluruhnya masih menjadi sandaran
negara dan menjadikannya tetap bertahan dan kuat.
Keadaan ini masih diperburuk oleh kondisi
kacaunya
Lemahnya Daulah Islam 243
pemikiran
dan perundang-undangan di Eropa. Keadaan-keadaan semacam ini sebenarnya sangat
memungkinkan bagi negara untuk mengubah pemahaman Islam dengan pemahaman yang
benar, meningkatkan perhatiannya terhadap bahasa Arab, menyemarakkan ijtihad
dan memperhatikan aspek-aspek pemikiran dan perundang-undangan; hingga upaya
itu berhasil mengokohkan negara menjadi semakin kuat, menyempurnakan
penguasaannya terhadap dunia, melanjutkan pembebasan-pembebasan dengan Islam
terhadap bagian dunia lainnya dengan mengemban Islam kepada mereka. Dengan
demikian, negara akan berhasil mengokohkan dirinya, membentuk dunia dengan
peradaban Islam dan menyelamatkan umat manusia dari kerusakan dan kejahatan.
Hanya saja, tidak ada satu pun hal itu yang
terjadi, yaitu belum berhasil menyemarakkan bahasa Arab, selain memberikan
kesempatan kepada orang Arab dalam pengajaran dan keilmuan semata. Tentu saja
hal ini tidak memberikan pengaruh apa pun dalam memperkuat bahasa, juga tidak
mampu mengetuk pemikiran. Sebab, belum ada tindakan untuk menghidupkan bahasa
Arab dan menjadikannya sebagai satu-satunya bahasa negara yang diwajibkan dalam
Daulah Islam. Di samping itu, belum pula ada tindakan apa pun sehubungan dengan
aspek pemikiran dan fiqih. Sehingga gerakan yang lemah dan simpang siur
tersebut tidak berpengaruh dan keadaan masih berjalan di jalan yang berkelok.
Pada pertengahan abad ke-12 H (abad ke-18 M)
keadaan berubah dan mulai terjadi kelemahan internal dalam negeri yang sangat
luar biasa. Hal ini karena institusi negara berdiri di atas sisa-sisa sistem
Islam yang buruk penerapannya, juga berlandaskan kepada pemikiran yang
membingungkan, di antaranya ada yang Islami dan ada juga yang justru
menggoyahkan Islam. Pemerintahan secara keseluruhan lebih banyak berada dalam
nuansa sistem Islami daripada benar-benar dalam sistem Islam. Ini diakibatkan
pemahaman yang simpang siur terhadap pemikiran Islam, buruknya penerapan sistem
Islam dan tidak adanya ijtihad, gara-gara para mujtahid pun tidak ada.
244
Daulah
Islam
Pada abad ke-13 H bertepatan dengan
abad ke-19 M, neraca sejarah antara Daulah Islam dan negara-negara non Islam
mulai berayun-ayun. Lalu neraca dunia Islam mulai melemah, sementara timbangan
negara-negara Eropa sedikit demi sedikit mulai berat dan menguat. Di Eropa
mulai muncul kebangkitan-kebangkitan dan hasil-hasilnya mulai tampak. Sementara
di tengah kaum Muslim, akibat kejumudan pemikiran dan buruknya penerapan Islam
juga mulai mencuat ke permukaan. Ini terjadi karena pada abad ke-19 M di Eropa
muncul gerakan revolusi yang membahayakan dalam pemikiran Eropa, akibat dari
upaya sungguh-sungguh yang luar biasa yang telah dilakukan oleh para filosof,
para penulis dan pemikir. Terjadi pula perubahan menyeluruh yang mendorong
pemikiran orang-orang Eropa untuk membangkitkan bangsanya. Sehingga muncullah
berbagai gerakan yang memiliki pengaruh dalam memunculkan pendapat-pendapat
baru tentang pandangan terhadap kehidupan. Di antara pemikiran tersebut yang
paling penting adalah terjadi revisi pada sistem politik, perundang-undangan,
dan semua sistem kehidupan. Bayangan -bayangan berbagai kerajaan lalim di Eropa
lambat laun hilang, kemudian posisinya diduduki oleh sistem-sistem pemerintahan
baru yang dibangun di atas prinsip pemerintahan perwakilan dan kedaulatan
rakyat. Pengaruhnya sangat besar dalam mengarahkan kebangkitan Eropa. Pada abad
ini, di Eropa juga terjadi revolusi industri yang membawa pengaruh sangat
dominan. Dampaknya tampak dalam inovasi-inovasi baru yang banyak dan beragam.
Semuanya mempunyai pengaruh yang sangat dominan dalam memperkuat Eropa dan
memajukan pemikiran dan kekayaan materinya.
Kekuatan materi dan kemajuan ilmu
pengetahuan ini mengakibatkan neraca dunia Eropa terhadap dunia Islam tampak
lebih berat, lalu mengubah pemahaman tentang masalah ketimuran. Persoalan
mempertahankan diri dari bahaya Islam tidak lagi melanda Eropa, yang ada adalah
apakah harus mempertahankan keberadaan Daulah Utsmaniyah ataukah dipecah-belah.
Ternyata negara-negara tersebut berbeda pendapat seiring dengan perbedaan
kepentingan mereka masing-masing. Berubahnya pemahaman
Lemahnya Daulah Islam 245
tentang
masalah ketimuran dan beberapa kondisi baru yang muncul di Eropa berupa
peningkatan taraf pemikiran, kemajuan ilmu dan revolusi industri; juga
kelemahan dan perpecahan yang menghantam Daulah Utsmaniyah seluruhnya,
mengantarkan terjadinya perubahan politik antara Daulah Islam dan negara-negara
kufur tersebut secara mendasar. Bangsa Eropa semakin menguat dan kaum Muslim
semakin melemah.
Penyebab revolusi politik di Eropa adalah upaya
para pemikir yang bercita-cita untuk mencapai pembentukan tatanan kehidupan dan
penggunaan arah pandangan tertentu dalam kehidupan mereka. Mareka memeluk akidah
tertentu dan membangun sistem di atasnya. Inilah yang membalikkan pemahaman
mereka sebelumnya tentang sesuatu, sekaligus menjungkirkan strata nilai-nilai
yang ada pada diri mereka. Semuanya mengantarkan pada revolusi menyeluruh dalam
kehidupan yang mendukung munculnya revolusi industri yang luar biasa.
Ini berbeda dengan kondisi di dunia Islam atau
Daulah Utsmaniyah yang melakukan kekeliruan. Alih-alih mencoba untuk mengamati
situasi kondisi yang ada dengan benar, memikirkan mabdanya dengan
mendalam, menggerakkan pemikiran, dan berusaha mewujudkan kembali
ijtihad, memecahkan problem-problemnya sesuai hukum-hukum yang terpancar dari
akidahnya dan menerima ilmu serta teknologi; malahan seluruhnya menimpakan
kebingungan dan kegoncangan sebagaimana yang pernah terjadi di Eropa. Karena
kebingungan ini, aktivitasnya berhenti dan stagnan. Akhirnya Daulah Utsmaniyah
meninggalkan aspek ilmu pengetahuan dan teknologi, sehingga tertinggal dalam
kemajuan materi dari negara-negara lain. Memang ada sisi positif yang
menggembirakan. Sisi positif itu terletak pada kenyataan bahwa Daulah
Utsmaniyah adalah Daulah Islam dan bangsa-bangsa yang diperintahnya adalah
bangsa-bangsa Muslim. Islam adalah akidah negara dan sistemnya.
Pemikiran-pemikiran Islam adalah pemikiran negara dan arah pandangan Islam
dalam kehidupan juga arah pandangannya. Bertolak dari hal ini, seharusnya
negara memperhatikan pemikiran-pemikiran baru yang berkembang di
246
Daulah
Islam
Eropa, mengukurnya dengan kaidah pemikirannya,
mengamati problem-problem baru dari sudut pandang Islam, lalu memberi ketetapan
hukum tentang pemikiran- pemikiran dan problem-problem tersebut melalui ijtihad
yang benar sesuai pandangan Islam, sehingga bisa dipisahkan mana yang benar dan
yang rusak. Namun, sayang sekali negara tidak melakukannya.
Hal ini karena pemikiran-pemikiran
Islam yang dimilikinya tidak jelas dan pemahaman -pemahamannya pun tidak murni.
Demikian juga akidah Islam tidak lagi menjadi kaidah pemikiran tempat
dibangunnya seluruh pemikiran, melainkan sekadar akidah yang diraih dengan
taklid. Sehingga asas yang menjadi pijakan negara adalah akidah dan pemikiran
yang tidak jelas bagi Daulah Utsmaniyah. Sistem yang dipakai pun stagnan karena
tidak adanya ijtihad. Peradaban, yang merupakan kumpulan pemahaman tentang
kehidupan, tidak berkembang dan tidak dikaitkan dengan aktivitas negara.
Penyebabnya adalah kemunduran taraf pemikiran dan tidak adanya kebangkitan,
sehingga mereka hanya bisa berdiri tercengang dan bingung ketika mereka
menyaksikan revolusi pemikiran dan indrustri di Eropa. Mereka belum mampu
memutuskan untuk mengambil atau meninggalkannya. Mereka juga tidak mampu
membedakan antara apa yang boleh mereka ambil yaitu ilmu, teknologi, dan
penemuan-penemuan; dengan yang tidak boleh mereka ambil, yaitu filsafat yang
menentukan arah pandangan kehidupan dan peradaban yang merupakan kumpulan
pemahaman tentang kehidupan. Karena itu, mereka stagnan dan tidak mampu
bergerak. Kejumudan ini menjadi sebab terhentinya roda sejarah kejayaan mereka.
Padahal pada waktu yang sama roda negara-negara Eropa sedang berputar.
Seluruhnya disebabkan oleh tidak adanya pemahaman mereka terhadap Islam secara
benar; ketidakpahaman mereka tentang perbedaan antara pemikiran-pemikiran Eropa
dan pemikiran-pemikirannya dan tidak adanya kemampuan membedakan antara ilmu,
teknologi dan penemuan-penemuan yang dianjurkan Islam untuk diambil, dengan
filsafat, peradaban dan pemikiran-pemikiran yang dilarang Islam untuk mereka
ambil.
Memang benar, Islam tidak dapat dilihat oleh bangsa
Lemahnya Daulah Islam 247
Utsmaniyah,
sehingga mereka tidak mampu memahami Islam dengan pemahaman yang benar.
Kebutaan inilah yang menjadikan umat dan negara hidup menurut hasil
kesepakatan, tanpa memperhatikan sistem yang dimilikinya. Padahal dalam waktu
yang sama, musuh-musuh negara berpegang teguh pada sistem yang jelas dan
berjalan di atasnya. Dengan demikian, Eropa lah pemilik ideologi, apa pun
akidah dan filsafatnya. Sementara umat Islam sebagai pemilik ideologi yang benar,
hidup dalam angan -angan ideologi itu sendiri, yang berlangsung berabad-abad.
Hal ini karena mereka hidup dalam buruknya penerapan ideologi mereka sendiri.
Padahal Rasul saw telah bersabda:
«ﻲِﺘﱠﻨﺳ�ﻭ� ﷲﺍِ �ﺏﺎ�ﺘِﻛ ﺍﻮﻠِﻀ��ﺗ
�ﻦﹶﻟ ﻪِﺑ �ﻢ�ﺘﹾﻜﺴ�ﻤ�ﺗ� ﹾﻥِﺇ ﺎﻣ� �ﻢﹸﻜﻴِﻓ
�ﺖﹾﻛﺮ�ﺗ� »
“Aku tinggalkan di tengah-tengah kalian yang
selama kalian berpegang teguh kepadanya, kalian tidak akan sesat, yaitu
Kitabullah dan Sunahku”
Padahal juga, negaranya adalah Daulah Islam,
umatnya adalah umat Islam, dan semua kekayaan pemikiran maupun fiqih berada di
tangan mereka. Namun, negara tidak memahami makna hadits tersebut untuk kembali
kepada Islam dalam perkara fondamental dengan persepsi bahwa Islam adalah
akidah dan sistem. Negara juga tidak mampu mengambil manfaat dari kekayaan
tersebut yang tidak pernah dimiliki oleh umat mana pun.
Memang benar, negara tidak memanfaatkan itu
semua. Hal ini karena ketika ijtihad dan perkembangan pemikiran berhenti, maka
pemahaman-pemahaman keislaman di kalangan kaum Muslim melemah. Mereka
meninggalkan pengetahuan keislaman dan buku-buku serta kekayaan ilmiah tetap
tersimpan di lemarinya. Tidak ada lagi ulama yang siap berpikir kecuali amat
sedikit. Semangat dan cinta terhadap pengkajian dan penelitian tentang hakikat-
hakikat sesuatu sangat sedikit. Berbagai pengetahuan berubah menjadi sekedar
ilmu yang tidak dituntut untuk diamalkan di dalam negara dan dalam realitas
kehidupan. Negara tidak
248
Daulah
Islam
menggerakkannya. Bahkan, para ulama yang
menuntut ilmu dan tsaqafah hanya menjadikannya sebagai kekayaan intelektual.
Mereka berpendapat bahwa mencari ilmu untuk ilmu atau mencari ilmu untuk
memperoleh rejeki. Sangat sedikit dari mereka yang mencari ilmu untuk
kemaslahatan umat dan negara.
Keadaan itu menyebabkan tidak adanya
gerakan intelektual, tsaqafah, atau perundang-undangan sehingga memunculkan
kekeliruan dalam memahami Islam. Kaum Muslim lebih banyak memahami Islam dalam
aspek kerohanian daripada pemahaman secara intelektual, politik, dan
perundang-undangan. Karena pemikirannya yang mendasar dan metode yang digunakan
untuk melaksanakan pemikiran tersebut telah buta, sehingga mereka buta dalam
memahami al-Quran dan as-Sunah, yang pada gilirannya mereka memahami Islam
sekedar agama ritual. Mereka pun membandingkan antara agamanya dengan
agama-agama lain berkenaan dengan perbedaan-perbedaan yang ada pada
masing-masing agama tersebut, namun dalam kedudukan sebagai agama ritual, bukan
sebagai akidah dan aturan untuk seluruh kehidupan.
Karena itu, tidak heran jika umat Islam
di bawah kepemimpinan Daulah Utsmaniyah mengalami stagnasi, jumud, kebingungan,
dan goncang ketika menghadapi revolusi yang terjadi di Eropa. Umat masih tetap
terbelakang dan tidak tergugah sedikit pun oleh kemajuan ekonomi yang
membanjiri Eropa. Tidak terpengaruh oleh banyaknya penemuan yang terjadi di
Eropa dan tidak tergelitik dengan revolusi industri yang dipelopori Eropa.
Memang ada pengaruhnya, namun amat sedikit dan sangat parsial. Itu pun masih
diliputi kebimbangan dan kekacauan sehingga tidak melahirkan manfaat apa-apa.
Hal itu tidak memungkinkan umat Islam memperoleh kemajuan materi, bahkan tidak
memungkinkan mereka menghentikan roda kebekuan yang membawa serta ke arah
kemunduran dan kelemahan. Faktor penyebabnya juga kembali pada kondisi mereka
yang tidak mampu membedakan antara ilmu pengetahuan dan tsaqafah, antara
peradaban dan madaniah. Mereka akhirnya tetap berdiri dalam kebingungan
dan tidak bisa mengambil
Lemahnya Daulah Islam 249
keputusan
apakah mengambil atau meninggalkannya, banyak di antara mereka yang melihat
bahwa semuanya bertentangan dengan Islam, sehingga mereka menyatakan haram
mengambilnya. Bahkan, ketika percetakan menjadi fenomena baru dan negara
bermaksud mencetak al-Quran, para ulama fiqih malah mengharamkan pencetakan
al-Quran. Akibatnya, mereka memberi fatwa yang mengharamkan setiap hal baru dan
mengkafirkan setiap orang yang belajar ilmu-ilmu alam dan mencap setiap pemikir
sebagai zindiq dan atheis. Tetapi, di sisi lain ada sekelompok kecil umat
yang melihat keharusan mengambil segala hal dari Barat, berupa ilmu
pengetahuan, tsaqafah, peradaban maupun madaniah. Mereka ini adalah
orang-orang yang belajar di Eropa atau di sekolah-sekolah misionaris yang telah
menyusup ke negeri-negeri Islam. Pada mulanya mereka tidak memiliki pengaruh.
Mayoritas masyarakat memiliki konsep pemikiran untuk melakukan kompromi antara
Islam dengan tsaqafah, ilmu-ilmu, peradaban dan madaniah yang berasal
dari Barat. Pada akhir masa pemerintahan Daulah Utsmaniyah, berkembang sebuah
pemikiran yang mengklaim bahwa Barat telah mengambil peradabannya dari Islam
dan Islam tidak mencegah mengambil dan mengamalkan sesuatu yang bersesuaian
dengan Islam, selama tidak bertentangan dengannya. Barat rupanya berhasil
menyebarkan pemikiran ini hingga mendominasi masyarakat Islam dan membawanya ke
tengah masyarakat terutama kalangan intelektual. Sebagian besar dari mereka
adalah fuqaha dan ulama lalu mereka menamakan diri sebagai ulama modern. Mereka
juga menamakan diri sebagai kaum pembaharu.
Terdapat perbedaan yang mendasar antara
peradaban Barat dan peradaban Islam. Demikian pula terdapat perbedaan yang
jelas antara tsaqafah Barat berikut visi kehidupannya, dengan tsaqafah dan visi
kehidupan Islam. Karena itu, tidak mungkin menyeleraskan atau mengkompromikan
antara apa yang terdapat dalam Islam dan apa yang terdapat dalam
pikiran-pikiran Barat. Mengkompromikan dua hal yang bertentangan akan
mengantarkan umat jauh dari Islam dan mendekatkan mereka pada
pemikiran-pemikiran Barat dengan pola yang kacau. Mereka menjadi lemah dalam
memahami
250
Daulah
Islam
pemikiran-pemikiran
Barat dan menjadi semakin jauh dari Islam. Hal itu memiliki dampak yang sangat
besar dalam pengabaian berbagai penemuan, ilmu dan teknologi. Juga berpengaruh
sangat besar terhadap buruknya pemahaman Islam yang mengarahkan umat kepada
kumpulan pemikiran yang saling bertentangan tersebut dan ketidakmampuan negara
untuk tetap konsisten pada satu pemikiran tertentu saja. Seperti halnya
menyebabkan umat berpaling dan tidak mau mengambil sarana-sarana kemajuan
materi yang berupa ilmu, penemuan-penemuan dan terknologi. Akibatnya, negara
benar-benar menjadi lemah hingga tidak mampu berdiri dan menjaga dirinya.
Kelemahannya menimbulkan keberanian musuh-musuh Islam untuk mencabik-cabik
negara Islam menjadi bagian-bagian kecil, sementara negara tidak kuasa menolak
dan justru menerimanya dengan pasrah. Kelemahannya juga menimbulkan keberanian
para misionaris untuk melancarkan serangannya terhadap Islam dengan mengatasnamakan
ilmu pengetahuan. Mereka menyusupkan misinya ke dalam tubuh umat sehingga
berhasil memecah belah barisan mereka dan menyalakan
api fitnah di dalam negeri-negeri Islam.
Gerakan-gerakan yang beraneka ragam ini
pada akhirnya berhasil merobohkan negara yang disusul dengan munculnya paham
nasionalisme di seluruh bagian negara, yaitu di Balkan, Turki, negeri -negeri
Arab, Armenia, dan Kurdistan. Saat tahun 1914 M tiba, negara berada di tepi
jurang yang dalam, kemudian terseret ke dalam Perang Dunia I, lalu keluar
sebagai pihak yang kalah dan akhirnya dihancurkan. Dengan demikian, hilanglah
Daulah Islam dan Barat berhasil mewujudkan impiannya yang telah mengusik mereka
selama berabad -abad. Barat berhasil menghancurkan Daulah Islam demi untuk
menghancurkan Islam itu sendiri. Dengan lenyapnya Daulah Islam, maka
pemerintahan di seluruh negeri-negeri Islam tidak lagi Islami dan kaum Muslim
hidup di bawah naungan bendera kufur. Sehingga urusan mereka menjadi
tercabik-cabik, keadaan mereka memburuk, dan akhirnya hidup dalam sistem kufur
dan diperintah dengan hukum-hukum kufur.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar