Titik Awal
Dakwah
ketika
Rasul saw diutus, pertama-tama beliau mengajak istrinya, Khadijah, maka
dia pun beriman kepada beliau. Kemudian beliau mengajak putra pamannya, Ali,
maka dia pun beriman. Beliau mengajak maula (budak)-nya, yaitu Zaid,
lalu dia beriman. Beliau mengajak sahabat karibnya, Abu Bakar, maka dia pun
beriman. Selanjutnya beliau mulai menyeru masyarakat, maka sebagian beriman dan sebagian lainnya kafir.
Ketika Abu Bakar telah masuk Islam, dia
menampakkan keislamannya kepada orang-orang yang dia percayai seraya mendakwahi
siapa pun untuk beriman kepada Allah dan Rasul-Nya. Beliau adalah seorang pria
yang menjadi tempat tumpuan kaumnya. Dia mencintai dan banyak memberikan
kemudahan kepada mereka. Kaumnya seringkali mendatanginya, dan bergaul akrab
dengannya untuk berbagai urusan, baik karena ilmunya, keahliannya dalam berdagang,
maupun bagusnya sikap dia. Maka melalui jasanya, Utsman bin Affan, Zubair bin
Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa’ad bin Abi Waqash dan Thalhah bin Ubaidillah
seluruhnya masuk Islam. Abu Bakar bersama mereka menemui Rasul saat mereka
memenuhi dakwah beliau, lalu semuanya masuk Islam dan bersama-sama melaksanakan
shalat. Kemudian Abu ‘Ubaidah yang nama aslinya Amir bin Jarah, Abu Salamah
yang nama aslinya
|
Titik Awal Dakwah
|
15
|
Abdullah
bin Abdul al-Asad, Arqam bin Abi al-Arqam, Utsman bin Mazh’un dan yang lainnya
secara bersamaan masuk Islam. Berikutnya banyak orang baik laki-laki maupun
wanita secara bergelombang masuk Islam, sehingga sebutan Islam tersebar di kota
Makkah dan menjadi perbincangan masyarakat.
Pada awal masa dakwahnya, Rasul berkeliling
mendatangi rumah-rumah mereka, sambil mengatakan, “Sesungguhnya Allah memerintahkan
kalian untuk menyembah-Nya dan tidak menyekutukan-Nya dengan sesuatu apapun.” Beliau
mendakwahi masyarakat Makkah untuk masuk Islam secara terang-terangan,
semata-mata untuk melaksanakan perintah Allah:
>§«¨ תq5UkÙV
Ô2§ª¨ÉİQ„mÀi-2ÙMS{U‘›cWi@
“Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu
berilah peringatan.” (TQS.
al-Muddatstsir [74]: 1-2).
Setiap berjumpa dengan masyarakat, beliau selalu
menawarkan agamanya kepada mereka, dan berusaha untuk menghimpun mereka di
sekeliling beliau untuk menjadi kelompok (kutlah) dengan asas agama itu secara
rahasia. Untuk menjalankan shalat, para sahabat Rasul pergi ke celah-celah
bukit dan menyembunyikan pelaksanaan shalat tersebut dari perhatian kaumnya.
Rasul saw mengirim para sahabat yang lebih dulu masuk Islam dan telah memahami
agama Islam, untuk mengajarkan al-Quran kepada orang-orang yang baru memeluk Islam.
Beliau mengutus Khabab bin al-’Arat untuk mengajarkan al-Quran kepada Zainab
bin al-Khaththab dan Sa’id, suaminya. Pada saat mereka berada di rumah Sa’id
dan Khabab sedang membacakan al- Quran kepada mereka, tiba- tiba Umar datang.
Kemudian Umar masuk Islam melalui halaqah ini.
Upaya Rasul saw tidak hanya itu. Beliau juga
menetapkan sebuah rumah untuk dijadikan tempat mengajarkan Islam kepada kaum
Muslim dan menjadikannya sebagai markas kutlah orang-orang yang beriman
sekaligus madrasah untuk dakwah yang baru
16
Daulah
Islam
tersebut.
Rumah itu adalah rumah Arqam bin Abi al-Arqam. Beliau mengumpulkan kaum Muslim
di dalamnya dan membacakan al-Quran kepada mereka, menjelaskannya dan
memerintahkan mereka untuk memahami dan mengamalkannya. Setiap ada orang yang
masuk Islam, maka beliau menggabungkannya ke dalam rumah Arqam. Beliau tinggal
di sana selama tiga tahun dan membina kaum Muslim tersebut, shalat berjama’ah
dengan mereka, dan shalat tahajjud di malam hari, sehingga mereka pun bertahajjud.
Di tengah mereka muncul suasana ruhaniyah dengan pelaksanaan shalat dan membaca
al-Quran. Beliau membangkitkan aktivitas berpikir di tengah-tengah mereka
tentang ayat-ayat Allah dan mengkaji secara seksama terhadap
makhluk-makhluk-Nya. Beliau membina akal mereka dengan makna- makna al -Quran
dan lafadz-lafadznya, pemahaman-pemahaman Islam dan pemikiran-pemikirannya.
Beliau menjadikan mereka orang yang sabar menghadapi penderitaan, dan ridha
dalam ketaatan dan kepemimpinan. Sehingga mereka ikhlas kepada Allah, Dzat Yang
Maha Luhur dan Maha Kuasa. Nabi dan kaum Muslim ketika itu masih menyembunyikan
keislamannya di rumah Arqam bin Abi al-Arqam sampai turun firman Allah:
>§²¨ WÛܰ¯Õn“ÙÀ¨-WÃCÔºÕUmXTÃÄW%ØmÉU\-"¯ØÍ\iÕ™Ù@V
“Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan
segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah kamu dari orang-orang
yang musyrik.” (TQS. al-Hijr [15]: 94)[]
|
Pembentukan Kutlah Sahabat
|
17
|
Pembentukan
Kutlah Sahabat
Pada
awal dakwahnya, Nabi saw mengajak orang-orang telah siap menerima
dakwahnya tanpa melihat usia, kedudukan, jenis kelamin, dan asal usulnya.
Beliau tidak pernah memilih-milih orang yang akan diseru kepada Islam, tetapi
mengajak semua umat manusia, dan menuntut kesiapan mereka untuk menerima Islam.
Karena itu, banyak orang yang masuk Islam. Beliau sangat bersemangat membina
semua orang yang memeluk Islam dengan hukum-hukum agama dan meminta mereka
untuk menghapalkan
al-Quran.
Kemudian mereka berhimpun dalam sebuah kutlah
(kelompok) dan bersama-sama mengemban dakwah (jumlah mereka saat diutusnya
Rasul hingga turunnya perintah untuk menampakkan dakwahnya adalah lebih dari 40
orang). Kutlah ini terdiri dari kaum pria dan wanita dari berbagai
daerah dan usia. Kebanyakan mereka dari kalangan pemuda. Di antara mereka ada
yang lemah, kuat, kaya, dan miskin. Sejumlah orang telah mengimani Rasul saw,
menaatinya, dan menekuni dakwah bersama-sama beliau. Mereka itu antara lain (1)
‘Ali bin Abi Thalib yang berusia 8 tahun,
(2)
Zubair bin al-Awwam 8 tahun, (3)
Thalhah bin ‘Ubaidillah seorang anak muda berumur 11 tahun, (4) Arqam bin Abi
al-Arqam anak muda berusia 12 tahun, (5) ‘Abdullah bin Mas’ud berusia 14
18
Daulah
Islam
tahun, (6) Sa’id bin Zaid berumur kurang dari 20
tahun, (7) Sa’ad bin Abi Waqash 17 tahun, (8) Mas’ud bin Rabi’ah 17 tahun, (9)
Ja’far bin Abi Thalib 18 tahun, (10) Shuhaib ar-Rumi di bawah 20 tahun, (11)
Zaid bin Haritsah sekitar 20 tahun, (12) ‘Utsman bin ‘Affan sekitar 20 tahun,
(13) Thulaib bin ‘Umair sekitar 20 tahun,
(14)
Khabab bin al-‘Arat sekitar 20 tahun,
(15) ‘Amir bin Fuhairah 23 tahun, (16) Mush’ab bin ‘Umair 24 tahun, (17) Miqdad
bin al-Aswad 24 tahun, (18) ‘Abdullah bin Jahsy 25 tahun, (19) ‘Umar bin
Khaththab 26 tahun, (20) Abu ‘Ubaidah bin Jarrah 27 tahun, (21) ‘Utbah bin
Ghazwan 27 tahun, (22) Abu Hudzaifah bin ‘Utbah sekitar 30 tahun, (23) Bilal
bin Rabah sekitar 30 tahun, (24) ‘Ayasy bin Rabi’ah sekitar 30 tahun, (25)
‘Amir bin Rabi’ah sekitar 30 tahun, (26) Na’im bin ‘Abdillah sekitar 30 tahun,
(27) ‘Utsman, (28) ‘Abdullah, (29) Qudamah, dan (30) as-Saib bin Mazhun bin
Hubaib. Umur Utsman sekitar 30 tahun, Abdullah 17 tahun, Qudamah 19 tahun dan
as-Saib sekitar 20 tahun, (31) Abu Salmah Abdullah bin Abdul al-Asad al-Makhzumiy
yang umurnya sekitar 30 tahun, (32) Abdurrahman bin Auf sekitar 30 tahun, (33)
Ammar bin Yasar berumur antara 30 hingga 40 tahun, (34) Abu Bakar ash-Shidiq
berumur 37 tahun, (35) Hamzah bin Abdul Muthalib berumur 42 tahun, dan (36)
Ubaidah bin al-Harits berumur 50 tahun. Begitu pula terdapat beberapa kaum
wanita yang beriman.
Ketika tsaqafah para sahabat sudah
matang, akal mereka telah terbentuk menjadi akal yang Islami (‘Aqliyah
Islamiyah), dan jiwa mereka sudah menjadi jiwa yang Islami (Nafsiyah
Islamiyah) dalam kurun waktu 3 tahun, maka Rasul saw merasa tenang dan
meyakini kematangan pemikiran dan keluhuran jiwa mereka. Beliau menyaksikan
kesadaran mereka atas hubungannya dengan Allah tampak menonjol pengaruhnya
dalam perilaku mereka. Karena itu, perasaan beliau menjadi sangat senang karena
kutlah kaum Muslim telah sangat kuat dan mampu menghadapi seluruh
kekuatan yang ada dalam masyarakat, maka beliau menampakkan dakwah Islam saat
Allah memerintahkannya.[]
|
Titik Tolak Dakwah
|
19
|
Titik Tolak
Dakwah
Dakwah Islam
tampak jelas sejak hari pertama Rasul saw diutus. Ketika itu, masyarakat Makkah mengetahui
bahwa Muhammad mengajak manusia kepada agama baru. Mereka mengetahui banyak
orang yang telah masuk Islam bersama beliau dan bahwa Muhammad membentuk para
sahabatnya dalam sebuah kutlah (kelompok) serta menjaga kelangsungan
perjalanannya. Mereka juga mengetahui bahwa kaum Muslim menyembunyikan kutlahnya
dan keyakinannya terhadap agama baru. Hal itu menunjukkan bahwa
masyarakat telah menyadari adanya dakwah baru dan telah terwujudnya sekelompok
orang yang mengimaninya, meskipun mereka tidak mengetahui di mana tempat
orang-orang
tersebut berkumpul dan siapa saja
mereka yang beriman itu. Karena itu, pendeklarasian Rasul saw tentang Islam
bukan
hal
baru bagi kaum kafir Makkah. Yang mereka anggap baru adalah munculnya kutlah
kaum Mukmin secara terang-terangan di tengah-tengah masyarakat. Hamzah bin ‘Abd
al-Muththallib telah masuk Islam, kemudian disusul ‘Umar bin al-Khaththab
setelah tiga hari keislaman Hamzah. Sehingga dukungan terhadap kaum Muslim
semakin kuat dan turun kepada Rasul saw firman Allah:
20
Daulah
Islam
\›R<Ùk[Ý[ 5¯ §²¨ WÛܰ¯nÕ“À-Ù ¨CÃW
ÔºmÕÃU
XT ÄmW%ØUÉ" \-¯ ØÍi\ Õ™ÙV @
W×SV Ù
Wm\XÄ ˜I›V¯ \ÌW% WDSÉ
È\ Ù IVf |ÚÏ°Š §²®¨ |ÚϰÄs×MW-ÔÀ-Ù >§²¯¨ |ESÀ-Q
ÕÈWc
“Maka sampaikanlah olehmu apa yang telah
diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang musyrik.
Sesungguhnya Kami telah membalaskan bagimu kepada orang-orang yang suka
memperolok-olok. Yaitu orang-orang yang menjadikan tuhan lain menyertai Allah.
Maka nanti mereka akan mengetahuinya.“ (TQS. Al-Hijr [15]:94-96)
Setelah turun ayat tersebut, Rasul
segera menyampaikan perintah Allah dan menampakkan keberadaan kutlah ini
kepada seluruh masyarakat secara terang-terangan, meski sebagian kaum Muslim
masih menyembunyikannya dan sebagian lagi masih menyembunyikannya hingga
penaklukan kota Makkah. Uslub (cara) yang digunakan Rasul untuk
menampakkan keberadaan kutlah, adalah dengan keluar bersama-sama para
sahabat dalam dua kelompok. Pemimpin kelompok pertama adalah Hamzah bin
‘Abd al-Muththallib dan untuk kelompok kedua adalah ‘Umar bin al-Khaththab.
Rasul pergi bersama mereka ke Ka’bah dengan (barisan yang) rapi, yang
sebelumnya tidak diketahui oleh bangsa Arab. Beliau melakukan tawaf di sekitar
Ka’bah bersama-sama mereka.
Ini berarti Rasul saw bersama para
sahabatnya telah berpindah dari tahap dakwah secara sembunyi-sembunyi (daur
al-istikhfa’) kepada tahap dakwah secara terang-terangan (daur
al-i’lan). Dari tahap kontak dengan orang-orang yang simpati dan siap menerima
dakwah, menuju tahap menyeru seluruh masyarakat. Sejak saat itu mulai terjadi
benturan antara keimanan dengan kekufuran di tengah-tengah masyarakat, dan
terjadi gesekan antara pemikiran-pemikiran yang benar dengan yang rusak. Ini
berarti dakwah mulai memasuki tahapan dakwah yang kedua, yaitu tahap
|
Permusuhan Terhadap Dakwah
|
21
|
interaksi
dan perjuangan (marhalah al-tafa’ul wa al-kifah). Kaum kafir mulai
memerangi dakwah dan menganiaya Rasul saw serta para sahabatnya dengan segala
cara. Perioda ini -yaitu tafa’ul dan kifah-adalah perioda yang
dikenal paling menakutkan di antara seluruh tahapan dakwah.
Pada tahapan ini, tempat-tempat yang biasa
disinggahi Rasul sering dilempari orang-orang kafir. Ummu Jamil, istri Abu
Lahab, melemparkan najis ke depan rumah beliau, dan Rasul cukup meladeninya
dengan membersihkan kotoran-kotoran itu. Abu Jahal melempari beliau dengan
kotoran kambing yang telah disembelih untuk sesembahan berhala. Beliau hadapi
tindak keji tersebut dan pergi ke rumah putrinya, Fatimah, agar dia dapat
membersihkan dan menyucikannya. Semua itu tidak berpengaruh apapun pada Rasul,
selain bertambah kesabarannya dan lebih berkonsentrasi pada dakwah. Kaum Muslim
juga diteror dan dianiaya. Setiap kabilah melakukan teror dan penyiksaan atas
orang yang memeluk Islam. Bahkan orang tersebut dipaksa untuk keluar dari
Islam, sampai-sampai salah seorang dari mereka menyiksa budaknya yang berasal
dari Habsyi, yaitu Bilal, di atas pasir di bawah terik matahari yang panas.
Dadanya ditindih dengan batu, lalu ditinggalkan begitu saja agar dia mati.
Tindakan itu dilakukan bukan karena hal lain selain karena dia tetap bertahan
dalam Islam. Dalam kondisi seperti ini, Bilal tidak melakukan apa pun selain
mengulang-ulang kata “ahad ...
ahad”,
sambil menahan
siksaan di jalan Allah. Seorang wanita juga telah disiksa hingga mati,
karena dia tidak rela keluar dari Islam dan kembali ke agama nenek moyangnya.
Kaum Muslim seluruhnya didera dengan berbagai macam siksaan. Mereka dihadapkan
dengan berbagai bentuk penghinaan yang sangat menyakitkan. Mereka tetap sabar
menghadapi semua itu, semata-mata karena mencari keridhaan Allah.[]
22
Daulah
Islam
Permusuhan
Terhadap Dakwah
Tatkala
Rasul saw diutus dengan membawa Islam, masyarakat membicarakan dirinya dan dakwahnya, sementara
Quraisy sendiri paling sedikit berkomentar tentang hal tersebut. Hal ini karena
mereka pada mulanya belum menyadarinya, dan menganggap perkataan Muhammad tidak
lebih dari sekadar cerita para pendeta dan ahli hikmah belaka. Mereka pun
meyakini bahwa orang-orang akan kembali kepada agama nenek moyangnya, sehingga
mereka tidak mempedulikan dan tidak pula melarangnya. Sewaktu Muhammad lewat di
majelis mereka, mereka hanya mengatakan, “Inilah putra ‘Abdul Muthallib yang
biasa membicarakan sesuatu dari
langit.” Sikap seperti itu terus berlangsung demikian.
Namun, setelah dakwahnya berjalan dalam
waktu yang belum terlalu panjang, mereka mulai menyadari bahaya dakwah tersebut
dan sepakat untuk menentang, memusuhi, dan memeranginya. Mereka menyimpulkan
dengan pikiran yang dangkal untuk memerangi dakwah Muhammad dengan berbagai
tekanan dan mendustakan kenabiannya. Kemudian mereka mendatangi beliau sambil
mengajukan berbagai pertanyaan tentang mukjizat yang menjadi penguat
risalahnya. Mereka berkata, mengapa Muhammad tidak mampu mengubah Shafa dan
Marwa menjadi emas? Mengapa tidak turun suatu kitab yang tertulis dari langit
|
Permusuhan Terhadap Dakwah
|
23
|
yang
memperbincangkan dirinya? Mengapa Jibril yang panjang lebar dibicarakan
Muhammad tidak pernah menampakkan diri kepada mereka? Mengapa dia tidak mampu
menghidupkan orang mati, tidak bisa memindahkan gunung, sehingga Makkah tidak
terus-menerus terpenjara di sekelilingnya? Mengapa dia tidak mampu menciptakan
mata air yang lebih segar dari air Zam Zam, padahal dia lebih tahu kebutuhan
penduduk negerinya terhadap air? Dan mengapa Tuhannya tidak mewahyukan kepada
dia tentang harga barang-barang dagangan, sehingga mereka bisa mendapat
keuntungan di masa depan.
Demikianlah, mereka terus- menerus menyerang
Rasul dan dakwahnya dengan cara hina dan menyakitkan. Mereka terus menerus
mempergunjingkan hal itu, tetapi hal itu tidak membelokkan Rasul dari
dakwahnya. Bahkan beliau tetap meneruskan seruannya kepada manusia menuju agama
Allah, disertai dengan memaki-maki berhala-berhala itu, mencelanya,
merendahkannya, dan menganggap bodoh atas akal orang-orang yang menyembahnya
dan menyucikannya. Urusannya menjadi semakin besar bagi Quraisy. Mereka lalu
menggunakan berbagai sarana untuk memalingkan Muhammad dari dakwahnya, namun
tidak berhasil. Sarana-sarana terpenting yang mereka gunakan untuk menyerang
dakwah ini ada tiga, yaitu: (1) Penganiayaan, (2) Berbagai propaganda di dalam
dan di luar kota Makkah, dan (3) Pemboikotan.
Mengenai penganiayaan, maka hal ini telah
menimpa Nabi saw, meskipun berada dalam perlindungan kaumnya (keluarganya).
Begitu juga menimpa seluruh kaum Muslim yang menjadi pengikutnya. Mereka telah
merancang berbagai cara untuk menimpakan penganiayaan, dan menggunakan semua
jenis tindakan tersebut. Keluarga Yasir telah disiksa dengan siksaan yang amat
sadis agar mereka meninggalkan agamanya. Siksaan itu tidak berpengaruh sedikit
pun pada keluarga ini kecuali semakin mantapnya iman dan keteguhan mereka.
Sewaktu mereka tengah menyiksa keluarga Yasir, Rasul saw lewat di depan mereka,
24
Daulah
Islam
seraya memberikan kabar gembira, “Sabarlah,
wahai keluarga Yasir. Sesungguhnya tempat yang dijanjikan kepada kalian
adalah Surga. Sesungguhnya aku tidak memiliki apa pun dari Allah untuk kalian.”
Saat Rasul mengatakan pada mereka bahwa tempat yang dijanjikan untuk
mereka adalah surga, maka tidak ada yang dilakukan Sumayah, istri Yasir,
kecuali berkata, “Sesungguhnya aku telah melihatnya dengan jelas, wahai
Rasul.” Seperti itulah kafir Quraisy secara terus-menerus menyiksa
Nabi dan para sahabatnya.
Ketika kafir Quraisy menyadari bahwa
perlawanan terhadap dakwah dengan menggunakan cara tersebut tidak membawa
hasil, maka mereka beralih dengan cara lain, yaitu dengan senjata propaganda
memusuhi Islam dan kaum Muslim di mana-mana, baik di dalam kota Makkah maupun
di luar Makkah, seperti di Habsyi. Mereka menggunakan cara propaganda itu
dengan segala bentuknya dan modelnya, seperti berdebat, menggugat, mencaci,
melemparkan berbagai macam isu atau tuduhan. Propaganda itu juga digunakan
untuk menyerang akidah Islam dan para pemeluknya, membusuk-busukkan isinya dan
menghina esensinya. Mereka melontarkan kebohongan-kebohongan tentang Rasul dan
menyiapkan semua kata-kata yang ditujukan untuk propaganda memusuhi Muhammad,
baik di Makkah maupun di luar Kota Makkah, terutama propaganda di musim haji.
Mengingat betapa pentingnya propaganda memusuhi Rasul bagi kafir Quraisy, maka
sekelompok orang dari mereka berkumpul di rumah Walid bin al-Mughirah. Di rumah
itu mereka bermusyawarah mengenai apa yang akan mereka katakan tentang Muhammad
kepada orang-orang Arab yang datang ke Makkah di musim haji. Sebagian mereka
mengusulkan hendaknya Muhammad dicap sebagai seorang dukun. Namun, Walid
menolaknya seraya mengatakan bahwa Muhammad itu tidak memiliki karakter dukun,
baik gerak-gerik maupun gaya bicaranya. Sebagian yang lain mengusulkan agar
menuduh Muhammad sebagai orang gila. Usulan ini pun ditolak oleh Walid, karena
tidak satu pun tanda-tanda yang menunjukkan Muhammad itu gila. Sebagian lagi
mengusulkan agar mencap Muhammad sebagai tukang sihir. Usulan ini juga
|
Permusuhan Terhadap Dakwah
|
25
|
ditolak
oleh Walid, karena kenyataannya Muhammad tidak pernah meniupkan mantera-mantera
sihir pada buhul-buhul tali, juga tidak pernah melakukan aksi penggunaan sihir
sedikit pun.
Setelah mereka berdebat dan berdikusi, akhirnya
sepakat untuk menuduh Muhammad sebagai tukang sihir lewat ucapan, lalu mereka
membubarkan diri. Kemudian mereka menyebar di antara delegasi haji dari
kalangan Arab untuk memperingatkan mereka supaya berhati-hati terhadap
ucapan-ucapan Muhammad, karena dia seorang penyihir lewat ucapan; dan apa pun
yang dia katakan adalah sihir yang dapat memisahkan seseorang dari saudara,
ibu, bapak, istri, dan keluarganya. Mereka juga menakut-nakuti siapa saja yang
mendengarkan Muhammad maka akan terkena sihirnya yang dapat memisahkan dirinya
dari keluarganya. Tetapi propaganda-propaganda tersebut tidak membawa hasil
apa-apa dan tidak mampu menghalangi manusia dari dakwah Islam. Lalu, mereka
menemui Nadhir bin al-Harits dan menugaskannya untuk melakukan propaganda
memusuhi Rasul saw. Nadhr melaksanakan tugas tersebut dengan cara setiap Rasul
berada di suatu tempat untuk mengajak manusia kepada agama Allah, maka Nadhir
mengambil tempat duduk di belakang majelis beliau, seraya mengisahkan
kisah-kisah Persia dan agamanya. Dia mengatakan, “Dengan apa Muhammad akan
menceritakan sesuatu yang lebih baik dari kisahku. Bukankah dia hanya bercerita
tentang orang-orang terdahulu seperti yang juga kulakukan?” Kaum Quraisy
pun menggunakan kisah-kisah itu dan menyebarkannya di tengah-tengah
masyarakat. Mereka juga melontarkan isu bahwa apa yang Muhammad sampaikan tidak
lain adalah ajaran yang pernah disampaikan oleh seorang pemuda tanggung Nasrani
yang bernama Jabr dan bukan berasal dari sisi Allah. Isu tersebut terus
menyebar luas dan banyak sekali yang terpengaruh, hingga Allah menolaknya dalam
surat an-Nahl: 103:
s°Š ½E°L
·m‘W R œÈOÀ-°M
\ÈÄc \-5¯ |ESÅSÁWc Ô2ÀI 5U
Ä1Q
ØÈW5 ÕiVVXT@ >§ª©¬¨ ËÚܯv% "c¯mWWà ÏD° k[ ›\FXT #q°-\HÕÃU
°OÙjV¯ |ETÀi¦UÚ
Äc
26
Daulah
Islam
“Dan sesungguhnya Kami mengetahui bahwa mereka
berkata, ‘Sesungguhnya al-Quran itu diajarkan oleh seorang manusia kepadanya
(Muhammad).’ Padahal bahasa orang yang mereka tuduhkan (bahwa) Muhammad belajar
kepadanya bahasa ‘Ajm, sedang al-Quran ini dalam bahasa Arab yang nyata.” (TQS. an-Nahl
[16]: 103)
Demikianlah berbagai macam propaganda
kafir Quraisy itu berlanjut di kawasan Jazirah. Mereka tidak merasa cukup
dengan itu. Saat mendengar bahwa sebagian kaum Muslim hijrah ke Habsyi, mereka
segera mengirim dua orang utusan untuk menyebarkan isu menentang kaum Muslim di
hadapan Raja Najasyi, sehingga dia akan mengusir dari negerinya. Dua orang
utusan itu adalah ‘Amru bin ‘Ash dan ‘Abdullah bin Rabi’ah. Keduanya tiba di
Habsyi, dan segera mempersembahkan hadiah kepada pasukan pengawal Raja Najasyi
agar mereka membantu keduanya untuk memulangkan kembali kaum Muslim ke Makkah.
Kemudian keduanya menghadap Raja Najasyi dan berkata, “Wahai Paduka Raja,
anak-anak bodoh dari golongan kami telah melarikan diri dan berlindung
di negeri anda. Mereka adalah kaum pemecah belah agama kaum mereka sendiri.
Mereka tidak akan masuk ke dalam agama anda. Mereka datang dengan membawa agama
yang mereka buat-buat sendiri. Kami tidak mengetahuinya demikian juga anda.
Orang-orang mulia dari kaum mereka, bapak-bapak mereka, paman-paman mereka, dan
keluarga-keluarga mereka telah mengutus kami berdua menghadap anda, agar anda
mengembalikan mereka kepada kaumnya. Kaum mereka lebih tinggi dan lebih
mengetahui kekurangan-kekurangan mereka.”
Kemudian Raja Najasyi memutuskan untuk
mendengar langsung dari kaum Muslim tentang pendapat mereka dalam hal tersebut.
Dia meminta wakil dari kaum Muslim dan setelah wakil itu hadir, maka Raja
Najasyi bertanya, “Agama apa ini yang telah memisahkan diri dari kaum
kalian, dan dengan agama itu pula kalian tidak akan masuk ke dalam agamaku,
juga ke dalam agama siapa pun dari berbagai milah yang ada?” Ja’far bin Abi
Thalib memberikan jawaban dengan menjelaskan keadaan mereka di masa
Jahiliah beserta sifat-
|
Permusuhan Terhadap Dakwah
|
27
|
sifat
mereka. Kemudian menjelaskan tentang hidayah yang dibawa Islam dan perubahan
keadaan mereka setelah masuk Islam. Ja’far juga memaparkan bagaimana kejamnya
siksaan kaum Quraisy kepada mereka (“Tatkala mereka menindas, menganiaya,
membatasi ruang gerak, dan berusaha memisahkan kami dengan agama kami,
maka kami keluar menuju ke negeri anda. Kami memilih anda dari pada yang lain,
dan kami berharap dapat bertetangga dengan anda. Kami juga mengharap tidak
mendapatkan penganiayaan dari sisi anda”). Raja Najasyi kembali bertanya
kepada Ja’far, “Apakah engkau membawa sesuatu yang datang bersama
Rasul kalian yang berasal dari Allah yang bisa kalian bacakan kepadaku?” “Ya
ada,” jawab Ja’far. Kemudian dia membacakan kepadanya surat Maryam
dari bagian awal hingga firman Allah:
|
§«²¨ Yj¯™ °iÕI-\ Ù
|
r¯Û |E[
C%W
Ä1°M
V È5 \ Ùk[
SÅV
|
°OÙkV ¯Õ1qX‰[ U ÙV@
|
|||
|
›qXWÄ%³®BQ
È\B\ TX
|
§¬©¨ Yj¯5W
³®BQ
È\B\ TX
_
›*W ¦Ù ³]®B"V ÄX
Ài×ÃW
r¯Q7¯
$WV
|
||||
|
§¬ª¨ ^kO\
Á0Ù%Àj%W
|
®QS‰sTX®QSQƒ¡¯³®B›™ØTU
TX
|
Á0=Á%W
|
ÛWÙÏU
|
||
|
r1¯ÄT 3W×ScW
†r"QÃW
Ä1›Q
|
‚TX
§¬«¨
^kª‰[
;qB\
³®BÚ
È\ ÙIfV
×1VTX
r¯$W¯šSX¯&mW X
|
T
|
|||
|
|
|
>§¬¬¨ ^kO\
À@È\×Ê
3W S× W
|
cTX
¾9SÄ%U
3W×
|
ScW X
|
T
|
“Maka Maryam menunjuk kepada anaknya. Mereka
berkata, ‘Ba-gaimana kami akan berbicara dengan anak kecil yang masih dalam
ayunan?’ [Tiba-tiba] Isa berkata, ‘Sesungguhnya aku ini hamba Allah. Dia memberiku
Al-Kitab (Injil) dan Dia menjadikanku seorang nabi. Dan Dia menjadikanku
seorang yang diberkati di mana saja aku be-rada dan Dia memerintahkanku
[mendirikan] salat dan [menunaikan] zakat selama aku hidup dan berbakti kepada
ibuku. Dan Dia tidak menjadikanku seorang yang sombong lagi celaka. Dan
kesejahteraan se-moga dilimpahkan kepadaku pada hari aku dilahirkan, pada hari
aku meninggal, serta pada hari aku dibangkitkan hidup kembali.’” (TQS. Maryam [19]:
29-33).
28
Daulah
Islam
Sewaktu para pembesar istana mendengar
ayat ini, mereka berkata, “Ini adalah kata-kata yang keluar dari sumber yang
sama, yang menjadi sumber kata-kata junjungan kita al-Masih.” Raja
Najasyi lalu berkata, “Demi Dzat yang ‘Isa datang dengan kata-kata
ini, sesungguhnya ini benar-benar keluar dari sumber yang satu.” Setelah
itu Raja Najasyi menoleh kepada dua utusan kafir Quraisy dan berkata
kepada keduanya, “Pulanglah kalian berdua! Demi Allah, saya tidak akan menyerahkan
mereka kepada kalian berdua.”
Dua orang utusan itu keluar dari ruang
pertemuan Najasyi dan keduanya berpikir untuk menggunakan cara lain, hingga
pada hari kedua ‘Amru bin ‘Ash kembali menemui Najasyi dan berkata kepadanya, “Kaum
Muslim benar-benar membicarakan ‘Isa bin Maryam dengan kata-kata buruk
dan kotor!, maka kirimlah seseorang kepada mereka dan tanyakan kepada mereka
apa yang akan mereka ungkapkan tentang hal itu”. Lalu Najasyi mengirim
utusan kepada kaum Muslim dan menanyakan pendapat mereka mengenai ‘Isa.
Maka Ja’far menjawab, “Kami berkata mengenai ‘Isa sesuai dengan apa yang
kami peroleh dari Nabi kami. Beliau mengatakan bahwa ‘Isa adalah hamba
Allah, utusan Allah, ruh Allah, dan kalimat Allah yang dihembuskan kepada
Maryam, perawan suci.” Raja Najasyi kemudian mengambil sepotong kayu
dan membuat garis di atas tanah seraya berkata kepada Ja’far, “Antara agama
kalian dan agama kami (perbedaannya) tidak lebih dari garis ini.” Maka dua
orang utusan kafir Quraisy keluar lalu pulang melalui pedalaman Hunain
ke kota Makkah.
Demikianlah, berbagai propaganda
menemui kegagalan dan tenggelam. Kekuatan kebenaran yang diserukan Rasul saw
dengan amat gamblang, dan tampak pada lidah beliau, mengungguli seluruh
propaganda busuk. Cahaya Islam yang baru terbit mampu mencerai-beraikan semua
isyu dan propaganda. Karena itu, Quraisy beralih pada senjata ketiga, yaitu
pemboikotan dan mereka sepakat untuk memboikot Rasul dan para kerabatnya.
Mereka membuat perjanjian tertulis, yang isinya memboikot Bani Hasyim dan Bani
Abdul Muthallib secara total. Quraisy tidak akan melakukan pernikahan dengan
mereka juga kalangan Bani Hasyim dan Bani Abdul
|
Permusuhan Terhadap Dakwah
|
29
|
Muthallib
tidak boleh menikahi mreka. Quraisy tidak akan menjual komoditas apapun kepada
mereka dan tidak pula membeli apapun dari mereka. Mereka menempelkan naskah
perjanjian tersebut di bagian dalam Ka’bah dengan diberi penjelasan tambahan
serta piagam. Mereka meyakini bahwa strategi pemboikotan tersebut akan
berpengaruh lebih besar dari pada dua strategi sebelumnya yaitu penyiksaan dan
propaganda. Masa pemboikotan berlangsung selama tiga tahun dan mereka menunggu
apakah Bani Hasyim dan Bani Abdul Muthallib akan meninggalkan Muhammad juga
apakah kaum Muslim mau meninggalkan keislaman mereka. Sehingga Muhammad akan
benar-benar sendirian dengan kemungkinan dia akan meninggalkan dakwahnya atau
dakwahnya tersebut tidak lagi berbahaya baik bagi Quraisy maupun agama mereka.
Hanya saja, hal tersebut tidak berpengaruh sedikitpun pada Rasul saw, melainkan
makin berpegang teguh kepada tali agama Allah, makin kuat menggengam agama
Allah dan semakin bersemangat di jalan dakwah mengajak manusia kepada Allah.
Demikian juga kekuatan dan keteguhan orang-orang Mukmin yang menyertai beliau
tidak surut. Penyebaran dakwah Islam di kota Makkah dan di luar Makkah tidak
mengalami kemunduran yang berarti. Hingga akhirnya kabar pemboikotan kafir
Quraisy pada Muhammad sampai ke telinga suku-suku Arab yang berada di luar Kota
Makkah. Akibatnya, dakwah mencuat keluar dan tersebar luas di tengah-tengah
kabilah-kabilah Arab, demikian juga penyebutan nama Islam menyebar luas di
Jazirah. Para musafir sering membicarakan pemboikotan itu, walau demikian aksi
boikot terus berlangsung dan kelaparan terjadi di mana-mana. Sementara itu
naskah pemboikotan yang telah dicanangkan kafir Quraisy masih berlangsung
realisasinya. Rasul dan seluruh keluarganya berlindung di bukit-bukit pinggiran
kota Makkah. Mereka didera berbagai penderitaan, kelaparan, kekurangan,
kefakiran, dan kesempitan. Hampir saja mereka tidak mendapatkan sarana apapun
yang dapat mendukung kelemahan mereka. Begitu juga tidak ada satu kesempatan
pun bagi mereka untuk berkumpul dan berbincang dengan masyarakat, kecuali pada
30
Daulah
Islam
bulan-bulan yang dimuliakan saat Rasul Saw
berada di Ka’bah. Beliau dalam kesempatan tersebut selalu mengajak bangsa Arab
menuju agama Allah dan memberi kabar gembira kepada mereka dengan pahala
dari-Nya, serta memberikan peringatan keras kepada mereka dengan siksaaan dan
azab dari-Nya. Setelah itu beliau kembali ke bukit-bukit.
Kasus ini membangkitkan simpati bangsa
Arab kepada kaum Muslim. Bahkan, di antara mereka ada yang menerima dakwah
Islam. Ada juga yang mengirimkan makanan dan minuman secara sembunyi- sembunyi.
Hisyam bin ‘Amru biasa datang dengan membawa unta —yang membawa makanan dan
gandum— yang dia tuntun pada tengah malam, hingga sampai ke perbukitan
tersebut. Di sanalah dia melepas tali kekang untanya, kemudian dia pukul perut
untanya sehingga pergi sendiri ke arah bukit. Kaum Muslim menangkap unta tadi
dan membagi-bagikan muatannya, sedangkan untanya mereka sembelih dan dagingnya
mereka makan bersama-sama. Keadaan tersebut terus berlangsung selama tiga tahun
berturut-turut, hingga dunia terasa menghimpit mereka hingga Allah mengirimkan
kemudahan dan pemboikotan itu pun berakhir. Lima pemuda Quraisy, yaitu Zuhair
bin Abi Umayah, Hisyam bin ‘Amru, Muth’im bin ‘Adi, Abu al-Bukhturi bin Hisyam,
dan Zam’ah bin al-Aswad berkumpul dan membahas tentang naskah perjanjian dan
masalah pemboikotan. Mereka semuanya marah, antara satu dengan lainnya
menampakkan kemurkaan. Kemudian mereka sepakat dan berjanji untuk membatalkan
perjanjian tersebut dan merobek-robek naskahnya. Pada hari berikutnya, mereka
pergi bersama menuju Ka’bah, tiba-tiba Zuhair datang dan thawaf di Baitullah
sebanyak tujuh kali kemudian dia berteriak menyeru manusia, “Wahai penduduk
Makkah, kenapa kita makan minum dengan senang dan berpakaian bagus,
sedangkan Bani Hasyim mengalami kebinasaan. Mereka dilarang berdagang dan berjual
beli. Demi Allah, aku tidak akan duduk hingga naskah pemboikotan yang zalim ini
tercabik-cabik!”. Abu Jahal hampir tidak kuat mendengar hal itu lalu
berteriak dengan keras, “Kamu bohong! Demi Allah, jangan kamu
|
Permusuhan Terhadap Dakwah
|
31
|
robek!”
Tiba-tiba dari
beberapa sisi Baitullah terdengar teriakan bersahut-sahutan. Zam’ah, Abu
al-Bukhturiy, Muth’im, dan Hisyam, semuanya mendustakan Abu Jahal dan mendukung
Zuhair. Sejak saat itu Abu Jahal menyadari bahwa pemboikotan telah berakhir
pada malam itu juga. Kebanyakan orang Arab menyetujui penghapusan pemboikotan
itu. Perlawanan mereka (suku-suku Arab) telah membangkitkan berbagai upaya
buruk dan jahat, sehingga dalam diri Abu Jahal timbul rasa takut, yang
memaksanya introspeksi. Muth’im segera merobek naskah perjanjian tersebut, dia
mendapati naskah perjanjian itu telah dimakan rayap, kecuali bagian awalnya
yang berbunyi: Bismika Allaahumma.
Dengan demikian, kesempatan bagi Rasul saw dan
para sahabatnya kembali terbuka untuk turun dari daerah perbukitan menuju kota
Makkah. Rasul dan kaum Muslim atas pertolongan Allah berhasil mengakhiri
pemboikotan dan mereka kembali sehingga beliau saw dapat melanjutkan aktivitas
dakwahnya, hingga jumlah kaum Muslim bertambah banyak. Demikianlah, berbagai
langkah Quraisy dalam bentuk penganiayaan, propaganda, dan pembaikotan telah
gagal dan tidak mampu memaksa kaum Muslim meninggalkan agamanya. Aksi tersebut
tidak berhasil menghentikan Rasul dari dakwahnya, hingga Allah SWT memenangkan
dakwah Islam meski dihadang oleh berbagai kesulitan dan siksaan.[]
32
Daulah
Islam
Interaksi
Dakwah
Penentangan
kafir Quraisy terhadap dakwah Islam merupakan hal yang alami. Hal ini karena beliau saw
mengemban dakwah dan menampakkan kutlah dakwahnya secara terus menerus
dan menantang siapa pun. Di samping itu, esensi dakwah memang mengandung
perlawanan terhadap kafir Quraisy dan masyarakat Makkah, karena dakwah Rasul
mengajak mengesakan Allah, beribadah hanya kepada-Nya, dan meninggalkan penyembahan
pada berhala, serta melepaskan diri dari semua sistem yang rusak
di mana mereka hidup di dalamnya.
Karena itu, dakwah Rasul berbenturan
dengan kafir Quraisy secara menyeluruh. Bagaimana mungkin dakwah Rasul saw
tidak berbenturan dengan kafir Quraisy, sementara beliau selalu melecehkan
khayalan mereka, merendahkan tuhan-tuhan mereka, menyebarkan rusaknya kehidupan
mereka yang rendah, dan mencela cara-cara kehidupan mereka yang sesat. Al-Quran
senantiasa turun kepada beliau, dan menyerang mereka dengan gamblang :
>
2]‰\IB\<
½¡ O\
£ETÀCj°|ET%ÀÈØi"È%WV TX
×1Á¯@5
“Sesungguhnya kalian dan apa yang kalian sembah
selain Allah adalah
|
Interaksi
Dakwah
|
33
|
umpan neraka jahannam.” (TQS.
al-Anbiya’ [21]: 98).
Al-Quran juga menyerang praktek riba
yang telah mewarnai kehidupan mereka dengan hantaman yang sangat keras terhadap
sendi-sendi pokoknya. Dalam surat ar-Rum [30]: 39, Allah SWT berfirman:
> \i<à S×mWcZVÙ ¥ˆ‰= $šSXÙ%UrÛ SXØn]m >qC% 2)ØoV"ÄX
W%XT@
“Dan segala hal yang kalian datangkan berupa
riba agar dapat menambah banyak pada harta manusia, maka riba itu tidak
menambah (apa pun) di sisi Allah.”
Al-Quran
mengancam orang-orang yang melakukan kecurangan dalam takaran dan timbangan.
Allah SWT berfirman
: §«¨ DSW
É×*WÙÔSdR¥ˆ‰=r"QÃW
SÅ*WÙlV ¯ÛÏW°Š§ª¨ ÛÜW °°GݼVÀÚݰL-¸#ØTX@c
>§¬¨ WDTȦnƒÙ×Éc1ÅFSÈ\wf‰5TTU
×É1FSÅ[lV ¯TX
“Kecelakaan besarlah bagi orang-orang yang
curang, (yaitu) orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain
mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang
lain, mereka mengurangi.” (TQS. al-Muthaffifin [83]: 1-3).
Akibatnya orang kafir Quraisy mengambil
sikap menghalangi di depan beliau dan menyakiti beliau serta para sahabatnya.
Kadang dengan penyiksaan, pemboikotan, maupun propaganda menentang beliau dan
agamanya. Hanya saja, beliau terus menerus menyerang mereka, melanjutkan
penyerangan terhadap berbagai opini yang salah, menghantam keyakinan-keyakinan
yang rusak, dan berjuang keras dalam menyebarluaskan dakwah. Beliau menyerukan
Islam secara terang-terangan, tidak dengan sindiran, tidak dengan isyarat,
tidak dengan lemah lembut, tidak dengan merendah, tidak dengan
34
Daulah
Islam
belas kasihan, dan tidak dengan bermanis muka,
meskipun yang beliau dapatkan dari kafir Quraisy adalah berbagai penganiayaan
dan kesengsaraan. Padahal beliau sendirian tanpa pembantu maupun penolong,
tidak ada seorang pun yang menyertainya, juga tanpa senjata, namun beliau tetap
berjalan terus dan menantang dalam mengajak manusia kepada agama Allah dengan
kekuatan dan keimanan. Sedikitpun tidak ada kelemahan yang menyusup ke dalam
diri beliau dalam mengemban tugas dakwah dan selalu siap menanggung beban berat
demi dakwah. Karena itu, hal tersebut sangat berpengaruh dalam mengatasi
berbagai kesulitan yang ditempatkan secara sengaja di hadapan beliau oleh kafir
Quraisy, agar menjadi penghalang antara beliau dengan masyarakat. Meskipun
demikian, Rasul saw tetap dapat berinteraksi dengan masyarakat dan menyampaikan
dakwah kepada mereka. Sehingga mereka menerima agama Allah dan kekuatan kebenaran
dapat mengalahkan kebatilan. Cahaya Islam setiap hari makin menyebar di
kalangan bangsa Arab. Banyak para penyembah berhala dan orang-orang nasrani
yang memeluk Islam. Bahkan, para pemimpin Quraisy sering mendengarkan al-Quran
dan hati mereka amat tersentuh mendengarkannya.
Thufail bin ‘Amru ad-Dausiy datang ke Makkah.
Dia adalah seorang laki-laki mulia, ahli syair dan cerdas. Sementara itu kaum
Quraisy meniupkan fitnah kepadanya agar berhati-hati pada Muhammad dan
menyatakan bahwa ucapan Muhammad adalah sihir yang dapat memisahkan seseorang
dari keluarganya. Mereka juga menakut-nakuti Thufail dan kaumnya sebagaimana
yang dilakukan mereka terhadap orang-orang Makkah, dan menyarankan kepadanya
bahwa yang terbaik adalah dia tidak berbicara dengan Muhammad dan tidak pula
mendengarkannya. Pada suatu hari, Thufail pergi ke Ka’bah dan Rasul ada di
sana. Tanpa sengaja Thufail mendengar sebagian sabda Rasul dan dia mendapati
bahwa itu merupakan ucapan yang baik. Lalu dia berucap dalam hatinya, “Demi
kemuliaan ibuku, demi Allah, sesungguhnya aku seorang penyair yang
cerdas, yang tidak satu pun hal yang terpuji maupun tercela yang
|
Interaksi
Dakwah
|
35
|
tersembunyi
dariku! Lantas apa yang mencegahku untuk mendengarkan apa yang dikatakan
laki-laki ini. Jika dia datang dengan membawa hal yang terpuji, pasti aku
menerimanya, dan jika dia datang dengan membawa hal tercela, maka aku akan
tinggalkan.” Kemudian dia mengikuti Rasul saw hingga ke rumahnya dan
memaparkan urusannya dan apa yang berkecamuk dalam dirinya kepada Rasul saw.
Beliau membacakan al-Quran kepadanya, maka dia masuk Islam dengan mengucapkan
syahadat kemudian kembali kepada kaumnya untuk mengajak mereka memeluk Islam.
Dua puluh orang laki-laki Nasrani menemui Rasul
saw di Makkah, saat telah sampai kepada mereka kabar tentang Rasul. Mereka pun
duduk di hadapan beliau, bertanya kepada beliau, dan mendengarkan beliau.
Kemudian mereka memenuhi ajakan beliau, beriman, dan membenarkan beliau. Hal
itu menyebabkan kafir Quraisy marah dan mengejek mereka dengan kata-kata, “Celakalah
kalian! Kalian diutus oleh kaum yang seagama dengan kalian, agar kembali
dengan membawa berita dari laki-laki tersebut. Ternyata pertemuan kalian
(dengan laki-laki itu) menghasilkan kegoncangan, sampai kalian sanggup
meninggalkan agama kalian dan membenarkan segala hal yang diucapkan laki-laki
itu”.
Ucapan orang-orang kafir Quraisy ini tidak mampu
memalingkan rombongan tersebut dari mengikuti Nabi. Juga tidak mampu
memurtadkan mereka dari agama Islam. Bahkan, iman mereka kepada Allah semakin
bertambah. Karena itu, pengaruh Nabi semakin kokoh, dan kerinduan manusia untuk
mendengar al-Quran semakin bertambah. Sehingga orang Quraisy yang paling
memusuhi Islam pun mulai bertanya-tanya pada diri mereka sendiri, benarkah
bahwa dia (Muhammad) menyeru kepada agama yang lurus dan segala apa yang dia
janjikan dan ancamkan kepada mereka adalah benar?
Pertanyaan-pertanyaan mereka tersebut telah
mendorong mereka untuk secara sembunyi-sembunyi mendengarkan al-Quran. Abu
Sufyan bin Harb, Abu Jahal ‘Amru bin Hisyam dan al-Akhnas bin Syariq, keluar
pada suatu malam untuk mendengarkan
36
Daulah
Islam
Muhammad saw yang sedang ada di rumahnya dan
masing-masing mengambil tempat duduk untuk melakukan hal itu. Satu sama lain
tidak mengetahui tempatnya masing-masing. Saat itu Muhammad saw sedang tahajjud
sambil membaca al-Quran secara tartil. Mereka mendengarkan ayat-ayat Allah.
Hati dan jiwa mereka terpesona. Mereka terus mendengarkan diam-diam, hingga
datang waktu fajar, lalu mereka berpisah kembali ke rumahnya masing-masing.
Namun, di tengah jalan mereka saling berpapasan, kemudian saling mengejek satu
sama lainnya. Sebagian dari mereka berkata kepada yang lainnya, “Janganlah
kalian mengulanginya lagi. Seandainya sebagian orang-orang bodoh dari
kalian mengetahui apa yang kalian telah lakukan, niscaya hal itu akan
melemahkan kedudukan kalian dan Muhammad pasti dapat mengalahkan kalian!”
Malam berikutnya, mereka masing-masing
kembali dihinggapi perasaan seperti yang mereka rasakan kemarin, seolah-olah
kedua kaki mereka menyeretnya tanpa mampu dicegah. Mereka ingin melakukan hal
yang sama seperti malam sebelumnya, yaitu mendengarkan Muhammad saw membaca
Kitab Tuhannya. Ketika mereka akan pulang saat fajar, mereka kembali berpapasan
dan saling mencela, namun hal tersebut tidak mencegah mereka untuk melakukannya
lagi pada malam yang ketiga. Saat mereka menyadari kelemahan mereka terhadap
dakwah Muhammad saw, maka mereka berjanji untuk tidak mengulangi lagi tindakan
yang telah mereka lakukan tersebut. Mereka kubur keinginan untuk mendengarkan
Muhammad saw. Akan tetapi, semua yang telah mereka dengar pada tiga malam
tersebut telah meninggalkan pengaruh dalam jiwa mereka, yang mendorong mereka
untuk saling bertanya pendapat masing-masing tentang apa yang telah mereka
dengar. Mereka semua tertimpa keraguan dalam dirinya dan khawatir dirinya
menjadi lemah, padahal mereka adalah pemimpin kaumnya. Mereka takut hal
tersebut akan melemahkan kaumnya dan beralih mengikuti Muhammad Saw
Demikianlah, dakwah terus berjalan di
semua lini, meski berbagai halangan berupa penindasan dari kafir Quraisy terus
|
Interaksi
Dakwah
|
37
|
menghadang.
Hal itu semakin memperburuk kondisi kafir Quraisy dan semakin keras
kekhawatiran mereka terhadap penyebaran dakwah di antara kabilah-kabilah Arab,
setelah sebelumnya tersebar di Makkah. Karena itu, mereka meningkatkan penganiayaan
terhadap para pengembannya dan memperbanyak cara-cara penindasannya. Maka,
berbagai tindak kejam mereka pun mendera beliau sehingga benar-benar menghimpit
beliau. Lalu beliau pergi ke daerah Thaif untuk mencari pertolongan dan
perlindungan dari Bani Tsaqif, sekaligus mengharapkan mereka masuk Islam. Namun
mereka menolak beliau dengan jawaban yang sangat menyakitkan, dan menyuruh
anak-anak mereka serta orang-orang bodoh untuk mencaci maki Nabi dan
melemparinya dengan batu sehingga kedua kaki beliau berdarah. Beliau pun
meninggalkan mereka dan pergi hingga sampai di sebuah kebun anggur milik ‘Utbah
dan Syaibah, dua anak Rabi’ah. Di kebun itu beliau berpikir tentang urusan diri
beliau dan dakwahnya. Saat itu beliau tidak bisa masuk ke Makkah kecuali dengan
perlindungan salah seorang pemimpin Makkah yang musyrik. Di sisi lain, beliau
juga tidak bisa pergi ke Thaif setelah menghadapi penganiayaan. Beliau juga
tidak mungkin tetap berada di kebun anggur tersebut karena perkebunan itu milik
dua laki-laki musyrik. Kesulitan semakin menekan beliau, lalu beliau
menengadahkan kepalanya ke arah langit, mengeluhkan keadaanya kepada Allah
dalam kondisi yang sangat tersiksa. Beliau berusaha membesarkan kepercayaannya
pada Allah, mengharap ridha-Nya seraya berdoa: “Ya Allah, hanya kepada-Mu
aku mengadukan lemahnya kekuatanku, dan sedikitnya upayaku, serta tidak
berdayanya aku menghadapi manusia. Ya Arhamar-Rahimin, Engkau adalah Rabbnya
orang-orang yang lemah dan juga Rabbku. Kepada siapa aku akan mengadu, apakah
kepada seseorang yang sangat jauh yang menerimaku dengan muka masam, ataukah
kepada musuh yang menguasai urusanku?. Jika saja kemurkaan-Mu tidak akan
menimpaku, tentu aku tidak peduli. Akan tetapi, ampunan-Mu lebih luas untukku.
Aku berlindung dengan Nur wajah-Mu yang menyinari kegelapan dan memperbaiki
urusan dunia dan akhirat; dari kemarahan-Mu yang akan menimpaku atau
kemurkaan-Mu
38
Daulah
Islam
yang
akan melanda. Kuserahkan kepada-Mu seluruh kesulitanku hingga Engkau ridha,
tidak ada daya dan kekuatan kecuali dari-Mu.”
Kemudian beliau kembali ke Makkah dengan
perlindungan Muth’im bin ‘Adiy. Sementara itu orang-orang kafir Quraisy
mengetahui apa yang menimpa Muhammad di Thaif. Karena itu, mereka meningkatkan
penganiayaannya dan mengencangkan belenggu kesulitan kepadanya. Mereka berusaha
melarang masyarakat untuk mendengarkannya. Sehingga penduduk Makkah dari
kalangan Musyrik berpaling darinya dan menolak untuk mendengarkannya lagi.
Namun, hal itu tidak mengalihkan Nabi saw dari aktivitas dakwah menyeru kepada
agama Allah. Beliau sendirilah yang langsung menghadapi kabilah-kabilah Arab
pada musim-musim keramaian untuk mengajak mereka kepada Islam, menyampaikan
kepada mereka bahwa dirinya adalah Nabi yang diutus dan meminta mereka untuk
membenarkannya. Hanya saja, paman beliau Abdul ’Uzza bin Abdul Muthallib Abu
Lahab, tidak pernah membiarkannya, bahkan dia selalu mengikutinya ke manapun
pergi dan menggiring opini masyarakat untuk tidak mendengarkannya. Hal tersebut
sangat berpengaruh kepada mereka dan akhirnya tidak mau lagi mendengarkannya.
Rasul saw mendatangi berbagai kabilah di pemukiman-pemukiman mereka dan
menawarkan dirinya sendiri kepada mereka. Beliau mendatangi Kindah dan Kalb di
tempat mereka masing-masing, juga Bani Hanifah dan Bani ‘Amir bin Sha’sha’ah.
Namun, tidak seorang pun dari mereka yang mau mendengarkannya, dan mereka semua
menolaknya dengan kasar, bahkan Bani Hanifah menolak beliau dengan cara yang
sangat buruk. Sedangkan Bani ‘Amir, sangat berambisi bila dia (Muhammad) menang
atas mereka (orang-orang Arab), maka kekuasaan akan beralih kepada mereka
setelahnya (Nabi wafat). Namun saat Nabi berkata kepada mereka bahwa seluruh
urusannya terserah Allah yang akan Dia berikan kepada siapa saja, maka mereka
memalingkan wajahnya dari beliau dan menolak beliau seperti yang lainnya.
Dengan demikian penduduk Makkah berpaling dari
Islam,
|
Dua Tahapan dari Tahapan Dakwah
|
39
|
begitu juga penduduk Tha’if. Kabilah-kabilah
Arab lainnya pun menolak dakwah Rasul saw. Kabilah-kabilah yang datang untuk
menunaikan haji ke Makkah menyaksikan pengucilan yang dialami Muhammad saw,
demikain juga permusuhan Quraisy yang menghimpit beliau. Quraisy telah
menjadikan siapa saja yang menjadi penolong Nabi sebagai musuhnya dan sesuatu
yang harus dibalas. Oleh sebab itu, Quraisy makin meningkatkan penolakannya,
sehingga keterkucilan Rasul saw dari masyarakat makin kuat. Akibatnya, dakwah
di Makkah dan sekitarnya semakin sulit dan masyarakat Makkah memperlihatkan
kekufuran dan perlawanannya yang amat kejam, sehingga menjadikan cita-cita
dakwah melemah.[]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar