Minggu, 17 Maret 2019

Mendirikan Daulah Islam Kewajiban Kaum Muslim


Mendirikan Daulah Islam

Kewajiban Kaum Muslim



Negara dibangun di atas delapan struktur yaitu: Khalifah, Mu’awin Tafwidh, Mu’awin Tanfidz, Amirul Jihad, para Wali, Qadha, Aparatur Administrasi Negara, dan Majelis Umat.

Jika negara telah memiliki kedelapan struktur tersebut, berarti strukturnya sudah sempurna. Apabila salah satunya tidak terpenuhi, maka struktur negara kurang sempurna, tetapi masih terkategori sebagai Daulah Islam. Berkurangnya salah satu dari struktur tersebut tidak membahayakan negara, selama khalifah masih ada, karena struktur ini adalah asas dalam negara.

Adapun kaidah-kaidah pemerintahan dalam Daulah Islam ada empat yaitu: pengangkatan seorang khalifah, kekuasaan adalah milik umat, kedaulatan berada di tangan syara’ dan hanya khalifah yang berwewenang untuk mentabani hukum-hukum syara’ dengan kata lain menjadikannya sebagai perundang-undangan. Jika salah satu dari kaidah-kaidah ini hilang, maka pemerintahannya menjadi tidak Islami, bahkan harus menyempurnakan seluruh kaidah yang empat itu seluruhnya. Asas Daulah Islam adalah khalifah, sedangkan selainnya adalah wakil dari khalifah atau tim penasihat baginya. Dengan demikian, Daulah Islam adalah khalifah yang menerapkan sistem Islam. Khilafah atau Imamah adalah pengaturan tingkah laku secara umum atas kaum Muslim, artinya khilafah

48              Daulah Islam

bukan bagian dari akidah, tetapi bagian dari hukum syara’. Dengan demikian khilafah adalah masalah cabang yang berhubungan dengan perbuatan-perbuatan hamba.

Mengangkat seorang khalifah adalah kewajiban seluruh kaum Muslim dan tidak halal bagi mereka hidup selama tiga hari tanpa adanya bai’at. Jika kaum Muslim tidak memiliki khalifah selama tiga hari, maka seluruhnya berdosa hingga mereka berhasil mengangkat seorang khalifah. Dosa tersebut tidak akan gugur, hingga mereka mencurahkan segenap daya dan upaya untuk mengangkat seorang khalifah dan memfokuskan aktivitasnya hingga berhasil mengangkatnya.

Kewajiban mengangkat seorang khalifah ditetapkan berdasarkan Al-Quran, As-Sunah dan Ijma’ Sahabat. Adapun penetapan berdasarkan Al-Quran, maka sesungguhnya Allah SWT memerintahkan Rasul saw supaya menjalankan pemerintahan di tengah-tengah kaum Muslim dengan apa-apa yang telah diturunkan kepadanya. Perintah-Nya tersebut bersifat pasti. Allah berfirman:

[XÄ     C\       -Wà ×1ÉFÄXXSØFU                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                   Õ̯."V                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          YTX                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                             Œ W$Ws5U                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                                          \ 2ÀI<RØ         oW 1ÁØP       ÙV   @

> ©FU\   Ù ]C%°

“Maka putuskanlah perkara di antara mereka dengan apa-apa yang telah Allah turunkan dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka dengan meninggalkan kebenaran yang telah datang kepadamu” (TQS. al-Maaidah [5]: 48).


×1ÉF              ×qk[



ØP         XT



×1ÉFÄX               XSØF



ÕÌ



¯."V



YTX



Œ  W$Ws               5U



\-



¯



1ÇJ=X



ØoW   1ÅÕO



©DU        XT          @



>                                                                                                                                                                                                                                                                        \ÙkV¯



Œ  W$Ws5U



W%



¨¹ØÈW               CWÃ



SÄ=°) ÙÝWc DU



“Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka dengan apa-apa yang telah Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka. Berhati-hatilah kamu terhdap mereka supaya mereka tidak memalingkan kamu dari sebagian apa yang telah Allah turunkan

Mendirikan Daulah Islam Kewajiban Kaum Muslim              313

kepadamu” (TQS. al-Maaidah [5]: 49).

Seruan kepada Rasul saw adalah seruan untuk umatnya selama tidak ada dalil yang mengkhususkan bagi beliau saja. Dalam hal ini tidak ada dalil yang dimaksud, sehingga seruan tersebut ditujukan bagi seluruh kaum Muslim untuk mendirikan pemerintahan. Mengangkat seorang khalifah berarti mendirikan pemerintahan dan kekuasaan.

Sedangkan penetapan berdasarkan As-Sunnah, Imam Ahmad dan Thabrani telah mengeluarkan hadits:

«ﹰﺔﱠﻴِﻠِﻫﺎﺟ ﹰﺔﺘﻴِﻣ ﺕﺎﻣ ﹲﺔﺑ ﻪِﻘﻋ ﻲِﻓ ﻴﹶﻟﻭ� �ﺕﺎﻭ»

“Dan siapa saja mati dan tidak ada bai’at di pundaknya, maka dia mati dalam keadaan jahiliyah”.

Dua perawi ini meriwayatkannya dari hadits Mu’awiyah. Dalam shahihnya, Imam Muslim dari Ibnu Umar berkata, aku mendengar Rasul saw bersabda:

   ﻪﹶﻟ ﺔﱠﺠﹶﺣ ﻻﹶ ﻭ ﺔِﻣﺎﻴِﻘﹾﻟﺍ ﷲﺍَ ﻲِﻘﹶﻟ ﺔٍﻋﺎﹶﻃ ﻦِﻣ ﺍﺪ ﻊﹶﻠ» «ﺔﱠﻴِﻠِﻫﺎﹰﺟ ﺔﹰﺘﻴِﻣ ﺕﺎ ﺔﹲﻌ ﻪِﻘﻋ ﻲِﻓ ﺲﻴﹶﻟ ﺕﺎ

“Siapa saja melepaskan tangan dari ketaatan kepada Allah, maka dia pasti akan bertemu Allah di hari kiamat dalam keadaan tidak memiliki hujjah bagi-Nya. Dan siapa saja mati dan tidak ada bai’at di pundaknya, maka dia mati dalam keadaan mati jahiliyah”.

Hisyam bin ‘Urwah meriwayatkan dari Abu Shalih dari Abu Hurairah yang menuturkan bahwa Rasul saw bersabda: “Setelahku akan ada para wali yang memerintah kalian. Lalu orang baik akan memerintah kalian dengan kebaikannya dan orang yang jahat akan memerintah kalian dengan kejahatannya. Maka dari itu, dengarkanlah mereka dan taatilah dalam hal -hal yang sesuai dengan kebenaran. Jika mereka berbuat baik, maka itu bagi kalian. Jika mereka berbuat jahat, maka itu bagi kalian dan tanggung jawab mereka”.

50              Daulah Islam

Adapun penetapan berdasarkan Ijma, para sahabat telah menjadikan hal yang paling penting bagi mereka setelah wafat Nabi saw adalah mengangkat seorang khalifah. Hal ini berdasarkan riwayat yang ada di dalam dua kitab shahih dari peristiwa Saqifah bani Sa’idah. Demikian juga setelah kematian setiap khalifah, secara mutawatir telah sampai adanya ijma sahabat tentang kewajiban mengangkat seorang khalifah bahkan mereka menjadikannya sebagai kewajiban yang paling penting. Hal itu dianggap sebagai dalil yang qath’i. Ada lagi ijma sahabat mutawatir tentang ketidakbolehan kosongnya umat dari seorang khalifah pada satu waktu tertentu. Karena itu, wajib bagi umat mengangkat seorang imam atau menegakkannya dan mengangkatnya menjadi seorang penguasa. Seluruh umat diseru dengan kewajiban tersebut sejak awal wafatnya beliau saw hingga tibanya hari Kiamat.

Keharusan yang pasti untuk mengangkat seorang khalifah sangat jelas dan ini terlihat dari kegamblangan pemahaman sahabat terhadap hal itu, yaitu dari apa yang telah sahabat lakukan dengan mendahulukan mengangkat seorang khalifah dan membai’atnya dari pada memakamkan jenazah Rasul saw. Demikian juga nampak jelas dari tindakan Umar bin Khaththab saat dia ditikam dan sedang menjelang kematian. Kaum Muslim meminta kepadanya untuk menunjuk pengganti, namun dia menolak. Mereka sekali lagi meminta kepadanya, maka akhirnya dia menunjuk sebuah tim yang beranggotakan enam orang. Dengan kata lain dia telah membatasi pencalonan sebanyak enam orang yang akan dipilih dari mereka seorang khalifah. Dia tidak mencukupkan diri dengan keputusan itu, tetapi membuat batas waktu bagi mereka yaitu tiga hari. Kemudian dia berpesan apabila ada yang tidak sepakat terhadap seorang khalifah setelah tempo tiga hari, maka bunuhlah orang tersebut. Dia juga mewakilkan kepada mereka siapa yang akan membunuh orang yang tidak sepakat tersebut, padahal mereka adalah ahlu syuro dan sahabat besar. Tentu saja demikian, karena mereka adalah Ali, ‘Utsman, Abdurrahman bin ‘Auf, Zubair bin ‘Awwam, Thalhah bin ‘Ubaidillah dan Sa’ad bin Abi Waqash.

Mendirikan Daulah Islam Kewajiban Kaum Muslim  315

Apabila mereka membunuh salah seorang diantara mereka sendiri bila orang tersebut tidak sepakat untuk memilih seorang khalifah, hal itu menunjukkan adanya kepastian yang harus dipegang erat untuk memilih seorang khalifah.

Harus diingat banyak sekali kewajiban syar’i yang pelaksanaannya bertumpu kepada seorang khalifah, seperti menjalankan hukum- hukum, menegakkan hudud, menjaga wilayah perbatasan dan mempersiapkan pasukan, menghilangkan perselisihan yang terjadi di antara anggota masyarakat, memelihara keamanan dan sebagainya dari urusan-urusan yang terjadi diantara anggota masyarakat. Karena itu mengangkatnya adalah wajib.

Menuntut (jabatan) Khilafah hukumnya tidak makruh. Para sahabat ridhwanullah alaihim telah bersaing di Saqifah yang diantaranya adalah ahlu syuro. Tidak ada seorang pun yang mengingkari tindakan mereka tersebut, tetapi justru telah terjadi ijma sahabat sejak awal untuk menerima persaingan menduduki Khilafah.

Tidak pernah terjadi yang menduduki Khilafah lebih dari seorang khalifah untuk seluruh Kaum Muslim, berdasarkan sabda beliau saw:

«ﺎﻤﻨِﻣﺧﻵﺍ ﺍﻮﹸﻠﺘﹾﻗﺎﹶﻓ ﻦِﻴﺘﹶﻔﻴِﻠﺨِﻟ ﻊِﻳﻮ ﺍﹶﺫِﺇ»

“Apabila dibai’at untuk dua orang khalifah, maka bunuhlah oleh kalian yang (dibaiat) terakhir dari kedua orang itu”.(HR. Muslim dari hadits Abu Sa’id Al-Khudriy)

Juga berdasarkan sabda beliau saw :

ﻉﺎﹶﻄﺳﺍ ﺎﻣ� �ﻪﻌِﻄ��ﻴﹾﻠﹶﻓ ﻪِﺒﹾﻠﹶﻗ ﹶﺓﻤﹶﺛﻭ ﻩِﺪﻳ ﺔﹶﻘﹾﻔﺻ� �ﻩﺎﹶﻄﻋﹶﺄﹶﻓ ﺎﻣﺎ��ﻣِﺇ ﻳﺎﻭ» «ِﺧﻵﺍ ﻖ��ﻋ ﺍﻮﺑِﺮ��ﺿﺎﹶﻓ ﻋِﺯﺎﻨ��ﺮﺧﺁ َﺀﺎﺟ ﹾﻥِﺈﹶﻓ


“Siapa saja yang membai’at seorang imam, maka hendaklah dia ulurkan tangannya dan memberikan seluruh buah hatinya dan hendaklah dia mentaatinya sekuat kemampuan dia. Maka apabila datang yang

94              Daulah Islam

lain mencoba merampas darinya, penggallah oleh kalian leher orang tersebut”.

Dalam sebuah riwayat :

«ﻥﺎﹶﻛ ﻦ ﺎﻨِﹰﺋﺎﹶﻛ ﻒِﻴﱠﺸﻟﺎِﺑ ﻩﺍﻮﺑِﺮﺿﺎﹶﻓ»

“Maka penggallah dia dengan pedang, siapapun dia”.

Perintah membunuh orang lain tersebut menunjukkan bahwa tidak ada lagi cara mempertahankan yang lain kecuali dengan membunuh. Apabila berkumpul sejumlah orang yang terpenuhi dalam diri mereka sifat- sifat khalifah, maka khalifah yang sah adalah yang memperoleh bai’at secara mayoritas. Sedangkan yang menentang keinginan mayoritas tersebut dianggap membangkang. Hal ini apabila mereka berkumpul untuk mewujudkan seorang khalifah. Tidak terkait dengan akad kekuasaan bagi masing-masing mereka. Adapun jika akad kekuasaan telah ditetapkan atas seorang yang memenuhi syarat-syarat khalifah, kemudian mayoritas masyarakat membai’at yang lain, maka yang pertamalah yang menjadi khalifah dan yang kedua harus ditolak.

Syarat-syarat yang harus dipenuhi untuk khalifah adalah: Islam, laki-laki, baligh, berakal, adil, mampu, dan merdeka (bukan budak). Adapun syarat Islam berdasarkan firman Allah SWT:

96    Zk¯y\ÛÜW  °°Ø=È%ÚUr54"Q  ÃW                                                                                                                                                                                                                                                                              ÛÏW­°mVÝÚŒ°\ÙfVICVTX   @


“Dan Allah tidak akan pernah memberikan kesempatan bagi orang-orang kafir untuk menguasai orang-orang yang mukmin” (TQS. an-Nisaa’ [4]: 141).

Adapun syarat laki-laki, berdasarkan sabda beliau saw:

«ﹰﺓﹶﺃﻣﺍ ﻢﻫ��ﻣﹶﺃ ﻮﹶﻗ ﺢِﻠﹾﻔ��ﻦﹶﻟ»



“Tidak akan beruntung suatu kaum, yang menyerahkan urusan

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam 317

pemerintahan mereka kepada seorang wanita”.

Adapun syarat baligh dan berakal, berdasarkan sabda beliau

saw :

ﱠﱴﺣ ﱢﻲِﺒﱠﺼﻟﺍ ِﻭ ﹶﻆِﻘﻳ ﱴﱠﺣ ﻢِﺋﺎﱠﻨﻟﺍ ﻦِﻋ :ﺙﹶﻼﹶﺛٍ ﻦ� �ﻢﹶﻠﹶﻘﹾﻟﺍ ﻊِﻓ»

98     ﻞِﻘﹶﻌ ﱴﱠﺣ ﻥِﻮﻤﹾﻟﺍ ﻦِﻋ ﻢِﻠ


“Diangkat pencatat amal dari tiga orang : dari yang sedang tidur hingga terjaga kembali, dari anak kecil hingga bermimpi dan dari orang gila hingga berakal kembali”.
Siapa saja yang diangkat pencatat amal darinya berarti tidak mukallaf menurut syara’. Dengan demikian dia tidak sah menjadi khalifah atau yang selain itu dari pemerintahan, karena dia tidak memiliki hak untuk mengatur tingkah laku.

Adapun syarat adil yang merupakan syarat keharusan untuk mengangkat Khilafah dan keberlangsungannya berdasarkan kenyataan hukum bahwa Allah SWT telah mensyaratkan adil pada diri seorang saksi dengan firman-Nya :

> Ô2°KÅÕ=$%WÃiÕXTsVl TÀ®ÕiUMTX@


“Dan jadikanlah seorang saksi oleh kalian seseorang yang adil di antara kalian” (QS. ath-Thalaq [65]: 2).

Sehingga, seseorang yang lebih tinggi kedudukannya daripada seorang saksi yaitu khalifah tentu saja lebih harus adil.

Adapun syarat merdeka (bukan hamba sahaya) berdasarkan kenyataan bahwa seorang hamba sahaya dimiliki oleh tuannya, sehingga dia tidak memiliki gerak-gerik dirinya sendiri. Tentu saja dia tidak bisa memiliki gerak-gerik orang lain apalagi memiliki kekuasaan atas masyarakat.

Adapun syarat mampu berdasarkan kenyataan bahwa siapa saja yang tidak mampu menjalankan suatu taklif, tentu saja tidak

100           Daulah Islam

boleh taklif tersebut kepadanya sekedar main-main sebab akan mengantarkan kepada pengabaian hukum dan pencampakkan hak. Islam tidak membolehkan hal itu.

Ini adalah syarat-syarat khalifah yang pasti. Adapun syarat-syarat lain yang disebutkan para fuqaha, seperti berani, berilmu, berasal dari suku Quraisy atau dari keluarga Fathimah dan sejenisnya, maka hal itu bukan syarat-syarat pengangkatan untuk Khilafah. Tidak ada satu pun dalil yang sah dan menyatakan bahwa itu adalah syarat pengangkatan Khilafah dan keabsahan bai’at. Karena itu, tidak dianggap sebagai syarat, sehingga setiap laki-laki, muslim, baligh, berakal, adil, merdeka, dan mampu adalah sah untuk dibai’at menjadi khalifah kaum Muslim. Tidak disyaratkan baginya syarat lainnya.

Dengan demikian, menegakkan Daulah Islam adalah wajib atas seluruh kaum Muslim. Hal tersebut telah ditetapkan berdasarkan al-Quran, as-Sunah dan Ijma’ Sahabat. Karena kaum Muslim tunduk kepada kekuasaan kufur di negeri-negeri mereka dan diterapkan kepada mereka hukum-hukum kufur, maka jadilah negeri mereka sebagai negara kufur setelah sebelumnya berstatus sebagai Daulah Islam. Dengan kata lain, kewarganegaraan mereka bukan lagi kewarganegaraan Islam walaupun negeri mereka adalah negeri Islam. Wajib bagi mereka untuk hidup dalam Daulah Islam dengan memiliki kewarganegaraan Islam. Hal itu tidak akan mereka peroleh kecuali dengan menegakkan Daulah Islam. Kaum Muslim akan tetap berdosa, hingga mereka berjuang untuk menegakkan Daulah Islam dan membai’at seorang khalifah yang akan menerapkan Islam dan mengemban dakwahnya ke seluruh penjuru dunia.[]

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam 319














Rintangan-Rintangan

Mendirikan Daulah Islam



Mendirikan Daulah Islam bukan pekerjaan yang mudah dan ringan, karena melanjutkan kehidupan Islami bukanlah perkara remeh. Banyak rintangan besar dan bermacam-macam yang menghadang di tengah upaya mendirikan Daulah Islam. Rintangan-rintangan ini harus dihilangkan. Juga terdapat kesulitan yang besar dan banyak merintangi jalan untuk melanjutkan kehidupan Islam. Rintangan-rintangan ini pun harus diatasi. Sebab, persoalannya bukanlah sekadar mendirikan negara sembarang negara; dan tidak pula sekadar mendirikan negara yang dinamai Islam. Tetapi, persoalannya berhubungan dengan mendirikan Daulah Islam, yang akan menerapkan Islam sebagai sebuah sistem yang terpancar dari akidah Islam. Negara tersebut akan menerapkan hukum syara’ sebagai hukum Allah, melanjutkan kehidupan Islam secara menyeluruh di dalam negeri, dan mengemban dakwah Islam kepada

seluruh umat manusia di luar negeri.

Daulah Islam ini wajib ditegakkan di atas akidah Islam beserta segala hal yang dibangun di atasnya atau berbagai cabang pemikiran yang digali darinya. Kemudian, Daulah Islam ini didirikan di atas perundang-undangan dan peraturan yang terpancar dari akidah Islam; sedemikian rupa sehingga muncul dorongan dari dalam jiwa

148       Daulah Islam

untuk mencapai kehidupan yang demikian. Lalu terbentuklah pola pikir dan pola sikap islami yang akan menjamin pelaksanaan aturan dan perundang-undangan dengan penuh ketaatan, yang muncul dari kerinduan dan ketenangan, baik dari pihak penguasa maupun rakyat. Daulah Islam yang ditegakkan umat dan dipimpin oleh Ulil Amri, yang menjalankan pemeliharaan urusan umat, haruslah menerapkan Islam dalam seluruh aspek kehidupannya. Juga harus mampu mewujudkan kehidupan Islam, yang memungkinkan untuk mengemban risalahnya ke seluruh dunia. Inilah yang memungkinkan orang-orang non Muslim menyaksikan cahaya Islam di negaranya, sehingga mereka berbondong-bondong masuk ke dalam agama Allah. Karena itu, akan banyak sekali kesulitan-kesulitan yang merintangi jalan perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam atau upaya mendirikan Daulah Islam. Rintangan-rintangan ini haruslah diketahui. Selain itu, harus ada upaya untuk mengatasi rintangan tersebut. Adapun rintangan-rintangan yang paling penting adalah berikut:

150     Adanya pemikiran-pemikiran tidak islami, yang menyerang dunia Islam. Sebab, dunia Islam —di masa kemundurannya, telah mengalami pendangkalan pemikiran, tidak adanya pengetahuan, dan lemahnya akal karena kemerosotan Islam yang merata— telah dikalahkan. Dalam kondisi semacam ini, kaum Muslim di kuasai oleh pemikiran-pemikiran tidak islami dan bertentangan dengan pemikiran-pemikiran Islam. Mereka juga berdiri di atas asas yang simpang siur dan pemahaman yang salah tentang kehidupan, termasuk apa-apa yang ada sebelum dan sesudah kehidupan. Maka, pemikiran-pemikiran tersebut mewujudkan keraguan dan menguatkan sikap kosong dari perlawanan, sehingga semakin mengokohkannya. Pola pikir kaum Muslim, terutama kelompok intelektualnya, dipenuhi oleh pemikiran-pemikiran tersebut, sehingga terbentuklah pemikiran politik yang penuh dengan taklid, jauh dari kreatifitas, tidak siap menerima pemikiran Islam politis, dan tidak memahami hakikat pemikiran tersebut, khususnya

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam 321

dalam aspek politik. Karena itu, dakwah Islam harus menjadi dakwah menyeru kepada Islam dan melanjutkan kehidupan Islam. Orang-orang non Muslim harus diajak kepada Islam dengan menjelaskan pemikiran-pemikiran Islam. Kaum Muslim diajak untuk berusaha keras melanjutkan kehidupan Islam dengan memahamkan Islam kepada mereka. Semua ini menuntut adanya upaya menjelaskan kepalsuan pemikiran-pemikiran lain yang tidak islami termasuk bahaya-bahaya yang akan ditimbulkannya. Selain itu, harus menjadikan aktivitas politik sebagai jalan dakwah. Juga berjuang membina umat dengan tsaqafah Islam dengan menonjolkan aspek politiknya. Dengan modal ini, dakwah berpeluang untuk mengatasi rintangan ini.

228     Adanya kurikulum pendidikan yang dibangun berdasarkan asas yang telah ditetapkan penjajah; dan metoda (thariqah) yang digunakan untuk menerapkan kurikulum tersebut di sekolah-sekolah dan perguruan tinggi. Di mana sekolah dan perguruan tinggi tersebut meluluskan orang-orang yang akan menjalankan urusan pemerintahan, administrasi, peradilan, pendidikan, kedokteran, dan seluruh urusan kehidupan, dengan pola pikir yang khas, yang berjalan sesuai strategi yang diinginkan kafir penjajah. Hal ini terus berlangsung hingga kita menyaksikan terjadinya penggantian penjabat pemerintahan dari kalangan kaum Muslim kepada para penjabat dari kalangan kaki-tangan penjajah. Tugas mereka yang utama adalah menjaga kepentingan dan strategi yang telah digariskan penjajah berupa hudud, perundang-undangan, tsaqafah, politik, peraturan, peradaban, dan lain-lainnya. Mereka diminta membelanya seperti pembelaan para penjajah atau bahkan lebih dari itu. Metode untuk mengatasi kesulitan ini adalah dengan membongkar aktivitas tersebut kepada para penguasa, pegawai, dan lain-lainnya, juga kepada seluruh masyarakat; sehingga sisi-sisi keburukan penjajah menjadi tampak jelas. Tujuannya untuk melepaskan orang-orang

230       Daulah Islam

tersebut dari sikapnya dalam mempertahankan kepentingan-kepentingan itu, sehingga dakwah menemukan jalannya untuk menyampaikan misinya kepada kaum Muslim.

232     Diterapkannya secara terus-menerus kurikulum pendidikan dengan asas yang ditetapkan penjajah dan dengan metode (thartiqah) yang diinginkan mereka. Hal itu menjadikan sebagian besar pemuda dari para lulusan dan yang masih belajar, “berjalan” dengan arah yang berlawanan dengan Islam. Kurikulum pendidikan yang kami maksudkan di sini bukan kurikulum sains dan perindustrian, sebab hal itu bersifat universal tidak dikhususkan bagi umat tertentu, tetapi bersifat universal untuk seluruh umat manusia. Yang kami maksudkan adalah kurikulum kebudayaan yang dipengaruhi oleh pandangan kehidup. Kurikulum pendidikan seperti inilah yang dapat menjadi rintangan bagi upaya melanjutkan kehidupan Islam. Pengetahuan ini mencakup sejarah, sastra, filsafat, dan perundang-undangan. Hal itu karena sejarah adalah tafsir faktual terhadap kehidupan, dan sastra adalah gambaran perasaan tentang kehidupan. Adapun filsafat adalah pemikiran dasar yang dibangun atasnya sebuah pandangan hidup. Sedangkan perundang-undangan adalah solusi praktis untuk seluruh problematika kehidupan dan “alat” yang digunakan untuk pengaturan berbagai hubungan individu maupun kelompok. Semua itu telah digunakan kafir penjajah untuk membentuk pola pikir anak-anak kaum Muslim, sedemikian rupa sehingga menjadikan sebagian mereka tidak merasakan pentingnya keberadaan Islam dalam kehidupan dirinya maupun umatnya. Demikian juga, menjadikan sebagian lainnya mengemban permusuhan terhadap Islam, sehingga mengingkari kelayakan Islam sebagai problem solving bagi masalah kehidupan. Karena itu, harus melakukan perubahan terhadap pola pikir tersebut dengan cara membina para pemuda di luar sekolah dan perguruan tinggi dengan pembinaan khusus dan pembinaan umum. Pembinaan ini

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam 323

dilakukan dengan menggunakan pemikiran-pemikiran Islam dan hukum-hukum syara’, hingga dimungkinkan untuk mengatasi rintangan ini.

234     Adanya pensakralan secaran umum terhadap sebagian pengetahuan tentang kebudayaan dan dianggagapnya sebagai ilmu (sains) yang bersifat universal, seperti ilmu sosial, psikologi (ilmu jiwa), dan ilmu-ilmu pendidikan. Kebanyakan manusia menganggap pengetahuan-pengetahuan itu sebagai ilmu (sains) dan menganggap hakikat-hakikat yang ada pada ilmu tersebut merupakan hasil dari eksperimen. Mereka mengemban dan mensakralkan ilmu-ilmu tersebut secara umum, serta mengambil apa-apa yang dihasilkan oleh ilmu tersebut untuk menyelesaikan berbagai persoalan kehidupan. Pengetahuan-pengetahuan itu dipelajari sekolah-sekolah dan perguruan tinggi kita, sebagai sebuah ilmu (sains). Kita menerapkannya dalam kehidupan dan menjadikannya sebagai “alat” untuk menyelesaikan problematika kehidupan. Karena itu, mereka lebih banyak mengacu pada pendapat pakar psikolog, sosiolog, dan pakar pendidikan daripada mengacu pada al-Quran dan Hadits. Wajar, jika di tengah-tengah kita banyak dijumpai berbagai pemikiran dan pandangan hidup yang salah sebagai akibat buruk dari mempelajari ilmu-ilmu tersebut, mensakralkannya, dan menjadikannya sebagai problem solving atas persoalan-persoalan kehidupan. Akibatnya muncullah kesulitan, yaitu kemauan mereka untuk menerima apa-apa yang bertentangan dengan ilmu-ilmu tersebut. Secara keseluruhan kesulitan ini mengarah kepada sikap pemisahan agama dari kehidupan dan penentangannya terhadap upaya mendirikan Daulah Islam.

Pada kenyataannya, pengetahuan-pengetahuan ini adalah tsaqafah bukan ilmu (sains). Sebab, pengetahuan tersebut diperoleh melalui pengamatan dan penggalian semata, tanpa adanya eksperimen. Penerapannya pada manusia tidak bisa

236       Daulah Islam

dikatagorikan percobaan, melainkan dengan cara pengkajian yang berulang-ulang terhadap sejumlah orang yang berbeda-beda dalam kondisi dan situasi yang berbeda-beda pula. Dengan kata lain, merupakan pengkajian dan penggalian, bukan eksperimen seperti percobaan yang dilakukan seseorang di laboratorium saat dia mencoba sesuatu atau menerapkan suatu perlakuan kepadanya. Karena itu, pengetahuan tersebut dikategorikan sebagai tsaqafah bukan ilmu. Lebih dari itu, pengetahuan tersebut berupa dugaan yang berpotensi ke arah salah dan benar, karena dibangun di atas landasan yang simpang siur. Juga dibangun berdasarkan pandangan terhadap individu dan masyarakat. Artinya, dibangun berdasarkan pandangan individual, sehingga pandangannya tersebut beralih dari individu kepada keluarga, lalu kepada kelompok, dan akhirnya kepada masyarakat. Ini dilakukan berdasarkan anggapan bahwa masyarakat terbentuk dari individu-individu. Karena itu, masyarakat dianggap terpisah-pisah. Apa yang layak untuk suatu masyarakat tidak selalu layak bagi masyarakat lainnya. Pada kenyataannya, masyarakat terbentuk dari kumpulan manusia, pemikiran, perasaan, dan aturan. Dan bahwa pemikiran-pemikiran serta pemecahan masalah yang layak untuk manusia di tempat tertentu, pasti layak pula bagi manusia lain di tempat manapun. Karena itu, masyarakat yang berbeda -beda dapat dirubah menjadi masyarakat yang satu, sesuai dengan pemikiran, perasaan, dan peraturan tertentu. Kekeliruan pandangan mengenai masyarakat membawa konsekwensi pada kekeliruan terhadap berbagai pandangan pendidikan dalam ilmu-ilmu pendidikan dan kekeliruan pandangan dalam ilmu sosial, karena dibangun berlandaskan pandangan tersebut. Sama halnya dengan pandangan yang dibangun berlandaskan ilmu psikologi, yang secara keseluruhannya keliru dari dua sisi: Pertama, karena ilmu tersebut menganggap otak dibagi kedalam beberapa bagian dan setiap bagian memiliki potensi kemampuan

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam        325

khusus. Pada bagian otak tertentu ada potensi yang berbeda dengan yang ada di bagian otak lainnya. Padahal kenyataannya otak itu hanya satu. Terjadinya keragaman serta perbedaan pemikiran yang dihasilkan adalah sebagai akibat beragam dan berbedanya fakta yang terindera serta informasi awal yang diterima. Jadi, di dalam otak tidak ditemukan adanya potensi yang tidak ditemukan di otak yang lain, tetapi keseluruhan otak memiliki potensi untuk berpikir dalam segala hal manakala terpenuhi empat hal yaitu fakta yang terindera, panca indera, informasi-informasi sebelumnya dan otak. keragaman otak hanya terjadi pada kekuatan mengingat dan mengindra, seperti halnya keragaman mata terjadi dalam aspek kuat dan lemahnya memandang. Dengan demikian, setiap orang bisa diberi informasi apa saja dan dalam dirinya memiliki potensi untuk mengolah berbagai informasi yang masuk. Karena itu, potensi-potensi yang dibahas dalam ilmu psikologi sama sekali tidak memiliki dasar. Kedua, ilmu psikologi menganggap naluri itu banyak sekali macamnya, ada yang dapat disingkap ada pula yang tidak. Para ilmuwan membangun pandangan terhadap naluri berdasarkan pemahaman tersebut sehingga pandangannya itu salah. Kenyataannya yang dapat disaksikan oleh indera dengan cara mengamati dilakuakn atau tidaknya suatu perbuatan, menunjukkan bahwa manusia dalam dirinya ada potensi kehidupan yang memiliki dua penampakan, yaitu yang pertama adalah yang menuntut pemenuhan secara pasti dan bila tidak dipenuhi manusia akan mati. Sedangkan yang kedua, juga menuntut pemenuhan dan bila tidak dipenuhi manusia tetap akan hidup namun mengalami kegelisahan akibat tidak dapat dipenuhinya tuntutan tersebut. Penampakan yang pertama adalah kebutuhan-kebutuhan dasar seperti rasa lapar, haus dan pemenuhan hajat. Penampakan kedua bersifat naluriah, yaitu naluri beragama, naluri berketurunan dan naluri mempertahankan diri. Naluri-naluri tersebut merupakan perasaan lemah, perasaan melangsungkan keturunan, dan

238       Daulah Islam

perasaan mempertahankan diri. Selain itu tidak ada lagi. Selain tiga jenis naluri ini, merupakan bentuk-bentuk dari penampakan naluri itu sendiri, seperti rasa takut, ingin menguasai dan kepemilikan yang merupakan penampakan dari naluri mempertahankan diri. Pengagungan dan ibadah merupakan penampakkan dari naluri beragama. Sikap kebapakan dan persaudaraan merupakan penampakan naluri mempertahankan keturunan. Dengan demikian, anggapan ilmu psikologi tentang naluri adalah keliru, seperti halnya tentang otak juga keliru. Keseluruhannya mengantarkan kepada kekeliruan pandangan yang dibangun berlandaskan keduanya. Pada gilirannya mengantarkan kepada kekeliruan ilmu pendidikan yang dipengaruhi oleh ilmu psikologi.

Dengan demikan ilmu sosial, pendidikan, dan psikologi merupakan pengetahuan tentang tsaqafah. Di dalamnya terdapat nilai-nilai yang bertentangan dengan pemikiran Islam. Secara umum, ilmu-ilmu tersebut adalah salah. Maka, sikap yang masih tetap mensakralkan ilmu-ilmu tersebut dan dipakai untuk memecahkan suatu masalah, akan mewujudkan kesulitan yang menghadang di hadapan akitivitas mendirikan Daulah Islam. Sebab itu, ilmu-ilmu tersebut harus dijelaskan kedudukannya yaitu sebagai tsaqafah bukan ilmu; dan bersifat dugaan bukan hakikat yang pasti, juga dibangun dengan asas yang keliru. Karena itu, tidak boleh digunakan untuk mengatur kehidupan. Hanya Islam saja yang mampu mengaturnya.

240     Masyarakat di dunia Islam berada di tengah-tengah kehidupan yang tidak islami. Mereka hidup dengan pola hidup yang bertentangan dengan Islam. Hal ini disebabkan karena struktur negara dan sistem pemerintahan yang mendasari struktur negara dan masyarakat, kaidah-kaidah kehidupan yang mendasari masyarakat dengan seluruh pilar-pilarnya, kecenderungan jiwa yang ingin diraih kaum Muslim dan pembentukan akal yang mendasari pemikiran mereka,

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam 327

seluruhnya dibangun dengan asas seperangkat pemahaman tentang kehidupan yang bertentangan dengan pemahaman-pemahaman Islam. Selama asas ini tidak diubah dan selama pemahaman-pemahaman yang simpang siur itu dibenarkan, maka hal itu menjadi kesulitan untuk merubah kehidupan manusia di tengah masyarakat, kesulitan dalam merubah struktur negara, kaidah-kaidah masyarakat, dan sikap jiwa serta pola pikir yang dijadikan sebagai penentu hukum oleh kaum Muslim.

242     Keterpisahan yang sangat jauh antara kaum Muslim dan pemerintahan Islam, terutama aspek politik pemerintahan dan politik pengelolaan harta, menjadikan gambaran kaum Muslim tentang kehidupan islami sangat lemah. Juga menjadikan gambaran orang-orang kafir tentang Islam terhadap kehidupan islami merupakan gambaran yang kontradiktif; terutama setelah kaum Muslim hidup dalam periode buruknya penerapan Islam oleh para penguasa kepada mereka. Seperti halnya mereka telah hidup sejak runtuhnya Khilafah hingga hari ini dikuasai oleh musuh-musuh mereka dengan peraturan yang bertentangan dengan Islam dalam segala hal, baik dalam bidang politik pemerintahan maupun politik pengelolaan harta dengan pandangan khusus. Karena itu, harus bisa mengeluarkan manusia dari kenyataan yang buruk tempat mereka hidup dan menggambarkan kepada mereka kehidupan yang wajib mereka jalani sekalilgus wajib bagi mereka untuk merubah realitas kehidupan mereka saat ini lalu meninggalkannya. Merupakan sebuah keniscayaan untuk menggambarkan kepada mereka bahwa proses perubahan menuju kehidupan yang islami harus dilakukan secara menyeluruh bukan parsial. Demikian juga bahwa penerapan Islam haruslah secara revolusioner (satu kali langkah), tidak boleh ada tahapan baik secara parsial maupun tambal sulam, hingga mendekati gambaran realitas kehidupan yang pernah terjadi di masa kejayaan Islam.

244       Daulah Islam

246     Keberadaan berbagai pemerintahan di negeri-negeri Islam yang berdiri dengan dasar demokrasi dan penerapan sistem kapitalistik secara menyeluruh terhadap masyarakat. Juga pemerintahan tersebut senantiasa terikat dengan negara-negara Barat dengan ikatan politis yang dibangun dengan landasan pemisahan wilayah-wilayah serta keterpecahaan. Hal tersebut menjadikan aktivitas untuk melanjutkan kehidupan islami menjadi sulit, karena kehidupan seperti itu tidak mungkin diraih kecuali secara sempurna. Islam tidak membolehkan menjadikan negeri-negeri Islam terpecah menjadi banyak negara, melainkan harus menjadikannya sebagai negara yang satu. Hal ini menuntut kesempurnaan dakwah, aktivitas dan penerapan. Perjuangan ini jelas akan berhadapan dengan para penguasa yang menentang dakwah Islam, walaupun pribadi-pribadinya muslim. Karena itu, pengembanan dakwah harus dilakukan di setiap wilayah meskipun akan mengantarkan kepada berbagai kesulitan dan kesengsaraan yang muncul dari penentangan para penguasa di negeri-negeri Islam tersebut.

247     Adanya opini umum tentang kesukuan, nasionalisme, dan sosialisme termasuk pendirian gerakan-gerakan politik dengan asas kesukuan, nasionalisme dan sosialisme. Hal itu karena penguasaan Barat terhadap negeri-negeri Islam, penyerahan kendali pemerintahan kepada Barat dan penerapan sistem kapitalis di negeri-negeri Islam, membawa pengaruh terhadap benak kaum Muslim berupa kecenderungan untuk mempertahankan diri. Pada gilirannya akan melahirkan sentimen nasionalisme untuk mempertahankan tempat masyarakat hidup di dalamnya. Juga akan membangkitkan paham sektarian yang membuat manusia cenderung mempertahankan diri, keluarga dan kaumnya, serta berjuang menjadikan pemerintahan yang bersifat golongan. Akibatnya, muncul gerakan-gerakan politik mengatasnamakan nasionalisme untuk mengusir musuh dari negerinya; dan atas nama nasionalisme untuk

Rintangan-rintangan Mendirikan Daulah Islam        329

menjadikan pemerintahan dikuasai oleh keluarganya. Karena itu, harus menjelaskan kepada masyarakat kerusakan sistem kapitalistik serta ketidaklayakannya. Di tengah-tengah mereka tersebar propaganda ke arah sosialisme sehingga terbentuklah berbagai kutlah atas nama sosialisme untuk mengganyang kapitalisme. Gerakan-gerakan tersebut sebenarnya tidak memiliki gambaran apapun tentang sistem kehidupan, kecuali gambaran yang masih mentah, yang akan menjauhkan mereka dari mabda dan dari Islam sebagai ideologi universal.[]

248         Daulah Islam













Bagaimana Mendirikan

Daulah Islam



Sesungguhnya kekuatan pemikiran Islam yang bersanding dengan thariqahnya cukup untuk mendirikan Daulah Islam dan mewujudkan kehidupan yang islami. Jika pemikiran ini telah meresap ke dalam hati, merasuk dalam jiwa, dan menyatu di dalam tubuh kaum Muslim, maka akan menjadikan Islam hidup dipraktekkan dalam kehidupan. Hanya saja terlebih dahulu harus menyempurnakan sejumlah aktivitas yang sangat besar sebelum mendirikan negara dan harus mencurahkan semua kekuatan untuk

melanjutkan kehidupan yang islami.

Karena itu, untuk mendirikan Daulah Islam tidak cukup dilakukan dengan membayangkan kesenangan dan harapan saja, tidak cukup hanya dengan semangat dan cita-cita untuk melanjutkan kehidupan Islam. Ada satu hal yang penting diperhatikan dan harus dilaksanakan, yaitu memperhitungkan berbagai rintangan yang menghadang di hadapan Islam secermat mungkin agar mampu menghilangkannya. Kaum Muslim harus memperhatikan tentang beratnya konsekwensi yang selalu menunggu orang-orang yang berusaha bangkit untuk mencapai tujuan tersebut. Pandangan para pemikir harus diarahkan secara spesifik menuju tanggung jawab maha besar. Setiap pemikir memberikan sumbangan pemikiran tentang masalah yang penting itu, sehingga ucapan dan tindakannya

Bagaimana Mendirikan Daulah Islam   331

berjalan seiring dalam metode yang sama disertai dengan kesadaran, keinginan, kepastian dan kedinamisan. Harus diketahui bahwa orang-orang yang berjalan di jalan perjuangan untuk melanjutkan kehidupan Islam adalah orang-orang yang memahat jalan di batu cadas yang sangat keras. Akan tetapi, dengan adanya cangkul mereka yang tajam dan besar, maka itu menjadi jaminan yang mampu memecahkan batu cadas tersebut. Mereka adalah orang-orang yang berjuang menyelesaikan persoalan yang sangat rumit. Akan tetapi, karena adanya kepekaan dan kejelian mereka, maka hal itu menjadi jaminan sempurnanya pemecahan persoalan itu dan mereka akan mampu menyelesaikan masalah itu dengan cermat. Namun kekokohan mereka disertai bagusnya solusi yang dirumuskan benar-benar sangat memadai. Sesungguhnya mereka akan berbenturan dengan peristiwa -peristiwa besar, tetapi akan berhasil menanggulanginya. Mereka tidak akan menyimpang dari metode yang sedang ditempuh, karena metode tersebut adalah yang pernah Rasulullah saw gunakan. Sepak terjang mereka adalah benar yang akan menjadikan hasil yang pasti tidak ada keraguan di dalamnya dan kemenangan pasti terealisir. Metode ini adalah yang wajib kaum Muslim jalani hari ini dengan sangat teliti disertai meneladani Rasul saw dengan cermat dan menjalani langkah-langkah beliau dengan benar sehingga jalan pengemban dakwah tidak terpeleset. Hal ini karena setiap kesalahan dalam melakukan qiyas dan setiap penyimpangan dari metode yang sedang ditempuh akan menyebabkan perjalanan tergelincir dan aktivitas menjadi berantakan.

Karena itu, mengadakan banyak seminar tentang Khilafah bukan jalan untuk mendirikan Daulah Islam. Upaya keras untuk menyatukan negara-negara yang memerintah bangsa-bangsa Islam bukan menjadi sarana menuju terbentuknya Daulah Islam. Demikian pula kesepakatan berbagai konfrensi untuk bangsa-bangsa Islam bukanlah jalan yang dapat merealisir upaya melanjutkan kehidupan Islam. Tegasnya hal tersebut dan yang sejenisnya bukan merupakan metode, melainkan sekedar hiburan sesaat yang sedikit

250         Daulah Islam

menyegarkan jiwa kaum Muslim. Kemudian semangat dari berbagai aktivitas tersebut lambat laun menjadi padam dan akhirnya berdiam diri tidak lagi melakukan aksi apa pun. Lebih dari itu, semuanya adalah jalan yang bertentangan dengan thariqah Islam.

Metode satu-satunya untuk mendirikan Daulah Islam hanya dengan mengemban dakwah Islam dan melakukan upaya untuk melanjutkan kehidupan yang islami. Hal itu menuntut adanya usaha menjadikan negeri-negeri Islam menjadi satu kesatuan, karena kaum Muslim adalah umat yang satu yang tiada lain merupakan kumpulan manusia yang disatukan oleh akidah yang satu, yang terpancar darinya aturan-aturan Islam. Karena itu, munculnya aktivitas apapun di suatu negeri Islam mana pun akan berpengaruh pada wilayah-wilayah Islam lainnya. dalam keadaan seperti itu juga akan menggerakkan perasaan dan pemikiran. Karena itu, seluruh negeri-negeri Islam harus dijadikan sebagai negeri yang satu dan dakwah harus diemban di seluruh negeri tersebut, sehingga berpengaruh di tengah masyarakatnya. Hal itu karena masyarakat yang satu akan mampu membentuk umat sedemikian rupa seperti air dalam periuk. Jika anda meletakkan api di bawah periuk itu sehingga bisa memanaskan air sampai mendidih, kemudian air yang mendidih ini berubah menjadi uap yang akan mendorong tutup periuk dan akhirnya melahirkan gerakan yang mendorong. Demikian pula halnya dengan masyarakat, jika di tengah mereka diletakkan mabda Islam, maka panas dari mabda tersebut akan menghasilkan pergolakan kemudian berubah menjadi uap, lalu panas tersebut akan berubah menjadi sesuatu yang mampu mendorong masyarakat untuk bergerak dan berbuat. Sebab itu, haruslah menyebarluaskan dakwah ke seluruh dunia Islam untuk digunakan dalam upaya melanjutkan kehidupan Islam. Langkah itu bisa dilakukan dengan penerbitan buku-buku, selebaran-selebaran, menjalin berbagai kontak dan memanfaatkan seluruh sarana dakwah, terutama membentuk berbagai jalinan kontak; karena itu merupakan jalan dakwah yang paling berhasil. Hanya saja, penyebarluasan dakwah dengan cara yang terbuka itu dilakukan untuk “membakar” masyarakat, sehingga

Bagaimana Mendirikan Daulah Islam   333

akan merubah kebekuan yang ada menjadi panas yang membara. Tidak mungkin mengubah tenaga panas menjadi gerakan, kecuali jika dakwah yang bersifat praktis dalam bentuk politis difokuskan pada aktivitas-aktivitas nyata di satu wilayah atau beberapa wilayah yang menjadi cikal bakal aktivitas dakwah. Kemudian dakwah bertolak menuju seluruh bagian dunia Islam lainnya dan setelah itu satu wilayah atau beberapa wilayah dijadikan titik sentral, tempat yang di dalamnya dapat didirikan Daulah Islam. Dari titik itulah terjadi perkembangan dalam pembentukkan Daulah Islam yang besar yang akan mengemban risalah Islam ke seluruh dunia seperti yang pernah Rasul saw lakukan, yakni beliau menyampaikan dakwahnya kepada seluruh umat manusia.

Langkah -langkah penyampaian beliau berjalan melalui metode praktis. Beliau mengajak penduduk Makkah dan seluruh bangsa Arab di musim haji, dakwahnya kemudian tersebar ke seluruh penjuru Jazirah. Seakan-akan beliau menciptakan bara di bawah masyarakat Jazirah Arab, yang mampu membangkitkan panas di seluruh bangsa Arab. Islam mengundang bangsa Arab melalui Rasul saw malalui penjalinan hubungan dengan mereka dan mendakwahi mereka di musim haji serta pertemuan beliau dengan berbagai kabilah di tempat tinggal mereka masing-masing dan mengajak mereka kepada Islam. Demikianlah gambaran dakwah yang sampai ke seluruh Arab dengan terjadinya gesekan antara Rasul saw dan kaum Quraisy, sedemikian rupa dengan benturan yang sangat keras, hingga gaungnya memenuhi pendengaran bangsa Arab. Ledakan benturan itu membangkitkan mereka untuk mengkaji dan bertanya-tanya. Hanya saja, walaupun dakwah disebarluaskan ke seluruh Arab, tetapi pusat dakwah sendiri masih terbatas di Makkah. Kemudian beliau melebarkan sayap dakwahnya ke Madinah sehingga terbentuk Daulah Islam di Hijaz. Ketika itu api dakwah dan kemenangan Rasul saw berhasil mendidihkan bangsa Arab dan memunculkan gerakan (perluasan), maka berimanlah seluruhnya, hingga Daulah Islam mencakup seluruh wilayah jazirah Arab dan mengemban risalahnya ke seluruh alam.

334         Daulah Islam

Karena itu, wajib bagi kita menjadikan pengembangan dakwah Islam dan berjuang untuk melanjutkan kehidupan Islam sebagai thariqah untuk mendirikan Daulah Islam. Kita juga harus menggabungkan seluruh negeri-negeri Islam menjadi satu negara yang memiliki tujuan dakwah. Hanya saja, kita wajib membatasi daerah konsentrasi aktivitas di satu atau beberapa wilayah sebagai tempat bagi kita untuk membina masyarakat dengan Islam, sehingga Islam betul-betul hidup dalam diri mereka dan mereka hidup dengan dan demi Islam. Di wilayah itu pula kita membentuk kesadaran umum atas dasar Islam dan opini umum untuk Islam, sehingga terjadi dialog antara pengemban dakwah dan masyarakat dengan dialog yang menghasilkan aksi dan berpengaruh dalam mengubah dakwah ke arah interaksi dan pencapaian hasil. Interaksi tersebut adalah gerakan perjuangan yang bertujuan mewujudkan Daulah Islam yang terpancar dari umat yang tinggal di wilayah tersebut atau yang lainnya. Saat itu dakwah telah berjalan dari tahap pemikiran yang sudah terbentuk dalam benak, menuju eksistensinya di tengah-tengah masyarakat, Dari gerakan yang bersifat lokal menuju sebuah negara. Putaran-putaran gerakan ini telah lewat, lalu beralih dari titik awal ke titik tolak dan akhirnya menuju titik sentral tempat terkonsentrasikannya unsur-unsur negara maupun kekuatan dakwah dalam sebuah negara yang sempurna. Saat itu pula tahapan praktis dakwah yang diwajibkan syara’ terhadap negara tersebut dan kaum Muslim yang hidup di wilayah-wilayah yang belum tercakup oleh kekuasaan negara itu mulai dilaksanakan.

Adapun kewajiban negara adalah menjalankan pemerintahan sesuai dengan aturan yang telah Allah turunkan secara menyeluruh. Kemudian negara menyatukan wilayah-wilayah lainnya atau menyatukan Daulah Islam dengan wilayah-wilayah baru sebagai bagian dari politik dalam negeri Daulah Islam. Setelah itu, negara mengatur pengembanan dakwah dan berbagai tuntutan untuk melanjutkan kehidupan yang islami di seluruh wilayah Islam, terutama wilayah-wilayah yang bertetangga dengannya. Kemudian negara akan menghapus undang-undang busuk yang telah

Bagaimana Mendirikan Daulah Islam   335

ditetapkan oleh penjajah di antara wilayah-wilayah tersebut dan menjadikan para penguasa negeri-negeri yang tunduk kepadanya sebagai penjaga batas-batas politis tersebut. Karena itu, wajib bagi negara tersebut untuk membatalkan batas -batas itu, walaupun wilayah yang bertetangga dengannya belum membatalkannya dan dengan demikian dapat dihentikan semua pelintas batas ilegal, pajak perbatasan (kepabeanan) dan membuka pintu-pintunya untuk penduduk wilayah yang Islam. Dengan demikian seluruh masyarakat yang tinggal di wilayah-wilayah yang Islam, merasakan bahwa negara ini adalah Daulah Islam dan mereka menyaksikan secara langsung penerapan dan pelaksanaan Islam.

Adapun kewajiban kaum Muslim adalah berusaha keras untuk menjadikan negeri mereka yang tidak menerapkan Islam dan dianggap sebagai negara kufur menjadi Daulah Islam. Hal tersebut dilakukan dengan cara menyatukan wilayah tersebut ke dalam Daulah Islam melalui dakwah Islam. Dengan cara seperti ini masyakata di dunia Islam di seluruh wilayahnya mengalami perrgolakan yang mendorongnya melakukan gerakan yang benar yang akan menyatukan kaum Muslim seluruhnya dalam negara yang satu. Karena itu, terwujudlah Daulah Islam yang besar sekaligus terbentuk Daulah Islam yang merepresentasikan kepemimpinan ideologis universal. Pada gilirannya negara itu memiliki kewibawaan dan kedudukan yang memungkinnya untuk mengemban dakwah dan menyelamatkan dunia dari kejahatan.

Apabila umat Islam pada masa lampau hidup di negeri-negeri yang belum mencakup jazirah Arab dengan jumlah penduduknya tidak lebih dari beberapa juta; namun bersamaan dengan itu, saat Islam dipeluk dan dakwahnya diemban sebagai kekuatan mendunia di hadapan dua kekuatan militer yang ada saat itu, lalu mengalahkan keduanya secara bersamaan, menguasai kedua wilayah negerinya, serta menyebarkan Islam di berbagai wilayah yang banyak saat itu; maka bagaimana halnya dengan keadaan kita di tengah-tengah umat Islam saat ini, yang jumlahnya mendekati seperempat penduduk dunia yang tersebar di berbagai negeri yang saling bertautan,

336         Daulah Islam

sehingga menjadi negeri yang satu, yang terbentang dari Maroko hingga India dan Indonesia. Mereka tinggal di tempat-tempat yang paling baik di atas bumi, baik kekayaan alamnya maupun letak geografisnya dan mengemban mabda yang merupakan satu-satunya mabda yang benar, maka tidak diragukan lagi akan dapat membentuk sebuah front yang lebih kuat dari negara-negara adi daya dalam segala aspeknya.

Karena itu, sejak saat ini wajib bagi setiap Muslim untuk berusaha keras mewujudkan kembali Daulah Islam adi daya yang akan mengemban risalah Islam ke seluruh penjuru dunia dan mengawali perjuangannya dengan mengemban dakwah Islam, melakukan aktivitas untuk melanjutkan kehidupan yang islami di seluruh negeri Islam, membatasi pusat aktivitasnya di satu atau beberapa wilayah agar menjadi titik sentral, hingga dapat memulai aktivitas yang benar-benar serius. Inilah tujuan yang sangat besar yang wajib ditempuh, berani menanggung berbagai resiko penderitaan di jalannya, mencurahkan segenap kemampuan dan berjalan terus penuh tawakal kepada Allah tanpa menuntut imbalan apapun selain untuk meraih ridha Allah Swt.[]

Rancangan Undang-Undang Dasar                337














Rancangan

Undang-Undang Dasar



HUKUM-HUKUM UMUM

Pasal 1

Akidah Islam adalah dasar negara. Segala sesuatu yang menyangkut institusi negara, termasuk meminta pertanggungjawaban atas tindakan negara, harus dibangun berdasarkan akidah Islam. Akidah Islam menjadi asas undang-undang dasar dan perundang-undangan syar’i. Segala sesuatu yang berkaitan dengan undang-undang dasar dan perundang-undangan, harus terpancar dari akidah Islam.

Pasal 2

Darul Islam adalah negeri yang di dalamnya diterapkan hukum-hukum Islam, dan keamanannya didasarkan pada keamanan Islam. Darul kufur adalah negeri yang di dalamnya diterapkan peraturan kufur, atau keamanannya berdasarkan selain keamanan Islam.

Pasal 3

Khalifah melegislasi hukum-hukum syara’ tertentu yang dijadikan sebagai undang-undang dasar dan undang-undang negara.

338         Daulah Islam

Undang-undang dasar dan undang- undang yang telah disahkan oleh Khalifah menjadi hukum syara’ yang wajib dilaksanakan dan menjadi perundang-undangan resmi yang wajib ditaati oleh setiap individu rakyat, secara lahir maupun batin.

Pasal 4

Khalifah tidak melegislasi hukum syara’ apa pun yang berhubungan dengan ibadah, kecuali masalah zakat dan jihad; dan apa-apa yang diperlukan untuk menjaga persatuan kaum Muslimin. Khalifah juga tidak melegislasi pemikiran apa pun yang berkaitan dengan akidah Islam.

Pasal 5

Setiap warga negara (Khilafah) Islam mendapatkan hak-hak dan kewajiban-kewajiban sesuai dengan ketentuan syara’.

Pasal 6

Negara tidak membeda-bedakan individu rakyat dalam aspek hukum, peradilan, maupun dalam jaminan kebutuhan rakyat dan semisalnya. Seluruh rakyat diperlakukan sama tanpa memperhatikan ras, agama, warna kulit dan lain-lain.

Pasal 7

Negara memberlakukan syariah Islam atas seluruh rakyat yang berkewarganegaraan (Khilafah) Islam, baik Muslim maupun non-Muslim dalam bentuk-bentuk berikut ini:

a.       Negara memberlakukan seluruh hukum Islam atas kaum Muslim tanpa kecuali.

b.      Orang-orang non-Muslim dibiarkan memeluk akidah dan menjalankan ibadahnya di bawah perlindungan peraturan umum.

c.       Orang-orang yang murtad dari Islam dijatuhkan hukum murtad jika mereka sendiri yang melakukan kemurtadan. Jika kedudukannya sebagai anak-anak orang murtad atau dilahirkan

Rancangan Undang-Undang Dasar     339

sebagai non-Muslim, maka mereka diperlakukan sebagai non-Muslim, sesuai dengan kondisi mereka selaku orang-orang musyrik atau ahli kitab.

d.      Terhadap orang-orang non-Muslim, dalam hal makanan, minuman, dan pakaian, diperlakukan sesuai dengan agama mereka, sebatas apa yang diperbolehkan hukum-hukum syara’.

e.       Perkara nikah dan talak antara sesama non-Muslim diselesaikan sesuai dengan agama mereka. Dan jika terjadi antara Muslim dan non-Muslim, perkara tersebut diselesaikan menurut hukum Islam.

f.       Negara memberlakukan hukum-hukum syara’ selain perkara-perkara di atas bagi seluruh rakyat –Muslim maupun non-Muslim-, baik menyangkut hukum muamalat, uqubat (sanksi), bayyinat (pembuktian), sistem pemerintahan, ekonomi dan sebagainya. Negara memberlakukan juga terhadap mu’ahidin (orang-orang yang negaranya terikat perjanjian), musta’minin (orang-orang yang mendapat jaminan keamanan untuk masuk ke negeri Islam), dan terhadap siapa saja yang berada di bawah kekuasaan Islam, kecuali bagi para duta besar, utusan negara asing dan sejenisnya. Mereka memiliki kekebalan diplomatik.

Pasal 8

Bahasa Arab merupakan satu-satunya bahasa Islam, dan satu-satunya bahasa resmi yang digunakan negara.

Pasal 9

Ijtihad adalah fardhu kifayah, dan setiap Muslim berhak berijtihad apabila telah memenuhi syarat-syaratnya.

Pasal 10

Seluruh kaum Muslim memikul tanggung jawab terhadap Islam. Islam tidak mengenal rohaniawan. Dan negara mencegah segala tindakan yang dapat mengarah pada munculnya mereka

340         Daulah Islam

dikalangan kaum Muslim.

Pasal 11

Mengemban da’wah Islam adalah tugas pokok negara.

Pasal 12

Al-Kitab (Al-Quran), As-Sunah, Ijma’ Sahabat dan Qiyas merupakan dalil-dalil yang diakui bagi hukum syara’.

Pasal 13

Setiap manusia bebas dari tuduhan. Seseorang tidak dikenakan sanksi, kecuali dengan keputusan pengadilan. Tidak dibenarkan menyiksa seorang pun. Dan siapa saja yang melakukannya akan mendapatkan hukuman.

Pasal 14

Hukum asal perbuatan manusia terikat dengan hukum syara’. Tidak dibenarkan melakukan suatu perbuatan, kecuali setelah mengetahui hukumnya. Hukum asal benda adalah mubah, selama tidak ada dalil yang mengharamkannya.

Pasal 15

Segala sesuatu yang mengantarkan kepada yang haram hukumnya adalah haram, apabila diduga kuat dapat mengantarkan kepada yang haram. Dan jika hanya dikhawatirkan, maka tidak diharamkan.


SISTEM PEMERINTAHAN

Pasal 16

Sistem pemerintahan adalah sistem kesatuan dan bukan sistem federal.

Rancangan Undang-Undang Dasar                341


Pasal 17

Pemerintahan bersifat sentralisasi, sedangkan sistem administrasi adalah desentralisasi.

Pasal 18

Penguasa mencakup empat orang, yaitu Khalifah, Mu’awin Tafwidl, Wali dan Amil. Selain mereka, tidak tergolong sebagai penguasa, melainkan hanya pegawai pemerintah

Pasal 19

Tidak dibenarkan seorang pun berkuasa atau menduduki jabatan apa saja yang berkaitan dengan kekuasaan, kecuali orang itu laki-laki, merdeka, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan dan beragama Islam.

Pasal 20

Kritik terhadap pemerintah merupakan salah satu hak kaum Muslim dan hukumnya fardlu kifayah. Sedangkan bagi warga negara non-Muslim, diberi hak mengadukan kesewenang -wenangan pemerintah atau penyimpangan pemerintah dalam penerapan hukum-hukum Islam terhadap mereka.

Pasal 21

Kaum Muslim berhak mendirikan partai politik untuk mengkritik penguasa, atau sebagai jenjang untuk menduduki kekuasaan pemerintahan melalui umat; dengan syarat asasnya adalah akidah Islam dan hukum -hukum yang diadopsi adalah hukum- hukum syara’. Pendirian partai tidak memerlukan izin negara. Dan negara melarang setiap perkumpulan yang tidak berasaskan Islam.

Pasal 22

Sistem pemerintahan ditegakkan atas empat fondamen:

342         Daulah Islam

a.      Kedaulatan adalah milik syara’, bukan milik rakyat.

b.     Kekuasaan berada di tangan umat.

c.      Pengangkatan seorang Khalifah adalah fardhu atas seluruh kaum Muslim .

d.     Khalifah mempunyai hak untuk melegislasi hukum-hukum syara’ dan menyusun undang-undang dasar dan perundang-undangan.

Pasal 23

Struktur negara terdiri atas tiga belas bagian:

a.       Khalifah

b.      Mu’awin Tafwidl

c.       Mu’awin Tanfidz

d.      Al-Wulat

e.       Amirul Jihad

f.       Keamanan Dalam Negeri

g.      Urusan Luar Negeri

h.      Perindustrian

i.        Al-Qadla

j.        Kemaslahatan Umat

k.      Baitul Mal

l.        Penerangan

m.    Majlis Umat (Musyawarah dan Muhasabah).



KHALIFAH

Pasal 24

Khalifah mewakili umat dalam kekuasaan dan pelaksanaan syara’.

Pasal 25

Khilafah adalah aqad atas dasar sukarela dan pilihan. Tidak ada paksaan bagi seseorang untuk menerima jabatan Khilafah, dan

Rancangan Undang-Undang Dasar     343

tidak ada paksaan bagi seseorang untuk memilih Khalifah.

Pasal 26

Setiap Muslim yang baligh, berakal, baik laki-laki maupun perempuan berhak memilih Khalifah dan membaiatnya. Orang-orang non-Muslim tidak memiliki hak pilih.

Pasal 27

Setelah aqad Khilafah usai dengan pembaiatan oleh pihak yang berhak melakukan baiat in‘iqad (pengangkatan), maka baiat oleh kaum Muslim lainnya adalah baiat taat bukan baiat in’iqad. Setiap orang yang menolak dan memecah belah persatuan kaum Muslim, dipaksa untuk berbaiat.

Pasal 28

Tidak seorang pun berhak menjadi Khalifah kecuali setelah diangkat oleh kaum Muslim. Dan tidak seorang pun memiliki wewenang jabatan Khilafah, kecuali jika telah sempurna aqadnya berdasarkan hukum syara’, sebagaimana halnya pelaksanaan aqad-aqad lainnya di dalam Islam.

Pasal 29

Daerah atau negeri yang membaiat Khalifah dengan baiat in’iqad disyaratkan mempunyai kekuasan independen, yang bersandar kepada kekuasaan kaum Muslim saja, dan tidak tergantung pada negara kafir mana pun; dan keamanan kaum Muslim di daerah itu –baik di dalam maupun di luar negri– adalah dengan keamanan Islam saja, bukan dengan keamanan kufur. Baiat taat yang diambil dari kaum Muslim di negeri-negeri lain tidak disyaratkan demikian.

Pasal 30

Orang yang dibaiat sebagai Khalifah tidak disyaratkan kecuali memenuhi syarat baiat in’iqad, dan tidak harus memiliki syarat

344         Daulah Islam

keutamaan. Yang diperhatikan adalah syarat-syarat in’iqad.

Pasal 31

Pengangkatan Khalifah sebagai kepala negara, dianggap sah jika memenuhi tujuh syarat, yaitu laki-laki, muslim, merdeka, baligh, berakal, adil dan memiliki kemampuan.

Pasal 32

Apabila jabatan Khalifah kosong, karena meninggal atau mengundurkan diri atau diberhentikan, maka wajib hukumnya mengangkat seorang pengganti sebagai Khalifah, dalam tempo tiga hari dengan dua malamnya sejak kosongnya jabatan Khilafah.

Pasal 33

Diangkat amir sementara untuk menangani urusan kaum Muslim dan melaksanakan proses pengangkatan Khalifah yang baru setelah kosongnya jabatan Khilafah sebagai berikut:

a.       Khalifah sebelumnya, ketika merasa ajalnya sudah dekat atau bertekad untuk mengundurkan diri, ia memiliki hak menunjuk amir sementara

b.      Jika Khalifah meninggal dunia atau diberhentikan sebelum ditetapkan amir sementara, atau kosongnya jabatan Khilafah bukan karena meninggal atau diberhentikan, maka Mu’awin (Mu’awin Tafwidl, pen.) yang paling tua usianya menjadi amir sementara, kecuali jika ia ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah, maka yang menjabat amir sementara adalah Mu’awin yang lebih muda, dan seterusnya.

c.       Jika semua Mu’awin ingin mencalonkan diri maka Mu’awin

Tanfizh yang paling tua menjadi amir sementara. Jika ia ingin mencalonkan diri, maka yang lebih muda berikutnya dan demikian seterusnya

d.      Jika semua Mu’awin Tanfizh ingin mencalonkan diri untuk jabatan Khilafah, maka amir sementara dibatasi pada Mu’awin
Tanfizh yang paling muda

Rancangan Undang-Undang Dasar                345

e.       Amir sementara tidak memiliki wewenang melegislasi hukum

f.       Amir sementara diberikan keleluasaan untuk melaksanakan secara sempurna proses pengangkatan Khalifah yang baru dalam tempo tiga hari. Tidak boleh diperpanjang waktunya kecuali karena sebab yang memaksa atas persetujuan Mahkamah Mazhalim

Pasal 34

Metode untuk mengangkat Khalifah adalah baiat. Adapun tata cara praktis untuk mengangkat dan membaiat Khalifah adalah sebagai berikut:

a.       Mahkamah Mazhalim mengumumkan kosongnya jabatan Khilafah

b.      Amir sementara melaksanakan tugasnya dan mengumumkan dibukanya pintu pencalonan seketika itu

c.       Penerimaan pencalonan para calon yang memenuhi syarat-syarat in’iqad dan penolakan pencalonan mereka yang tidak memenuhi syarat-syarat in’iqad ditetapkan oleh Mahkamah Mazhalim.

d.      Para calon yang pencalonannya diterima oleh Mahkamah Mazhalim dilakukan pembatasan oleh anggota Majelis Umah yang Muslim dalam dua kali pembatasan. Pertama, dipilih enam orang dari para calon menurut suara terbanyak. Kedua, dipilih dua orang dari enam calon itu dengan suara terbanyak

e.       Nama kedua calon terpilih diumumkan. Kaum Muslim diminta untuk memillih satu dari keduanya

f.       Hasil pemilihan diumumkan dan kaum Muslim diberitahu siapa calon yang mendapat suara lebih banyak

g.      Kaum Muslim langsung membaiat calon yang mendapat suara terbanyak sebagai Khalifah bagi kaum Muslim untuk melaksanakan kitabullah dan sunah rasul-Nya

h.      Setelah proses baiat selesai, Khalifah kaum Muslim diumumkan ke seluruh penjuru sehingga sampai kepada umat seluruhnya. Pengumuman itu disertai penyebutan nama Khalifah dan bahwa ia memenuhi sifat-sifat yang menjadikannya berhak untuk

346         Daulah Islam

menjabat Khilafah

i.        Setelah proses pengangkatan Khalifah yang baru selesai, masa jabatan amir sementara berakhir

Pasal 35

Umat yang memiliki hak mengangkat Khalifah, tetapi umat tidak memiliki hak memberhentikannya manakala akad baiatnya telah sempurna sesuai dengan ketentuan syara’

Pasal 36

Khalifah memiliki wewenang sebagai berikut:

a.       Dialah yang melegislasi hukum-hukum syara’ yang diperlukan untuk memelihara urusan-urusan umat, yang digali dengan ijtihad yang sahih dari kitabullah dan sunah rasul-Nya, sehingga menjadi perundang-undangan yang wajib ditaati dan tidak boleh dilanggar.

b.      Dialah yang bertanggung jawab terhadap politik negara, baik dalam maupun luar negeri. Dialah yang memegang kepemimpinan militer. Dia berhak mengumumkan perang, mengikat perjanjian damai, gencatan senjata serta seluruh perjanjian lainnya.

c.       Dialah yang berhak menerima atau menolak duta-duta negara asing. Dia juga yang berhak menentukan dan memberhentikan duta kaum Muslim.

d.      Dialah yang menentukan dan memberhentikan para Mu’awin dan para Wali, dan mereka semua bertanggung jawab kepada Khalifah sebagaimana mereka juga bertanggung jawab kepada Majelis Umat.

e.       Dialah yang menentukan dan memberhentikan Qadli Qudlat, dan seluruh qadli kecuali Qadli Mazhalim dalam kondisi Qadli Mazhalim sedang memeriksa perkara atas Khalifah, Mu’awin atau Qadli Qudhat. Khalifahlah yang berhak menentukan dan memberhentikan para kepala direktorat, komandan militer, dan para pemimpin brigade militer. Mereka bertanggung jawab

Rancangan Undang-Undang Dasar     347

kepada Khalifah dan tidak bertanggung jawab kepada majelis umat.

f.       Dialah yang menentukan hukum-hukum syara’ yang berhubungan dengan anggaran pendapatan dan belanja negara. Dia pula yang menentukan rincian nilai APBN, pemasukan maupun pengeluarannya.

Pasal 37

Dalam melegislasi hukum, Khalifah terikat dengan hukum-huklum syara’. Diharamkan atasnya melegislasi hukum yang tidak diambil melalui proses ijtihad yang benar dari dalil-dalil syara’. Khalifah terikat dengan hukum yang dilegislasinya, dan terikat dengan metode ijtihad yang dijadikannya sebagai pedoman dalam pengambilan suatu hukum. Khalifah tidak dibenarkan melegislasi hukum berdasarkan metode ijtihad yang bertentangan dengan apa yang telah diadopsinya, dan tidak diperkenankan mengeluarkan perintah yang bertentangan dengan hukum-hukum yang telah dilegislasinya.

Pasal 38

Khalifah memiliki hak mutlak untuk mengatur urusan-urusan rakyat sesuai dengan pendapat dan ijtihadnya. Khalifah berhak melegislasi hal-hal mubah yang diperlukan untuk memudahkan pengaturan negara dan pengaturan urusan rakyat. Khalifah tidak boleh menyalahi hukum syara’ dengan alasan maslahat. Khalifah tidak boleh melarang sebuah keluarga untuk memiliki lebih dari seorang anak dengan alasan minimnya bahan makanan, misalnya. Khalifah tidak boleh menetapkan harga kepada rakyat dengan dalih mencegah eksploitasi. Khalifah tidak boleh mengangkat orang kafir atau seorang perempuan sebagai Wali dengan alasan (memudahkan) pengaturan urusan rakyat atau terdapat kemaslahatan, atau tindakan-tindakan lain yang bertentangan dengan hukum syara’. Khalifah tidak boleh mengharamkan sesuatu yang mubah atau membolehkan sesuatu yang haram.

348         Daulah Islam

Pasal 39

Tidak ada batas waktu bagi jabatan Khalifah. Selama mampu mempertahankan dan melaksanakan hukum syara’, serta mampu menjalankan tugas-tugas negara, ia tetap menjabat sebagai Khalifah, kecuali terdapat perubahan keadaan yang menyebabkannya tidak layak lagi menjabat sebagai Khalifah sehingga wajib segera diberhentikan.

Pasal 40

Hal-hal yang mengubah keadaan Khalifah sehingga mengeluarkannya dari jabatan Khalifah ada tiga perkara:

a.       Jika melanggar salah satu syarat dari syarat-syarat in’iqad Khilafah, yang menjadi syarat keberlangsungan jabatan Khalifah, misalnya murtad, fasik secara terang-terangan, gila, dan lain-lain.

b.      Tidak mampu memikul tugas-tugas Khilafah oleh karena suatu sebab tertentu.

c.       Adanya tekanan yang menyebabkannya tidak mampu lagi menjalankan urusan kaum Muslim menurut pendapatnya sesuai dengan ketentuan hukum syara’. Bila terdapat tekanan dari pihak tertentu sehingga Khalifah tidak mampu memelihara urusan rakyat menurut pendapatnya sendiri sesuai dengan hukum syara’, maka secara hukum ia tidak mampu menjalankan tugas-tugas negara, sehingga tidak layak lagi menjabat sebagai Khalifah. Hal ini berlaku dalam dua keadaan :

Pertama: Apabila salah seorang atau beberapa orang dari para pendampingnya menguasai Khalifah sehingga mereka mendominasi pelaksanaan urusan pemerintahan. Apabila masih ada harapan dapat terbebas dari kekuasaan mereka, maka ditegur dan diberi waktu untuk membebaskan diri. Jika ternyata tidak mampu mengatasi dominasi mereka, maka ia diberhentikan. Bila tidak ada harapan lagi, maka segera Khalifah diberhentikan.

Rancangan Undang-Undang Dasar     349

Kedua: Apabila Khalifah menjadi tawanan musuh, baik ditawan atau ditekan musuh. Pada situasi seperti ini perlu dipertimbangkan. Jika masih ada harapan untuk dibebaskan, maka pemberhentiannya ditangguhkan sampai batas tidak ada harapan lagi untuk membebaskannya, dan jika ternyata demikian, barulah dia diberhentikan. Jika tidak ada harapan sama sekali untuk membebaskannya maka segera diganti.

Pasal 41

Mahkamah Madzalim adalah satu-satunya lembaga yang menentukan ada dan tidaknya perubahan keadaan pada diri Khalifah yang menjadikannya tidak layak menjabat sebagai Khalifah. Mahkamah ini merupakan satu-satunya lembaga yang memiliki wewenang memberhentikan atau menegur Khalifah.


MU’AWIN AT-TAFWIDL

Pasal 42

Khalifah mengangkat seorang Mu’awin Tafwidl atau lebih. Ia bertanggung jawab terhadap jalannya pemerintahan. Mu’awin Tafwidl diberi wewenang untuk mengatur berbagai urusan berdasarkan pendapat dan ijtihadnya.

Apabila Khalifah wafat, maka masa jabatan Mu’awin juga selesai. Dia tidak melanjutkan aktivitasnya kecuali selama masa jabatan amir sementara saja.

Pasal 43

Syarat-syarat Mu’awin Tafwidl sama seperti persyaratan Khalifah, yaitu laki-laki, merdeka, muslim, baligh, berakal, adil, dan memiliki kemampuan yang menyangkut tugas-tugas yang diembannya.

350         Daulah Islam

Pasal 44

Dalam penyerahan tugas kepada Mu’awin Tafwidl, disyaratkan dua hal: Pertama, kedudukannya mencakup segala urusan negara. Kedua, sebagai wakil Khalifah. Disaat pengangkatannya, Khalifah harus menyatakan: “Aku serahkan kepada Anda apa yang menjadi tugasku sebagai wakilku”, atau dengan redaksi lain yang mencakup kedudukannnya yang umum dan bersifat mewakili. Penyerahan tugas ini memungkinkan Khalifah untuk mengirimkan para Mu’awin ke berbagai tempat tertentu, atau memutasi mereka dari satu tempat ke tempat atau tugas lain menurut tuntutan bantuan kepada Khalifah, tanpa memerlukan pendelegasian baru karena semua itu termasuk di dalam cakupan penyerahan tugas mereka sebelumnya

Pasal 45

Mu’awin Tafwidl wajib memberi laporan kepada Khalifah, tentang apa yang telah diputuskan, atau apa yang dilakukan, atau tentang penugasan Wali dan pejabat, agar wewenangnya tidak sama seperti Khalifah. Mu’awin Tafwidl wajib memberi laporan kepada Khalifah dan melaksanakan apa yang diperintahkan oleh Khalifah.

Pasal 46

Khalifah wajib mengetahui aktivitas Mu’awin Tafwidl dan pengaturan berbagai urusan yang dilakukannya, agar Khalifah dapat menyetujui yang sesuai dengan kebenaran dan mengoreksi kesalahan; mengingat pengaturan urusan umat adalah tugas Khalifah yang dijalankan berdasar ijtihadnya.

Pasal 47

Apabila Mu’awin Tafwidl telah mengatur suatu urusan, lalu disetujui Khalifah, maka dia dapat melaksanakannya sesuai persetujuan Khalifah, tanpa mengurangi atau menambahnya. Jika Khalifah menarik kembali persetujuannya, dan Mu’awin menolak
Rancangan Undang-Undang Dasar     351

mengembalikan apa yang telah diputuskan, maka dalam hal ini perlu dilihat; jika masih dalam rangka pelaksanaan hukum sesuai dengan perintahnya atau menyangkut harta yang sudah diserahkan kepada yang berhak, maka pendapat Mu’awin yang berlaku, sebab pada dasarnya hal itu adalah pendapat Khalifah juga. Khalifah tidak boleh menarik kembali hukum yang sudah dilaksanakan, atau harta yang sudah dibagikan. Sebaliknya, jika apa yang sudah dilaksanakan Mu’awin di luar ketentuan-ketentuan tersebut, seperti mengangkat Wali atau mempersiapkan pasukan, maka Khalifah berhak menolak perbuatan Mu’awin dan melaksanakan penapatnya sendiri serta menghapus apa yang telah dilakukan Mu’awin. Mengingat Khalifah berhak untuk mengubah kembali kebijaksanaannya atau pun kebijaksanaan Mu’awinnya.

Pasal 48

Mu’awin Tafwidl tidak terikat dengan salah satu instansi dari instansi -instansi administratif, mengingat kekuasaannya bersifat umum. Karena mereka yang melaksanakan aktivitas administratif adalah para pegawai dan bukan penguasa, sedangkan Mu’awin Tafwidl adalah seorang penguasa. Maka ia tidak diserahi tugas secara khusus dengan urusan-urusan administratif tersebut, karena kekuasaannya bersifat umum.


MU’AWIN AT-TANFIDZ

Pasal 49

Khalifah mengangkat Mu’awin Tanfidz sebagai pembantu dalam kesekretariatan. Tugasnya menyangkut bidang administratif, dan bukan pemerintahan. Instansinya merupakan salah satu badan untuk melaksanakan instruksi yang berasal dari Khalifah kepada instansi dalam maupun luar negeri; serta memberi laporan tentang apa-apa yang telah diterimanya kepada Khalifah. Instansinya berfungsi sebagai perantara antara Khalifah dan pejabat lain,

(14)        Daulah Islam

menyampaikan tugas dari Khalifah atau sebaliknya menyampaikan laporan kepadanya dalam urusan berikut:

20    Hubungan dengan rakyat

21    Hubungan internasional

22    Militer atau pasukan

23    Institusi negara lainnya selain militer

Pasal 50

Mu’awin Tanfidz harus seorang laki-laki dan muslim, karena ia adalah pendamping Khalifah.

Pasal 51

Mu’awin Tanfidz selalu berhubungan langsung dengan Khalifah, seperti halnya Mu’awin Tafwidl. Dia berposisi sebagai Mu’awin dalam hal pelaksanaan, bukan menyangkut pemerintahan.


AL-WULAT

(GUBERNUR)

Pasal 52

Seluruh daerah yang dikuasai oleh negara dibagi ke dalam beberapa bagian. Setiap bagian dinamakan wilayah (provinsi). Setiap wilayah (provinsi) terbagi menjadi beberapa ’imalat (kabupaten). Yang memerintah wilayah (provinsi) disebut Wali atau Amir dan yang memerintah ‘imalat disebut ‘Amil atau Hâkim.

Pasal 53

Wali diangkat oleh Khalifah. Para ‘Amil diangkat oleh Khalifah atau Wali apabila Khalifah memberikan mandat tersebut kepada Wali. Syarat bagi seorang Wali dan ‘Amil sama seperti persyaratan Mu’awin, yaitu laki-laki, merdeka, muslim, baligh, berakal, adil, memiliki kemampuan yang sesuai dengan tugas yang diberikan,

Rancangan Undang-Undang Dasar     353

dan dipilih dari kalangan orang yang bertakwa serta berkepribadian kuat.

Pasal 54

Wali mempunyai wewenang di bidang pemerintahan dan mengawasi seluruh aktivitas lembaga administrasi negara di wilayahnya, sebagai wakil dari Khalifah. Wali memiliki seluruh wewenang di daerahnya kecuali urusan keuangan, peradilan, dan angkatan bersenjata. Ia memiliki kepemimpinan atas penduduk di wilayahnya dan mempertimbangkan seluruh urusan yang berhubungan dengan wilayahnya. Dari segi operasional, kepolisian ditempatkan kekuasaannya, bukan dari segi administrasinya.

Pasal 55

Wali tidak harus memberi laporan kepada Khalifah tentang apa yang dilakukan di wilayah kekuasaannya, kecuali ada beberapa pilihan (yang harus ditentukannya). Apabila terdapat perkara baru yang tidak ditetapkan sebelumnya, ia harus memberikan laporan kepada Khalifah, kemudian baru dilaksanakan berdasarkan perintah Khalifah. Apabila dengan menunggu persetujuan dari Khalifah suatu urusan dikhawatirkan terbengkalai, maka ia boleh melakukannya serta wajib melaporkannya kepada Khalifah, dan menjelaskan tentang sebab-sebab tidak ada laporan sebelum pelaksanaan.

Pasal 56

Di setiap wilayah terdapat majelis, yang anggota-anggotanya dipilih oleh penduduk setempat dan dipimpin oleh Wali. Majelis berwenang turut serta dalam penyampaian saran/pendapat dalam urusan-urusan administratif, bukan dalam urusan kekuasaan (pemerintahan). Hal itu untuk dua tujuan:

Pertama , memberikan informasi yang penting kepada Wali tentang fakta wilayah (provinsi) dan kebutuhannya, serta menyampaikan pendapat dalam masalah itu.

22            Daulah Islam

Kedua, untuk mengungkapkan persetujuan atau pengaduan tentang pemerintahan Wali kepada mereka.

Pendapat Majelis dalam masalah pertama tidak bersifat mengikat. Namun pendapat majelis dalam masalah kedua bersifat mengikat. Jika Majelis mengadukan Wali, maka Wali tersebut diberhentikan.

Pasal 57

Masa jabatan seorang Wali di wilayahnya tidak boleh dalam waktu yang sangat panjang (lama). Tetapi seorang Wali diberhentikan dari wilayah (provinsinya) setiap kali terlihat adanya akumulasi kekuasaan pada dirinya atau bisa menimbulkan fitnah di tengah-tengah masyarakat.

Pasal 58

Seorang Wali tidak boleh dimutasi dari satu wilayah ke wilayah yang lain, karena pengangkatannya bersifat umum tetapi untuk satu tempat tertentu. Akan tetapi seorang Wali boleh diberhentikan kemudian diangkat lagi di tempat lain.

Pasal 59

Wali diberhentikan apabila Khalifah berpendapat untuk memberhentikannya; atau apabila Majlis Umat menyatakan ketidakpuasan (ketidakrelaan) terhadap Wali, atau jika Majelis Wilayah menampakkan ketidaksukaan terhadapnya. Pemberhentiannya dilakukan oleh Khalifah.

Pasal 60

Khalifah wajib meneliti dan mengawasi pekerjaan dan tindak-tanduk setiap Wali dengan sungguh-sungguh. Khalifah boleh menunjuk orang yang mewakilinya untuk mengungkapkan keadaan para Wali, mengadakan pemeriksaan terhadap mereka, mengumpulkan mereka satu persatu atau sebagian dari mereka

Rancangan Undang-Undang Dasar     355

sewaktu-waktu, dan mendengar pengaduan-pengaduan rakyat terhadapnya.


AMIRUL JIHAD:

DIREKTORAT PEPERANGAN - PASUKAN

Pasal 61

Direktorat peperangan menangai seluruh urusan yang berkaitan dengan kekuatan bersenjata baik pasukan, polisi, persenjataan, peralatan, logistik, dan sebagainya. Juga semua akademi militer, semua misi militer dan segala hal yang menjadi tuntutan baik tsaqafah Islamiyah, maupun tsaqafah umum bagi pasukan. Dan semua hal yang berhubungan dengan peperangan dan penyiapannya. Direktorat ini disebut Amirul Jihad.

Pasal 61

Jihad adalah kewajiban bagi seluruh kaum Muslim dan pelatihan militer bersifat wajib. Setiap laki-laki muslim yang telah berusia 15 tahun diharuskan mengikuti pelatihan militer, sebagai persiapan untuk jihad. Adapun rekrutmen anggota pasukan reguler merupakan fardhu kifayah.

Pasal 63

Prajurit terdiri atas dua bagian: Pertama, pasukan cadangan yang terdiri atas seluruh kaum Muslim yang mampu memanggul senjata. Kedua, pasukan reguler yang memperoleh gaji dan masuk anggaran belanja sebagaimana para pegawai negeri lainnya.

Pasal 64

Pasukan memiliki liwa dan panji. Khalifah yang menyerahkan liwa kepada komandan pasukan (Brigade). Sedangkan panji diserahkan oleh komandan Brigade.

24            Daulah Islam

Pasal 65

Khalifah adalah panglima angkatan bersenjata. Khalifah mengangkat kepala staf gabungan. Khalifah yang menunjuk amir untuk setiap brigade dan seorang komandan untuk setiap batalion. Adapun struktur militer lainnya, yang mengangkat adalah para komandan brigade dan komandan batalion. Penetapan seseorang sebagai perwira harus disesuaikan dengan tingkat pengetahuan militernya. Dan yang menetapkannya adalah kepala staf gabungan.

Pasal 66

Seluruh angkatan bersenjata ditetapkan sebagai satu kesatuan, yang ditempatkan diberbagai markas (kamp) militer. Sebagian kamp militer harus ditempatkan diberbagai wilayah, sebagian lainnya ditempatkan ditempat-tempat strategis, dan sebagian lain ditempatkan di kamp-kamp yang bersifat mobil dan dijadikan sebagai pasukan siap tempur. Kamp-kamp militer dibentuk dalam berbagai unit. Setiap unitnya disebut batalion. Setiap batalion mempunyai ciri, seperti batalion 1, batalion 3 dan seterusnya, atau dinamakan sesuai nama wilayah/distrik.

Pasal 67

Setiap prajurit harus diberikan pendidikan militer semaksimal mungkin. Hendaknya kemampuan berpikir setiap prajurit ditingkatkan sesuai dengan kemampuan yang ada. Hendaknya setiap prajurit dibekali dengan tsaqofah Islam, sehingga memiliki wawasan tentang Islam sekalipun dalam bentuk global.

Pasal 68

Disetiap kamp militer harus terdapat sejumlah perwira yang cukup dan memiliki pengetahuan yang tinggi tentang kemiliteran, serta berpengalaman dalam menyusun strategi perang dan mengatur peperangan. Hendaknya perwira disetiap batalion diperbanyak sesuai kemampuan yang ada.

Rancangan Undang-Undang Dasar     357

Pasal 69

Setiap pasukan harus dilengkapi dengan persenjataan, logistik, sarana, dan fasilitas yang dibutuhkan serta kebutuhan-kebutuhan lain, yang memungkinkan pasukan untuk melaksanakan tugasnya sebaik mungkin sebagai pasukan Islam.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar